18

418 13 4
                                    

Haii!!

Btw saya rindu Lino(ू˃̣̣̣̣̣̣︿˂̣̣̣̣̣̣ ू)

Yaudah, Happy Reading!!


"Ini bukan kamu yang dulu, aku rindu kamu yang dulu No,"

(❁´◡'❁)

"Heh curut! Lo mau kemana pagi-pagi? Nggak jadi berangkat sama gue?" Dewa mengerutkan dahi ketika sorot matanya menangkap sosok Nando yang siap dengan motornya.

"Kepo lo!" timpal Nando. Lantas dia mengenakan helm fullface yang memang sudah berada di tangan.

Dewa berdecih. Giliran ada mau-nya aja ngemis-ngemis.

Tak lama setelah itu Nando menancap gas siap membelah jalanan pagi. Nando memang jarang memakai motor gede miliknya, dia lebih sering nebeng Dewa ataupun Tama. Katanya sih biar ngirit pengeluaran, secara 'kan Nando nggak punya sumber penghasilan tetap kecuali uang bulanan yang diberikan Mario.

"Tumben curut bawa motor sendiri," celetuk Tama tiba-tiba.

Dewa menoleh pada sumber suara. Ia mengedikkan bahu, "nggak tau gue. Ditanya nggak dijawab." Balasnya. Lalu Dewa kembali berkutat dengan helmnya.

Tama hanya menghela napas lantas kembali melanjutkan aktivitasnya.

(❁´◡'❁)

"Lea!" seru Tama sembari melangkah cepat menghampiri Lea yang berjalan beberapa meter di depannya.

Gadis itupun menghentikan langkahnya. Dengan air wajah malas, Lea menoleh ke belakang dan hanya mengangkat satu alisnya sebagai jawaban.

"Jawab kek," cibir Tama kesal. Lelaki itu sudah berada di samping Lea.

"Apa?" Nada suara Lea jelas terdengar jengah. Mungkin memang gadis itu sedang tidak ingin diganggu.

"Lo masih sedih? Kalo masih gue siap pinjamin bahu gue buat lo," celetuk Tama membuat Lea mendelikkan matanya.

"Gue punya Lino ya!"  bantahnya. Tidak ada siapapun yang bisa menggantikan posisi Lino dalam diri Lea. Meski hanya hal sepele namun Lea tidak akan mengiyakan tawaran Tama. Bahunya juga masih cukup kokoh untuk menopang bebannya sendiri.

"Dih. Emang Lino mau nawarin bahunya buat lo? Jangan ngarep, deh. Dia itu cuma kasih sandaran ke Mulan bukan ke lo." Tanpa sadar Tama menyerocos ala-ala emak komplek yang julid.

Lea memanas. Memang benar Lino tidak akan lagi memberikan bahunya untuk Lea dengan cuma-cuma. Tapi, apa harus memberikan tamparan dengan sebuah kata-kata?

"Bisa nggak, sih?! Jangan bikin gue tambah nggak mood gara-gara omongan lo," sewot Lea. Gadis itu hendak melanjutkan laju kakinya namun, pergelangan tangan Lea justru dicekal oleh Tama hingga gadis itu kembali berhenti.

"Mau lo apa sih?" sewot Lea ke dua kalinya.

Sedangkan Tama hanya diam sembari memberikan tatapan dalam. Tama menaikkan satu sudut bibirnya membentuk senyum smirk.

Marselino [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang