Part 07

21.4K 1K 4
                                    

Kau seperti mawar. Aluqa pernah dipuji seperti itu semasa SD oleh seseorang. Melihat beberapa tangkai mawar di dalam vas, mengingatkan Aluqa akan bertapa merah wajahnya kala itu.

Namun, Aluqa menelan pil pahit ketika sosok yang memujinya tengah menginjak-injak mawar sembari memaki tidak jelas di belakang sekolah.

“Jun ....” gumam Aluqa. Mawar yang hancur itu menggambarkan sosok dirinya. Jika jun membenci mawar, kenapa dia menyebut Aluqa seperti mawar? Apa maksudnya dia membenci Aluqa juga? Sejak itu Aluqa memilih menjaga jarak, tidak jauh namun juga tidak dekat. Entah disengaja atau tidak, mereka selalu berada di sekolah dan kelas yang sama.

Lamunan Aluqa tentang masa lalu buyar ketika mendengar pintu kamar dibuka. Dia menoleh cepat pada sosok yang memperhatikan geraknya dengan tatapan yang jatuh pada lengan Aluqa yang memegang setangkai mawar merah.

Jun mendekat, merampas pelan mawar di tangan Aluqa lalu meletakkannya kembali.

“Mawar adalah tanaman yang berduri, jangan dipegang,” tegur Jun. Kakinya bersiap melangkah ke arah ranjang, setelah itu merebahkan diri telentang merentangkan kedua tangan secara leluasa.

Berduri. Ya, kenapa mawar yang digunakan untuk hiasan masih ada duri di batangnya? Siapa yang menatanya seperti ini? Jika dia seorang pekerja maka Aluqa akan memecatnya.

“Sebelumnya tidak ada bunga di kamar ini. Pelayan tidak mungkin melakukan apa yang tidak diperintahkan. Mungkin ....” Lirikkan Aluqa disadari oleh Jun, dan tentunya Jun paham apa yang dimaksud Aluqa.

“Iya, memang aku yang meletakkannya. Kenapa?”

“....”

Tiba-tiba embusan angin melalui jendela terbuka mengibarkan tirai putih menari dengan lincah. Awan gelap serta guratan cahaya di luar sana menandakan akan ada badai. Aluqa menelan ludah kasar, menahan gemetar tubuhnya—Aluqa hendak menutup jendela itu.

Kenapa jaraknya terasa jauh? Atau hanya karena Aluqa yang ragu untuk bergerak?

Jun tahu Aluqa takut, namun dia membiarkan Aluqa menyelesaikan niatnya. Dia akan bergerak jika Aluqa meminta tolong. Tetapi apakah wanita ber-ego tinggi seperti Aluqa akan melakukannya?

Sampai pada akhirnya kaki Aluqa lemas dan dia terduduk di lantai hanya dengan dua langkah.

Jun masih tidak bergerak. Dia memandangi Aluqa dengan wajah datar, sementara Aluqa menunduk kaku dengan tubuh yang panas dingin.

“Tolong ... tutup jendelanya,” lirih Aluqa masih dengan posisi yang sama. Pada akhirnya dia menyerah, memperlihatkan sisi lemah yang tidak banyak orang tahu.

Setelah jendela ditutup oleh Jun, Aluqa pun masih tidak dapat mengurangi rasa takutnya. Namun, dia berhasil naik ke atas ranjang dan menyembunyikan tubuh gemetarnya di dalam selimut.

Jun memperhatikan punggung Aluqa, tangannya terkepal kuat menahannya untuk tidak terulur menyentuh Aluqa. Ingin menenangkan gadis itu namun Jun mungkin akan membuat Aluqa tambah tidak nyaman.

Untuk hari ini saja, tolong peluk aku. Aluqa menangis dalam diam. Bertapa kerasnya hati Jun yang membiarkan Aluqa tenggelam dalam ketakutan, itulah yang Aluqa pikirkan.

Pikiran mereka saling bertentangan, hal itulah yang mempersulit rumah tangga mereka. Tidak saling mengerti, kurang komunikasi, dan selalu berprasangka buruk, pernikahan seperti apa ini?

“Aluqa.”

“....”

Tidak ada jawaban dari Aluqa. Mungkinkah dia sudah tidur? Tapi tubuhnya masih gemetaran.

Aluqa menggigit bibirnya, menahan suara isak yang ingin keluar. Suara sambaran petir di luar menembus masuk ke kamar yang kedap suara. Bertapa parahnya badai di luar sana.

Bersambung....













Seindah MawarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang