Part 22 - Semangat Evans

547 35 2
                                    

Hari-hari telah berlalu, kini Nara sudah mulai bekerja di sekolah lain. Meskipun sekolah itu tergolong sekolah biasa yang tidak sebesar sekolah lama tempatnya mengajar. Tapi Nara senang bekerja di sana, karena di sana semuanya serba baru. Tidak ada orang-orang yang mengenal Nara dan Evans sebelumnya. Jadi Nara bisa terang-terangan mengakui Evans sebagai suaminya.

Evans juga kini sudah mulai kuliah sambil bekerja di salah satu perusahaan milik papanya. Setiap pagi Evans selalu mengantar istrinya kerja sembari ia juga berangkat kerja. Meskipun lelah membagi waktu, tenaga, dan pikiran, tapi Evans senang karena sekarang dia bisa terang-terangan diakui sebagai suami oleh Nara di depan rekan kerjanya.

"Sayang, besok weekend kita jalan-jalan yuk!" ajak Evans.

"Boleh. Emang kamu gak capek? Kamu 'kan harus kuliah," tanya Nara.

"Enggak dong, aku masuk kelas pagi, jadi siangnya kita bisa jalan-jalan sampai malam."

"Oke deh."

Pagi ini seperti biasa Evans mengantar Nara ke sekolah tempat istrinya mengajar.

"Udah sampai, nanti aku jemput yah pulangnya."

"Gak usah, nanti ngerepotin kamu harus bolak-balik kantor. Gak enak juga sama orang kantor, masa mentang-mentang anaknya yang punya perusahaan jadi seenaknya pergi ke luar disaat jam kerja."

"Biarin, lagian papa juga gak protes, aku udah minta ijin sama papa." Evans yang memang pada dasarnya tidak pernah peduli akan omongan orang, tentu saja cuek.

"Kapan-kapan aja kalau kebetulan pulangnya bareng. Hari ini aku pulang cepat, jam tiga udah pulang. Aku naik ojek aja, nanti kalau kamu nurut, pulangnya aku masakin makanan kesukaan kamu deh." Nara membujuk suaminya.

"Hmm, oke deh." Dengan terpaksa Evans setuju.

Nara tersenyum, ia kemudian meraih tangan Evans untuk berpamitan. Karena saat ini mereka sudah berada di depan sekolah tempat Nara mengajar.

Nara mencium punggung tangan suaminya. "Aku masuk duluan yah, kamu semangat kerjanya."

Evans tersenyum, ternyata hal kecil begini sudah membuatnya bahagia. "Kamu juga semangat ngajarnya, kalau ada murid atau guru yang gatel deketin kamu. Bilang aja kamu gak minat, karena kamu sudah punya suami setampan aku." Dengan percaya diri Evans mengatakan hal itu.

Nara tak kuasa menahan tawa. "Haha, iya, lagian siapa juga yang mau gatelin aku."

"Kamu mah gak sadar, dulu di sekolah aja banyak murid cowok yang suka sama kamu. Terus si pak Brian itu 'kan juga suka kamu. Susah banget punya istri cantik, bawaannya gak tenang."

Ucapan protektif Evans semakin membuat Nara tertawa geli. "Apaan sih, ngaco aja kamu. Kamu tuh yang harusnya jaga diri, awas aja kamu tergoda sama cewek di kantor. Apalagi di kampus, pasti ceweknya cantik-cantik, udah gitu masih muda." Nara balik meledek Evans.

"Gak akan, ngapain aku tergoda. Istriku aja secantik bidadari."

"Dih, jago banget gombalnya. Awas aja kalau kamu jadi kaya Elvano."

"Aku serius, Sayang. Gak bakalan, kalau aku kaya Elvano, gak mungkin selama ini aku jomblo."

"Hmm, ya udah hati-hati di jalan."

Evans mengecup kening istrinya. "Siap, Sayang." Setelah itu Nara ke luar dari mobil.

Evans bergegas melajukan mobilnya ke kantor. Sedangkan Nara berjalan memasuki gerbang.

"Bu Nara!" panggil salah satu rekan kerjanya.

"Eh, Pak Ismail, selamat pagi." Nara menyapa rekannya dengan sopan.

Suamiku Murid NakalkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang