II9II

63.8K 1.7K 2
                                    


Selamat Membaca

~0~

Di Mansion Allison, Semua orang terbangun akibat teriakan Rose yang begitu kuat.

Maggie yang baru masuk ke dalam kamarnya, Pura-pura terkejut dan ikut keluar melihat apa yang terjadi. Di depan kamar Rose ia berjumpa dengan orang tuanya. Maggie hanya acuh melihat mereka.

"Ck... ribut banget sih! Ganggu tau gak! " ketus Maggie melihat pintu kamar Rose.

"Kamu gak boleh gitu gie, gimana kalau terjadi sesuatu sama Rose? " tegur sang mama, Clarissa membuat Maggie memutar matanya malas sekaligus iri. Begitu pedulinya Clarissa pada Rose? Sunggu ibu yang baik, pikir Maggie.

"Pa.. coba dobrak pintunya! " pinta Clarissa yang diangguki papa.

Satu kali, dua kali percobaan pintu itu masih setia terkunci, dan akhirnya dobrakan ketiga.

BRAAK

Pintu itu berhasil terbuka dan menampilkan kamar Rose yang sangat berantakan dengan barang yang pecah dan berserakan.

Sementara gadis itu jongkok dengan menutup telinganya di sudut ruangan sambil menangis.

Melihat itu Clarissa segera menghampiri Rose dan memeluk gadis itu yang membuat Maggie enggan menatapnya. Maggie memalingkan wajahnya dan mengusap kasar sudut matanya yang mengeluarkan setetes air mata.

"Kenapa sayang? "

"A-ada yang ne-neror a-aku ma! D-dia ba-bawa pisau d-dan masuk ke ka-kamar aku... A-aku takut ma.. " Adu Rose dengan tubuh gemetar.

"Ck.. lebay! " ucap Maggie menatap sinis pada Rose.

Clarissa menatap Maggie tajam, "APA-APAAN KAMU?! DIA LAGI KETAKUTAN MAGGIE! GAK SEHARUSNYA KAMU NGOMONG GITU! "

Maggie tersentak saat Clarissa membentaknya. Ini kesekian kalinya Clarissa membentaknya karena Rose.

"Selamat.. lo berhasil ngebuat mama gue sendiri ngebentak gue! Hebat.. lo bener-bener hebat Rose" ucap Maggie datar menatap Rose.

"Cukup Maggie! Berhenti menyalahkan Rose! Dia gak salah!" Bentak Clarissa sekali lagi membuat Maggie menutup mata menahan emosinya yang hampir meledak.

"Udah mending malam ini Rose tidur sama Maggie. Biar kamu ada temennya" lerai sang papa, Bagas.

"Cih.. aku gak sudi tidur sekamar sama dia!" tolak Maggie menatap Rose jijik.

"Kalau gitu kamu yang pindah kamar ya.. malam ini biarin Rose tidur di kamar kamu" pinta Bagas. Maggie menatap papanya itu tak percaya.

Dalam hati Rose merasa bersyukur dengan kejadian yang menimpanya. Ada rasa senang di hatinya melihat hubungan Maggie dengan bagas dan Clarissa hancur secara perlahan.

Maggie menatap Clarissa dan Bagas bergantian, lalu terkekeh yang membuat mereka bingung.

"Aku? pindah? Wow.. it's amazing! Pemilik kamar yang disuruh pindah dan penumpang yang disuruh tidur di kamar sang pemilik.."

Prok..

prok..

Maggie tertawa sambil menepuk tangannya seolah melihat sesuatu yang menakjubkan.

"Kalau kalian lupa, Mansion ini atas nama aku sebagai pemilik dengan pemberian Opa sebagai hadiah ulang tahun aku. Jika masih ingin tinggal disini, maka ikuti aturanku.. Paham? " Ucap Maghie dingin tatapan mengintimidasi mereka yang spontan membuat mereka mengangguk.

