CHAPTER 8. HANTU SUPER USIL

3.9K 426 199
                                    

Annyeong!

Mom is back!

Seperti biasa, mohon diberikan lebih banyak komentar untuk chapter ini, ya, nakanak Mommmy~

-

-

-

"Lain kali hati-hati."

Jenar mengompres luka di tangan Zia menggunakan es batu. Satu tangannya memegang siku gadis itu, dan satunya lagi menempelkan handuk berisi es batu dengan sangat hati-hati. Zia sendiri tidak melepaskan pandangannya dari wajah Jenar yang terlihat sangat khawatir dengan keadaannya.

Tampan, cerdas, penyabar dan berhati lembut. Sungguh, Zia siap melakukan apa saja untuk bisa mendapatkan hati Jenar. "Kak ..." Zia meraih tangan Jenar yang masih sibuk mengompres lukanya. "Udah cukup. Aku udah nggak apa-apa," ucapnya mencoba meyakinkan dengan sebuah senyum.

"Kamu yakin?"

Zia mengangguk. Dalam hatinya, dia sangat bahagia bisa berada di dekat Jenar, terlebih diperhatikan seperti sekarang. Dia rela terluka setiap saat asal mendapat perhatian pemuda itu. Tetapi, di satu sisi dirinya benci dikasihani dan diperlakukan seperti pesakitan yang sebentar lagi harus melangkah menjuju kematian. Zia ingin mendapatkan cinta yang dia inginkan, bukan karena dirinya lemah, tapi karena layak medapat cinta.

"Anak itu ... dia salah satu editor juga, kan?"

Zia menunjuk ke arah Panji yang berada di depan ruangan. Saat ini mereka tengah berada di ruang kesehatan yang terletak di lantai satu, tempat di mana acara peluncuran novel perdana milik Zia akan digelar aula. Di luar, Panji masih berdiri dengan perasaan bersalah atas apa yang terjadi pada Zia. Dia adalah salah satu penulis yang berada di bawah bimbingan Jenar, dan merupakan penulis baru dengan pengaruh cukup besar. Panji tiba-tiba merasa bodoh karena tidak bisa mengenali para penulis Lentera Kata, sampai dia hampir saja bertengkar dengan orang tua Zia, padahal gadis itu sangat dekat dengan Jenar. Dia mengetuk-ngetukkan jarinya di atas paha, seperti sedang mencemaskan sesuatu. Sesekali anak itu terlihat melongok ke arah ruang kesehatan.

"Iya. Panji itu salah satu editor kami. Dia proofreader di penerbit ini. Tolong maafin dia, ya."

Zia mengangguk. "Aku bener-bener gapapa, Kak. Lupain aja masalah tadi."

Zia ataupun Panji, keduanya memang tidak terlalu saling mengenal karena Zia sama sekali tidak mau berurusan dengan editor selain Jenar.

Jenar melihat gadis di depannya sekali lagi. Dia mencoba memastikan bahwa raut Zia memang tidak terlihat sedang menahan sakit atau semacamnya.

"Kalo begitu, Kakak keluar dulu, ya. Kamu siap-siap buat acara aja. Penggemarmu udah mulai berdatangan di depan."

Zia hanya mengangguk sambil tersenyum sebagai jawaban.

Setelah berpamitan, Jenar keluar dan menemui Panji. Cowok itu segera menghampiri salah satu rekannya dengan perasaan tidak enak.

"Bang," sapanya dengan nada khawatir. "Gimana keadaan Kak Zee?"

"Gapapa, Ji. Dia udah baik-baik aja, lo gak usah khawatir."

"Gak enak gue, Bang. Dari awal kita hampir gak pernah saling sapa, sekalinya gue berurusan sama dia malah kayak gini. Sorry banget, ya, Bang."

Jenar menoleh ke arah Zia. Gadis itu mengangguk, seolah mendengar apa yang barusan dikatakan Panji, dan memberikan kode agar Jenar tidak mempermasalahkan hal itu.

7 LENTERA | Complete ✓Where stories live. Discover now