26. Demam tinggi

6K 635 144
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul 2 dini hari namun Junkyu belum juga bisa terlelap, pemuda itu terus berguling diatas tempat tidur sejak satu jam yang lalu.

Sejak menemui adiknya ia merasa gelisah sebab Haruto benar-benar tak mau berbicara padanya, ia juga sedang berusaha mencari donor mata yang cocok untuk adiknya.

"Arghhhh sialan!"

Kaki si Kim melangkah keluar dari dalam kamar, ia memutuskan untuk berkeliling sebentar menghirup udara malam, namun saat melewati lorong kegaduhan terjadi, Junkyu melihat pintu kamar Jihoon terbuka.

Disana Junkyu melihat dua bodyguard dan satu maid sedang berusaha menenangkan Jihoon yang masih menangis, dari ujung lorong menuju dapur Junkyu melihat Asahi yang berlari sambil membawa kotak p3k.

"Ada apa ini?" Tanya Junkyu ikut masuk melihat Jihoon yang menangis dengan mata terpejam terus memanggil ibunya.

"Badan Jihoon panas Bos, dia daritadi terus mengigau"

Meskipun menangis namun mata Jihoon masih setia terpejam, Junkyu sedikit mencondongkan tubuhnya meletakkan punggung tangan di kening si Park.

"Kalian boleh keluar" perintah Junkyu pada dua bodyguard, maid dan Asahi yang hanya bisa patuh atas perintah atasan mereka.

Junkyu melepaskan plester penurun panas yang ada dikening Jihoon, menggantikannya dengan yang baru.

"Ibu..."

"Ibu..."

"Ji mau ibu.."

Junkyu menghela nafas berat, satu-satunya obat saat ini bukan obat pil ataupun sirup yang bisa membuat Jihoon sembuh, obat yang paling Jihoon butuhkan adalah ibunya sendiri sebab dulu juga pernah terjadi selama hampir satu minggu obat yang diberikan oleh Jeno sama sekali tak mempan.

"Aku harap dia mau mengerti kondisi anaknya"

Junkyu menyimpan ponselnya setelah mengirimkan rekaman dimana Jihoon yang meracau dengan tubuh yang dipenuhi oleh keringat dingin.

"Jihoon?"

Junkyu menepuk kedua pipi Jihoon pelan, pemuda itu berusaha untuk menyadarkan Jihoon setidaknya agar si manis berhenti menangis.

"O-om.."

Mata Jihoon terbuka perlahan, tatapannya terlihat sangat sayu, bibir gemetar menahan dingin di sekujur tubuhnya.

"Hiks ibu!"

Jihoon kembali terisak entah antara sadar dan tak sadar Jihoon memeluk tubuh Junkyu erat dan Junkyu dapat merasakan suhu tubuh Jihoon yang benar-benar panas, deru nafas si Park juga begitu hangat.

Ia tak tahu bagaimana caranya menghentikan tangisan seseorang, sebab sedari dulu Junkyu tak pernah mengerti ketika adiknya sendiri menangis ia hanya terus mengandalkan Jeongwoo.

Jihoon juga terus melantur, mungkin ini efek kondisi tubuhnya yang memburuk.

Jadi dengan ragu Junkyu mengangkat tubuh Jihoon menggendong tubuh si Park, Jihoon tak henti memeluk lehernya menyandarkan kepalanya pada pundak lebar dan terus terisak pelan.

Junkyu tak tahu harus mengatakan apa, ia hanya bisa menggendong tubuh Jihoon dan mengusap lembut punggung yang bergetar hebat akibat tangisan.

Junkyu terus berjalan pelan, mundar mandir berharap tangis Jihoon reda. Hal itu terjadi cukup lama, bahkan tanpa sadar waktu sudah menunjukkan pukul 3 pagi baru Jihoon bisa diam dan terlelap digendong si Kim.

Junkyu membaringkan tubuh itu secara perlahan, ia menarik selimut dan hendak pergi namun Isak tangis Jihoon membuat langkah Junkyu terhenti pemuda itu dengan terpaksa membaringkan tubuhnya disamping Jihoon.

Only Mine [SELESAI]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant