10. Demam Ringan

4 2 0
                                    

Gaven kembali untuk meminta bantuan Sekya agar membuatkan obat pereda demam untuk Calista. Sebelumnya, saat itu Calista menolak agar Gaven tidak repot-repot membantunya yang hanya sedang demam ringan. Namun, Gaven tetap ingin membantu Calista. Tak ada yang bisa dilakukan Calista selain mengiyakan dan berterima kasih. Gaven lalu menemui Sekya yang tengah merapikan ruangan medisnya. Ia bercerita tentang Calista yang demam, lalu Sekya segera membuatkan obat untuk Calista.

"Kau masih belum bicara dengan Zeryon? Kalian masih berdiam diri seperti ini?" tanya Sekya sambil menatap Gaven.

"Ya, sepertinya begitu ...,"

Sekya menghela napas setelah mendengar jawaban Gaven.

"Kau begitu khawatir dengan deman Calista. Namun, pernahkah kau berpikir tentang penyakit yang sedang diderita Zeryon?" tanya Sekya yang membuat Gaven terkejut.

"Penyakit? Apa maksudmu? Zeryon sakit?"

Sekya terdiam sesaat. Namun, karena Gaven yang memaksanya untuk menjawab, ia pun mulai menceritakan tentang kondisi Zeryon saat ini.

"Legenda tentang tanda yang muncul di bahu kesatria, sebuah tanda berbentuk bunga, itu muncul dan kini berada di bahu Zeryon. Kesatria yang memiliki tanda itu memiliki tugas yang berat, karena ia akan diberikan kekuatan untuk melawan musuh utama, pemimpin dari pada kelompok pencari tumbal. Bagi mereka yang tak bisa menggunakan kekuatan itu, dan memutuskan untuk berdiam diri, maka ia akan mati dengan tubuh yang membusuk. Semua kesatria yang dulunya tak ingin melawan pemimpin utama musuh kita, mereka mati bunuh diri karena tubuhnya membusuk. Namun, dulunya ada satu kesatria yang mendapat tanda dan berniat untuk membunuh pemimpin utama, tetapi karena ia tak menemukan markas musuh, ia mati membusuk seperti yang lain. Zeryon juga begitu. Ia bertambah kuat, dan berniat untuk membunuh pemimpin utama. Hanya saja, ia sampai saat ini tak bisa menemukan markas musuh. Ketika siang, ia mencoba untuk mencari banyak informasi agar bisa menemukan markasnya. Kau tahu, saat ini, Zeryon perlahan kehilangan fungsi organ dalamnya. Ia kesusahan setiap saat, tetapi ia tak menceritakan semua tentang ini padamu. Aku selama ini membantunya agar dia bisa membaik, tetapi seperti itu tak banyak berguna."

Setelah mendengar beberapa penjelasan dari Sekya, Gaven memutuskan untuk bertemu dengan Zeryon yang tengah menyendiri di ladang dandelion. Hari sudah gelap, tak ada satupun yang bisa dilihat, selain bintang-bintang di langit. Di sana, Zeryon memikirkan beberapa hal mengenai Calista, dan sepertinya ia merasa bersalah telah membuatnya dalam posisi yang sulit. Dan di tengah-tengah lamunannya, ia mendengar bisik-bisik yang sumbernya entah dari mana.

Zeryon, kau harus bahagia. Zeryon, lupakan aku! Kau harus bahagia.

Rasa penasaran Zeryon akan sumber suara itu hilang, ketika ia melihat sosok yang sepertinya adalah Gaven mendekat ke arahnya.

"Zeryon!"

Zeryon menoleh ke arah temannya itu dan membalas, "ya?"

"Sekya memintaku untuk mencarimu. Pulanglah, dan makan."

Anggukan kepala menjadi balasan untuk kata-kata Gaven saat ini. Zeryon mengunci bibirnya saat itu kepada Gaven.

"Hei, Zeryon, aku minta maaf soal kemarin. Aku telah marah padamu. Aku benar-benar minta maaf. Tolong maafkan aku!"

Zeryon membalas dengan anggukan kepala.

"Baiklah, kau tahu kalau aku sangat menghargai wanita. Aku benar-benar tidak ingin ada wanita yang disakiti. Aku terbawa emosi kemarin. Namun, sepertinya aku tahu maksudmu melakukan hal ini pada Calista. Kau tidak ingin dia jadi kesatria, kan?"

"Oh, ya, Calista sedang demam. Kalau kau ingin mengunjunginya, silakan," lanjut Gaven memberitahu.

"Aku akan menemuinya sebentar lagi. Aku ingin menyampaikan sesuatu padanya," jawab Zeryon.

Gaven tersenyum. "Ngomong-ngomong, mulai besok aku akan kembali ke kediamanku. Murid-murid sudah tidak ada, jadi, aku ingin tinggal dengan adik-adikku mulai besok. Jangan khawatir, aku akan sering berkunjung. Sampai jumpa, ya!"

