CHAPTER 27. TAK MAMPU KEHILANGAN

1.9K 248 335
                                    

Hai!

Cepet, kan, update-nya?

Komenin yang banyak lagi chapter ini biar Mommy semangat nulis next chapter, ya~

Jangan lupa follow akun ini buat kalian yang baca. Oke?

Happy reading~

Enjoy the story~

***

Dia tidak mati, tapi juga tidak bisa dibilang hidup. Pemuda yang sudah berjam-jam duduk di samping pusara itu lebih mirip seonggok tubuh tanpa ruh. Entah doa apa saja yang telah dia panjatkan sejak duduk di sana. Entah berapa ribu kata maaf yang sudah dia ucapkan, Alkana tidak sempat menghitungnya. Terlalu sibuk dalam keheningan memeluk nestapa, sampai dia tidak sadar ada seseorang yang telah berdiri di dekatnya sejak lebih dari sepuluh menit lalu.

Empat hari semenjak kepulangannya, tidak ada sesiapa pun yang bisa melihat sosok Alkana El Biruni putra Kyai Prabu. Yang ada hanya seorang anak laki-laki penuh penyesalan yang bahkan tidak lagi mendengarkan kata-kata ayahnya. Seorang anak laki-laki yang sibuk mengutuk diri sendiri atas apa yang terjadi.

Satu hari pertama Alkana masih berusaha terlihat tegar. Dia masih bisa menyibukan diri setiap menyiapkan acara doa untuk sang ibu. Namun, semakin dia berusaha, semakin Alkana merasa bahwa dirinya benar-benar seorang anak yang tidak tahu diri. Seorang anak yang membiarkan ibu yang sudah merawat dan menyayanginya merintih kesakitan digerogoti rasa rindu sampai harus mengembuskan napas terakhirnya dalam rindu yang belum terbasuh.

"Setiap hari Gus Biru akan datang ke makam Bu Nyai," ucap Ilyas yang tengah mengantar putra sulungnya untuk menyusul Alkana di pemakaman. "Setiap pagi Gus Biru pergi dan hanya pulang untuk tidur. Itu pun Bapak masih sering mendengar isakan dari arah kamarnya. Dia sangat kacau."

Chandra yang mendengarnya, bisa merasakan seberapa hancur Alkana saat ini. "Gus Biru ndak pernah menyentuh makanannya. Bujukan Kyai Prabu pun sudah ndak didengar lagi. Anak itu dimakan habis oleh rasa bersalahnya sendiri." Suara Ilyas sedikit bergetar saat menceritakan tentang Alkana. Dia sendiri tidak tega melihatnya, tapi jangankan kata-kata Ilyas, Alkana bahkan nyaris tidak pernah berbicara dengan siapa pun. Mbak Risma yang awalnya kesal dan berpikir untuk membeci pemuda itu, kini juga prihatin dengan keadaannya.

"Bi." Chandra berjongkok di dekat Alkana, menyentuh pundak pemuda yang membaringkan kepalanya sambil memejamkan mata di atas pusara sang ibu. Memeluk tanah merah yang telah menguburkan jasad perempuan tercintanya.

Alkana membuka mata perlahan. Chandra seketika meneteskan air mata saat bersitatap dengan sahabatnya yang lebih mirip mayat hidup. Wajahnya pucat, bagian bawah mata nyaris menghitam dan pipinya terlihat lebih tirus dari terakhir kali Chandra melihatnya. Ini bahkan belum ada satu minggu, tapi Alkana benar-benar sangat berbeda.

"Chandra," Alkana menegakkan punggung ketika mendapati sahabatnya di sana. "kenapa lo di sini?"

Tangan pemuda tan itu mengusap air matanya sendiri sebelum berbicara. "Ayo pulang."  Bukannya menjawab pertanyaan Alkana, Chandra lebih memilih untuk mengajak anak itu pulang.

"Lo duluan aja, Chan. Gue masih mau nemenin Ummi di sini." Alkana kembali memeluk gundukan tanah basah di hadapannya, tanpa peduli jika baju koko putih yang dikenakannya menjadi kotor, dan tanah menempel di sisi wajah juga tangannya.

Chandra diam. Pemuda itu mengalihkan pandangan ke arah pusara. Dia tidak bisa membayangkan seberapa hancur dirinya jika dia yang berada di posisi Alkana saat ini. Chandra sudah mendengar nyaris seluruh cerita utuh tentang Alkana dari Ilyas dan Kyai Prabu sebelum menyusul ke pemakaman tadi. Dan jujur saja, mungkin Chandra juga akan lebih hancur dari Alkana kalau semua itu terjadi pada dirinya.

7 LENTERA | Complete ✓Where stories live. Discover now