Maaf sempet hiatus lama karena kuliahnya udah masuk semester akhir, sekarang lagi nyusun skripsi. Tapi mulai sekarang aku bakalan up cerita ini secara rutin kok🔥
Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen di part ini. Komen yang banyak ya. Kalau bisa, komen di setiap paragraf. Makasih banyak.
____________________________________________"Nggak," jawab Ares terkesan singkat. Ia kembali menyantap makanannya yang belum habis.
"Ya udah kalau gitu." Karena Ares menjawab jika dia tidak cemburu dengan ponsel yang sedang dipegang Haura, alhasil Haura pun fokus pada ponselnya lagi tanpa mempedulikan Ares yang sedang makan di depannya.
Melihat Haura yang senyum-senyum tidak jelas di depan ponsel, Ares jadi geram sendiri.
Dengan sengaja Ares menjatuhkan sendok dan garpu secara bersamaan di atas piring sehingga menimbulkan bunyi yang amat nyaring.
"Kenapa si, Mas?" tanya Haura agak kesal pasalnya Ares tak bisa makan dengan khidmat, sangat berisik seperti ini.
"Saya nggak suka ngeliat kamu nemenin saya makan sambil mainan hp, saya risih liatnya."
Mendengar kalimat yang baru saja dilontarkan oleh Ares barusan, Haura menghela napas panjang kemudian menaruh ponselnya di atas meja makan.
Ia pun bertopang dagu sambil memperhatikan Ares dengan senyuman yang senantiasa tercetak jelas di wajah cantik perempuan itu. "Kalau kayak gini gimana? Suka nggak?"
Mata yang berkedip-kedip beberapa kali dan senyuman manis tersebut sukses mengambil alih kefokusan Ares. Entah kenapa Ares tak bisa mengalihkan pandangannya dari Haura.
"Cepet habisin makanannya, Zauji. Jangan ngeliatin aku terus nanti cinta loh, kan bahaya." Haura terkekeh kecil.
Sontak Ares langsung membuang muka dan berdeham kecil untuk menyembunyikan rasa gugupnya.
"Saya udah kenyang." Setelah mengatakan itu, Ares segera bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan ruang makan tanpa menoleh sedikit pun ke arah Haura.
"Bilang aja kamu salting diliatin aku terus," gumam Haura sembari menatap punggung Ares yang semakin menghilang dari penglihatannya.
****
Ares mengubah posisinya menjadi duduk, semalaman ia tak bisa tidur. Ia sudah berusaha menutup mata agar lama-kelamaan bisa tertidur mulas, namun sayangnya cara tersebut tidak mempan, berkali-kali dicoba hasilnya tetap nihil.
Ya benar, ini terjadi karena sesuatu yang mengganggu pikiran Ares, bukan soal pekerjaan melainkan Haura. Sejak tadi bayang-bayang perempuan itu terus berputar di kepalanya tiada henti.
Haura benar-benar tidak bisa ditebak, perempuan yang Ares kira mudah untuk disakiti kenyataannya tidak demikian. Ares melihat Haura sangat berbeda dari kebanyakan perempuan di luar sana. Hatinya tak mudah rapuh dan mentalnya tak mudah dihancurkan.
Jika boleh jujur, ada perasaan aneh yang dirasakan Ares saat menatap mata Haura begitu lama. Degupan jantung yang semakin lama semakin cepat, kedamaian juga ketenangan di hati yang terasa asing baginya, pun seulas senyuman manis yang membuat Ares selalu ingin melihatnya berkali-kali membuat Ares tak bisa tidur nyenyak malam ini.

YOU ARE READING
Imam untuk Haura (New Version)
General Fiction(Sekuel Dianggap Sang Pendosa) | Bisa dibaca terpisah Pertemanan yang seharusnya berjalan dengan baik harus terputus karena seorang Ning dari Pondok Pesantren Nurul Huda tidak diperbolehkan menjalin pertemanan dengan lelaki yang bukan mahram. Sehing...