"Oh, ya, Zeryon, tolong jangan mati!" kata Gaven kemudian sambil berlalu pergi.

Zeryon terkejut mendengar kata-kata Gaven tersebut. Ia masih saja terdiam saat itu.

Setelah perbincangan singkat dengan Gaven, Zeryon lalu pulang ke kediamannya. Ia mendapati kamar Gaven yang kosong. Gaven benar-benar telah pulang ke kediamannya sendiri. Zeryon lalu menemui Sekya yang tengah melakukan beberapa pekerjaan di dapur. Setelahnya, Zeryon langsung ke rumah Calista sambil membawa obat racikan Sekya, dan sup buatannya sendiri. Calista menyambut kedatangan Zeryon saat itu.

"Suhu tubuhmu sudah turun?" tanya Zeryon tiba-tiba.

Calista sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. "Yah, sepertinya masih belum."

"Tapi aku akan baik-baik saja," lanjutnya.

"Kalau kau sedang sakit, jangan terlalu memaksakan diri seakan kau baik-baik saja. Oh, ya, aku membawakan obat yang dibuatkan Sekya untukmu. Ayo, diminum!" kata Zeryon sambil memberikan sebuah cairan berwarna hijau.

"Biasanya, obat ini pahit sekali. Kau harus meminum air agar bisa menetralkan rasa pahitnya," ucap Zeryon kembali.

Zeryon lalu menuju dapur Calista untuk mengambilkan secangkir air untuknya. Calista benar-benar terkejut dengan tingkah Zeryon saat ini.

"Kak Zeryon, jangan! Aku bisa ambilkan sendiri!"

"Minumlah obatnya sekarang. Ini air untukmu!" Zeryon tiba-tiba muncul sambil membawakan air hangat.

"Baiklah, Kak, terima kasih!" Calista segera meneguk cairan hijau itu. Lidahnya terasa sangat pahit setelah meminum obat tersebut.

Zeryon menempelkan telapak tangannya di kening Calista untuk mengecek suhu tubuhnya. Ia lalu mengelus kepala Calista saat itu. Mata gadis itu melotot karena tak bisa berkata-kata. Calista benar-benar merasa tidak asing dengan hangatnya tangan Zeryon saat itu. Ia merasa seperti merindukan kakaknya saat ini. Calista tiba-tiba menangis karena merindukan ibu dan kakaknya. Tanpa di sadari olehnya, ia memeluk Zeryon saat itu. Zeryon tersenyum hangat ketika Calista memeluknya. Ia membalas pelukan itu dan juga teringat akan kekasihnya, Rora.

"Kalian berdua adalah wanita yang kuat, dan baik hati. Hati kalian begitu rapuh, tetapi kalian memaksakan diri untuk kelihatan sangat kuat," batin Zeryon sambil terbayang akan wajah kekasihnya tersebut.

"Aku minta maaf jika selama ini kau merasa sangat kesulitan," ucap Zeryon saat itu.

"Kau wanita yang kuat. Kau layak menjadi kesatria. Aku minta maaf karena telah membuatmu tertekan. Mari akhiri latihanmu besok, dan jadilah kesatria seperti impianmu selama ini."

"Berhentilah menangis, dan beristirahatlah. Agar tenagamu cepat pulih, aku telah membuatkan sup untukmu," kata Zeryon lagi.

Setelah paksaan dari Zeryon, akhirnya Calista mencicipi sup itu. Ia mengendalikan emosinya saat itu dan mengontrol semua rasa sedihnya. Dirinya yang tadi merasa pusing, kini perlahan membaik karena reaksi obat dari Sekya sebelumnya.

"Ini enak," ujar Calista sambil meminum kuah sup buatan Zeryon.

"Bagaimana Kak Zeryon begitu pandai memasak?" lanjutnya dengan pertanyaan.

Zeryon memperlihatkan senyuman di wajahnya. Ia begitu senang melihat Calista menikmati sup buatannya. "Sebelum menjadi kesatria, dulu aku adalah petani wortel dan kentang. Jadi, aku telah terbiasa membuat sup dari hasil panenku."

Calista mengangguk paham dan melanjutkan menikmati sup yang begitu lezat itu. Setelah selesai makan, Calista merasa mengantuk karena efek lanjutan dari obat buatan Sekya. Ia lalu tertidur setelah berbincang sebentar dengan Zeryon. Zeryon saat itu menggendong Calista dan menidurkannya di ranjang. Ia lalu mengusap pipi Calista dan merasa bahwa suhu tubuh gadis itu telah turun. Zeryon kemudian menyelimuti Calista dengan selimut berwarna kuning. Ia mengucapkan beberapa kalimat kepada Calista yang telah tertidur lelap.

"Mimpi indah, ya?"

"Calista, ini mungkin agak aneh, tetapi aku mungkin ... perlahan menyukai dirimu."

"Aku mencintaimu!"

***


Kesatria DandelionМесто, где живут истории. Откройте их для себя