Part 23- Time skip

211 19 1
                                    

Dua tahun sudah berlalu.

Yang namanya kehidupan tidak selamanya mulus-mulus saja, pasti ada masa di mana masalah datang. Sama seperti dalam hidup Nara dan juga Evans, kini Evans sedang berada dimasa-masa emosional.

Jiwanya yang tadinya bebas, teman seumurannya yang masih bebas haha hihi nongkrong sana-sini. Sedangkan kebebasan Evans sekarang sudah tidak sama seperti dulu. Dia harus pusing memikirkan perusahaan, ditambah untuk kuliah, dan mengatur waktu untuk keluarga. Evans bahkan tidak pernah lagi ke luar nongkrong bersama teman-temannya.

Evans tidak menyesali pilihannya untuk menikah muda, dia hanya merasa kaget saja dengan perubahan hidupnya.

"Bocah ingusan yang bahkan belum lulus kuliah, malah diberikan jabatan tinggi mentang-mentang anak yang punya perusahaan. Lihat, yang ada semuanya jadi kacau. Bisa-bisanya proyek baru kali ini bocor ke perusahaan saingan."

"Iya yah, aturan lulus kuliah dulu gitu. Kalau mau tetap kerja sambil kuliah, taruh dibagian bawah dulu buat belajar."

"Ya, begitulah kapitalis, kita yang mati-matian kerja keras saja gak naik-naik jabatannya. Enak banget jadi anak bos."

Terdengar para karyawan sedang berbincang di pantry, secara tidak sengaja Evans mendengarnya. Ini bukan pertama kalinya Evans tanpa sengaja mendengar dirinya dibicarakan buruk di belakang oleh para karyawan.

Biarpun Evans cuek dan bodo amat, tapi terkadang dia juga merasakan sakit hati atas ejekan orang-orang kantor. Evans memilih pergi dan berusaha untuk tidak memasukannya ke dalam hati.

Evans lebih memilih untuk menyelesaikan masalah-masalah kantor yang membuatnya sakit kepala akhir-akhir ini. Dia merasa seperti masalah datang bertubi-tubi, semua yang Evans kerjakan berantakan.

Saat berada di ruangannya, asisten Evans datang dengan raut wajah yang kurang mengenakan. Sepertinya ada berita buruk yang ia bawa.

"Kenapa, Dan?" tanya Evans pada Ardan.

"Calon investor kita tidak jadi berinvestasi, Pak. Mereka malah tiba-tiba putar haluan memihak perusahaan lain."

"Apa? Kenapa bisa begitu?!" pekik Evans kaget.

"Saya tidak tahu, Pak. Seharusnya hari ini kita bertemu mereka untuk meeting dan tanda tangan kontrak. Tapi tiba-tiba saja mereka menghubungi kalau mereka mau membatalkan rencana investasinya." Ardan menjelaskan.

"Hah, mereka bahkan memutuskan tanpa mendengarkan presentasi kita lebih dulu. Apa-apan ini?!" kesal Evans sambil melepas dan melepar jasnya ke lantai.

"Tadi saya sudah mencoba membujuk mereka agar bertemu kita terlebih dahulu, tapi mereka menolak."

"Biar saya yang mencoba membujuknya."

Evans kemudian mencoba menghubungi calon klien yang membatalkan janji temu itu. Meskipun ia sudah berusaha membujuk mereka untuk bertemu, tapi ternyata mereka tetap pada pendiriannya.

Evans tidak habis pikir, masalah satu belum selesai, ada lagi masalah lain. Kepalanya serasa mau pecah, padahal Evans juga sedang kejar target ingin buru-buru lulus kuliah. Tapi kini pikirannya harus ruwet bercabang-cabang.

"Ah, sial, kenapa semuanya berantakan!" kesal Evans.

Evans sampai harus lembur, malam harinya dia pulang ke rumah, rasanya Evans ingin bertemu Nara untuk menenangkan dirinya.

"Sayang, aku pulang."

Evans senang melihat Nara menyambutnya dengan tersenyum manis. Nara bahkan sudah menyiapkan makan malam untuk mereka.

"Kamu pasti lelah, gimana hari ini kerjanya di kantor?"

Nara membantu Evans melepas jasnya, serta mengambil tas kantor Evans.

Suamiku Murid NakalkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang