Part 04

23.8K 1.3K 3
                                    

Jantung Aluqa berdenyut kencang, tangannya mengepal kuat setelah membuka pintu ruangan yang benar milik sang suami. Masih berada di ambang pintu–mata mereka berdua bertemu dengan ekspresi berbeda.

Di satu sisi Aluqa tidak bisa menahan ekspresi geramnya, di sisi lain Jun tertegun akan sosok yang selama ini tidak pernah peduli dan tiba-tiba seperti sedang marah akan kebersamaan Jun dengan wanita lain. Seperti ... cemburu?

Ah, tidak mungkin. Jun menyingkirkan pemikiran yang tidak masuk akal menurutnya. Lantas apa?

Jun mengernyit heran, tangannya mulai mengibas sebagai syarat pada wanita yang hampir telanjang di depan mejanya untuk pergi.

“Tapi saya belum-”

“Pergi.”

Wanita itu tidak menyangkal lagi, dia beringsut memungut pakaian yang ia lepas sendiri. Setelah itu dia keluar dengan sengaja menabrak batu Aluqa.

“Dasar pengganggu,” ucapnya segera melangkah cepat.

Aluqa kesulitan mengabaikan orang yang menggunjingnya, dia berada dalam emosi yang tidak stabil sekarang. Aluqa berbalik menatap punggung wanita itu, napasnya menggebu ingin mencekik sosok lacur itu. Sampai satu langkahnya ingin mengejar, namun suara Jun berhasil menghentikan niat Aluqa.

“Aku tidak ingat memanggil Office Girls ke sini. Atau kau ini adalah wanita bayaran yang sedang menyamar?” Jun menyunggingkan bibir, dia sengaja menyinggung Aluqa seolah benar-benar tidak mengenalnya.

Shit, melihat bertapa santainya Jun, Aluqa merasa jika harga dirinya sudah terhempas ke dasar jurang–seperti rumor yang beredar.

Aluqa maju, melepas topi serta maskernya. Kemudian dia duduk di depan Jun, dibatasi oleh meja. “Ada hal penting yang ingin kukatan.”

“Lanjutkan.”

Aluqa menarik napas panjang, menenangkan diri agar bisa menyampaikan maksudnya dengan baik. Semoga dengan cara yang baik, Jun akan lebih mengerti.

“Jun, sebelumnya kita sudah sepakat untuk tidak ikut campur urusan satu sama lain. Bagaimana jika ....” Seketika Aluqa berhenti bicara. Jun yang sibuk dengan kertasnya tampak tidak peduli dengan apa yang ingin Aluqa sampaikan. “Aku pergi.” Aluqa beranjak dari tempat. Langkahnya begitu cepat meninggalkan ruangan Jun.

Brak!

Setelah mendengar pintu yang dibanting keras oleh Aluqa pun, Jun tidak menoleh sedikit pun. Namun tangannya mulai menurunkan kertas yang ia pegang, Jun menyandarkan punggungnya ke kursi—menatap langit-langit dan setelah itu dia terkekeh samar.

Selang beberapa detik kemudian, pintu yang di banting keras tadi kembali terbuka. Sosok sekretaris muncul di baliknya, sepanjang langkahnya dia menatap aneh akan Jun yang tertawa namun menimbulkan kesan horor bagi Zin.

“Dia lari dengan cepat tadi,” lapor Zin. Tidak usah ditanyakan siapa yang dimaksud, tentu saja Aluqa.

Jun berhenti terkekeh, matanya menatap datar langit-langit—diam tidak mengeluarkan suara.

“Kalau kau terus bersikap seperti ini, lama-lama dia akan kabur. Empat bulan tanpa melarikan diri saja sudah seperti keajaiban.”

Zin menghela napas kesar, Jun tidak merespons dirinya. Entah bagaimana jadinya rumah tangga teman kelasnya plus bosnya itu. Zin tidak mengerti jalan pemikiran Jun.

“Ini dokumen yang kamu minta.” Zin meletakkan sebuah map di atas meja.

Akhirnya Jun memperbaiki posisinya untuk duduk tegap. Sambil membuka lembaran kertas, mata Jun mulai sayu. Zin menggosok matanya, memastikan apa yang ia lihat adalah nyata?

‘Apa-apaan ekpresi itu? Dia sedang sedih?’

“Zin.”

Zin tersentak ketika namanya dipanggil, apa dia ketahuan mengintip wajah lemah sang bos? Matilah!

“Apa?”

“Menurutmu kenapa Aluqa belum kabur hingga detik ini?”

Ya, kenapa? Pertanyaan itu juga sering menghantui Zin. Ternyata Jun juga berpikir demikian. Wanita yang selalu kabur dari masalah, anehnya bertahan di pernikahan yang sama sekali tidak menguntungkan Aluqa.

Dia adalah sosok yang tidak peduli dengan keluarga. Jadi tidak mungkin demi bisnis keluarga, iya, ‘kan?

Bersambung....

Seindah MawarWhere stories live. Discover now