Maaf aku baru up hari ini, guys. Maaf banget ya🙏🏻🥺
Semoga kalian masih setia nunggu kelanjutan cerita ini. Aamiin😖
Oke langsung aja, jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Terima kasih.
Happy reading
_____________________________________________"Bangun, Mas. Jangan kayak gini." Pelan-pelan Haura membantu Ares berdiri dengan menunjukkan ekspresi datar. Ia bisa merasakan suhu badan Ares yang panas.
Mas Ares demam, mukanya juga pucat banget, batin perempuan itu sembari memperhatikan wajah suaminya yang terlihat tidak baik-baik saja.
"Saya nggak papa, Haura." Seolah tahu arti tatapan sang istri, Ares berkata demikian.
Tatapan mata Haura beralih ke punggung tangan Ares yang berdarah, tentunya tanpa mengatakan apa-apa.
"Oh ini, waktu saya tau kalau saya ada di rumah sakit, saya cepet-cepet cabut jarum infus secara paksa karena saya pengen keluar dari rumah sakit buat nemuin kamu, ya jadinya begini, nanti juga darahnya berhenti. Lagian nggak sakit," ucap Ares, walau wajahnya terlihat pucat namun kebahagiaan terpancar jelas di wajah tampan lelaki itu. Ia bahagia lantaran bisa bertemu dengan istrinya lagi. Ia rindu, sangat rindu.
Tanpa mengindahkan ucapan Ares barusan, Haura segera menggandeng tangan Ares menuju kamarnya. Semua orang yang berada di ruang tamu hanya bisa diam menyaksikan mereka berdua. Terlebih, Adnan. Ia pun baru tahu kalau Haura ternyata sudah mempunyai suami. Ia kira Haura belum menikah.
Tak banyak berbicara, Haura menyuruh Ares tiduran di tempat tidurnya. "Saya nggak papa, Ra. Kenapa disuruh tidur?"
"Tunggu di sini, jangan ke mana-mana," peringat Haura lalu keluar dari kamar.
Beberapa kemudian ia masuk kembali ke dalam kamarnya dengan membawa baskom berisi air hangat beserta kain untuk mengompres. Tak lupa ia membawa kotak P3K untuk mengobati luka di punggung tangan Ares akibat cabut paksa jarum suntik yang menempel di punggung tangannya saat di rumah sakit.
"Nggak perlu repot-repot, Ra."
Haura duduk di tepi ranjang kemudian mulai mengompres kening Ares menggunakan kain yang sudah dibasahi. "Kamu emang selalu ngerepotin, Mas," sarkasnya.
Mendengar Haura berucap seperti itu, Ares tak diambil hati, ia tahu sifat Haura. Haura terlihat sangat khawatir akan kondisi Ares sekarang, makanya ia marah pada dirinya sendiri.
Pelan tapi pasti, senyum di wajah Ares terukir sempurna. Melihat Haura yang sangat telaten mengurusnya begini membuat hatinya tenang. Rasa sakit yang ia rasa seketika hilang tanpa meninggalkan jejak.
Haura yang sadar karena Ares terus menatapnya langsung bertanya, "Kenapa ngeliatin aku?"
"Nggak papa, lagi bersyukur aja karena bisa ngeliat makhluk ciptaan Allah yang sangat cantik seperti kamu," jawab Ares.
Jujur, Haura merasa sedikit aneh mendengar Ares bisa menggombal, padahal sebelumnya lelaki itu tidak pernah merayunya sedikit pun.
"Udah selesai, lukanya udah aku obatin. Sekarang kamu istirahat aja, biar demamnya cepet turun." Meski Ares mengatakan hal-hal manis, tetapi tak berpengaruh sama sekali pada Haura. Haura menganggap apa yang diucapkan Ares hanyalah gombalan belaka, hal ini dilakukan agar ia mau memaafkan laki-laki itu.
Saat Haura hendak pergi meninggalkan Ares sendirian di kamar, tiba-tiba tangannya digenggam erat oleh Ares. "Kamu mau ke mana?"
"Di luar ada tamu, aku harus ke sana."

KAMU SEDANG MEMBACA
Imam untuk Haura (New Version)
General Fiction(Sekuel Dianggap Sang Pendosa) | Bisa dibaca terpisah Pertemanan yang seharusnya berjalan dengan baik harus terputus karena seorang Ning dari Pondok Pesantren Nurul Huda tidak diperbolehkan menjalin pertemanan dengan lelaki yang bukan mahram. Sehing...