"Kamar pembantu banyak, dia bisa tidur di sana" Ujar Maggie kemudian pergi meninggalkan Kamar Rose sambil menatap orang tuanya sekilas dengan tatapan kecewa.

Mendengar Hal itu Rose sangat terkejut. Apa? Kamar Pembantu? Gak! Dia gak mau tidur di kamar pembantu! Maggie sialan! Pikir Rose menatap Sinis Maggie tanpa diketahui gadis itu.

Maggie kembali ke kamarnya dengan perasaan kecewa melihat Orang tuanya. Ia meluruhkan tubuhnya di balik pintu sambil meneteskan air mata. Ia benar-benar tak menyangka dengan Orang Tuanya. Clarissa dan Bagas dengan tega memilih Rose daripada dirinya yang helas-jelas anak kandung mereka.

Semuanya berawal dari Rose yang sengaja memfitnahnya sejak Violyn pergi ke Paris dengan alasan pertukaran pelajar. Sejak saat itu Maggie tak punya seseorang yang bisa membelanya. Rose sering mengatakan jika Maggie membullynya di sekolah. Dan dengan mudah Bagas maupun Clarissa percaya apa yang diucapkan oleh rose.

"Kalian berubah, ma pa.. Kalian ngelupain aku.. Kalian lebih milih dia ketimbang aku! "

"Gue nyesel bawa lo kemari wanita ular! Gadis gak tau Terima kasih! gak tau diuntung! Lo udah ngerebut Orang tua gue! Lo ngebuat Rumah yang seharusnya nyaman jadi neraka buat gue!" Maggie manatap dingin ke depan. Tatapan benci berkilat amarah dan dendam begitu mengingat nama dan wajah Rose. Gadis tidak tahu diri dan tidak tahu Terima kasih.

Perlahan Maggie bangkit dan menghadap cermin. Wajahnya menampilkan senyum miring yang menyeramkan. Tangannya menggenggam sebilah pisau. Dengan sengaja ia menancapkan ujung pisau itu ke kaca didepannya.

Prank

Pecahan kaca yang jatuh berserakan bersamaan dengan suara tawa Maggie yang menggema. Maggie tersenyum lebar melihat kaca itu hancur berkeping-keping.

"Hidup lo akan hancur seperti kaca ini Roseanne. Silahkan nikmati semuanya, sebelum lo hancur Sehancur-hancurnya"

Maggie kembali meletakkan pisau itu di atas meja. Lalu beranjak ke kasurnya dan duduk di sana. Ia memilih tidur untuk mengistirahatkan pikirannya sejenak.

Sementara di kamar Rose. Ketiganya masih diam memikirkan ucapan Maggie. Apalagi Rose. Gadis itu berusaha mati-matian menolak untuk tidur di kamar pembantu.

"Pa, gimana sekarang? Kasian Rose yang ketakutan" ujar Clarissayang masih memeluk Clarissa.

Bagas diam, Kemudian ia tersenyum menatao keduanya, "Gini aja, Rose tidur di kamar kita. Kamu sama Rose di kasur, aku tidur di sofa"

Clarissa mengangguk setuju. Mereka membawa Rise ke kamar mereka agar gadis itu tidak ketakutan lagi.

Dalam hati Rose berdecak kecal mengingat Maggie. Gara-gara Maggie ia gagal mendapatkan kamar gadis itu.

"Liat aja Maggie. Kali ini gue boleh gagal, tapi nanti gue pastiin lo sendiri yang angkat kaki dari rumah ini!" Batin Rose tersenyum licik tanpa diketahui siapapun.

Sesampainya di kamar, Clarissa membaringkan Rose dan menyelimuti gadis itu. Ia mengecup dahi Rose dan ikut berbaring di aebalahnya. Begitu pun dengan bagas yang langsung berbaring di Sofa. Ketiganya memutuskan untuk tidur dan Bagas akan memeriksa kejadian ini esok hari bersama orang-oarangnya.

My Roomate is Duda √ [END] [TERBIT]Where stories live. Discover now