1

701 138 10
                                    

Silla mengembuskan napas kasar. Kepalanya kembali berputar mengingat kenangan satu minggu yang lalu. Kenangan yang amat memalukan dan seharusnya tidak membekas seperti ini di otaknya. Di saat banyak orang dan staff rumah sakit berkeliaran tiba-tiba Dokter Arvin datang memarahinya lalu melempar surat yang ia berikan tepat ke arah wajahnya. Lebih buruk dokter Arvin juga mengatakan untuk tidak bermain-main padanya karena ia tidak tertarik sedikit pun untuk menerima ajakan one night stand yang tertulis di surat itu.

Sialan! Teman-temannya benar-benar menjebak ia untuk di permalukan. Sampai saat ini orang-orang masih menggunjingnya dan beberapa staff rumah sakit yang kurang ajar bahkan meminta padanya secara terang-terangan tidur dengan mereka saja, mereka tidak akan seperti Dokter Arvin yang akan menolak mentah-mentah ajakan tersebut.

Silla hanya mendengkus kesal lalu mencerca mereka bahwa ia tidak pernah mau mengajak lelaki manapun untuk tidur dengannya.

"Silla, kau yakin dengan keputusanmu?"

Lalu suara Mina sahabat yang paling dekat masih sama pekerja magang dengannya terdengar menghampiri. Silla tidak mengindahkan, ia masih membereskan barang-barang nya yang ada di loker untuk dibawa pulang.

Keputusan Silla sudah bulat. Ia tidak mau lagi bekerja di tempat ini. Persetan dengan semua perjuangan yang tidak mudah untuk mendapatkan kerja di sini. Silla baru lulus kuliah D3 keperawatan. Dan sudah beberapa kali mengikuti praktek kerja lapangan. Akhirnya setelah memasukan lamaran ke berbagai rumah sakit besar di kota ini. Ia baru mendapatkan hasil dari jeri payah itu, masuk bekerja di sebuah rumah sakit besar dengan gaji yang cukup menjanjikan apalagi jika ia masuk ke dalam staff tetap, tetapi semua tidak berjalan mulus seperti keinginan Silla. Ia tidak bisa terus bekerja dalam satu rumah sakit bersama dokter sialan bernama Arvin itu. Dokter galak yang tanpa pandang bulu jika memarahi seseorang.

Biarlah ia memikirkan alasan untuk menjelaskan semua ini pada ibunya. Setelah keluar dari rumah sakit ini Silla akan mencoba melamar kembali ke rumah sakit lain. Mungkin saja di luar sana tidak akan semenyebalkan para staff di rumah sakit ini.

"Keputusanku sudah bulat. Aku tidak tahan lagi bekerja di sini."

"Nanti aku sendirian. Gimana jika mereka mulai menargetkan aku seperti apa yang mereka lakukan padamu."

Keluhan Mina membuat Silla berbalik. Menepuk pundak Mina yang tengah menunduk resah. Ia tahu Mina pasti sangat cemas sekarang takut menjadi pengganti Silla yang terus dijebak rekan-rekannya.

"Kalau kamu gak kuat. Seperti aku saja. Angkat kaki dari sini."

"Tetapi bisa mendapatkan pekerjaan di rumah sakit ini sangat sulit."

"Aku yakin masih banyak pekerjaan yang lain yang bisa kita lakukan. Yang terpenting mental terjaga. Tiap hari harus mendapatkan gunjingan di sini aku rasa tidak sanggup lagi menelannya lebih lama. Aku harap kamu di sini mendapatkan perlakuan yang lebih baik."

Embusan napas Mina terdengar pasrah. Berusaha keras pun ia tidak akan bisa membuat Silla mengurungkan niatnya untuk berhenti bekerja di rumah sakit ini.

"Baiklah. Aku tidak akan lagi mencegahmu. Semoga setelah ini kamu langsung mendapatkan pekerjaan dengan rekan yang lebih baik."

Silla tersenyum manis. Wajah wanita itu sangat cantik bahkan baru pertama kali bekerja di rumah sakit ini para staff lelaki sudah banyak yang mendekatinya mungkin karena itu para perawat wanita merasa iri dan mencoba mengerjai Silla dengan menggunakan dokter Arvin yang sudah terkenal berhati dingin, tidak pernah tertarik dengan wanita mana pun.

Dan rencana mereka berhasil sampai Silla mengundurkan diri hingga keluar dari rumah sakit seperti ini.

***

"Kau dengar gosipnya. Hari ini Silla tidak bekerja katanya dia resign. Dan kemarin hari terakhir nya bekerja."

"Sungguh? Mungkin dia malu tidak bisa mengajak dokter Arvin naik ke ranjangnya. Dasar wanita murahan. Memang tidak pantas dia bekerja di sini."

Cekikikan tawa dari para perawat yang ada di meja administrasi membuat Dokter Arvin yang baru saja lewat terdengar mengerutkan kening. Ia tidak mau ambil pusing dengan gosip yang beredar akibat dirinya salah seorang perawat mengundurkan diri. Arvin kembali mengingat kejadian itu dimana ia memarahi seorang perawat habis-habisan karena dengan berani mengajaknya berhubungan badan lewat surat yang di berikannya. Amarahnya langsung tersulut, merasa terhina, dan tidak pantas di lakukan oleh seorang pekerja medis. Bagus jika wanita itu mengundurkan diri jadi ia tidak perlu terganggu dengan ulah wanita itu lagi.

Tidak habis pikir sebenarnya. Ia dari dulu paling tidak suka menjadi pusat perhatian. Image nya sebagai dokter galak membuat semua orang takut padanya. Tetapi wanita itu dengan percaya diri membuat surat berisi ajakan tak senonoh. Arvin menggelengkan kepala. Mungkin dia salah satu pasien rumah sakit jiwa yang entah kenapa harus terdampar di tempat ini.

Arvin berharap ia tidak kembali bertemu dengan spesies wanita seperti itu lagi. Ia ingin hidupnya tenteram tanpa ada pengganggu yang mengusiknya.

Arvin melangkah menuju ruang rawat pasien VVIP. Menemukan ayah dan ibunya tengah menggendong seorang cucu. Ya semalam Lila baru saja melahirkan. Anak laki-laki dan wajahnya mirip sekali dengan Hazel. Arvin menatap sang Ibu dan adiknya yang terlihat tertawa bahagia.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Arvin pada Lila yang langsung disambut senyuman oleh wanita itu.

"Lebih baik. Karena dokter Ayumi menanganiku dengan baik tentunya jadi aku bisa lebih cepat pulih."

Entah kenapa saat mendengar nama Ayumi disebut selalu membuat Arvin berdebar tak karuan. Dari dulu Arvin memang menaruh rasa pada dokter Ayumi, namun ia terlalu gengsi untuk mengakuinya terlebih ia tahu dari gelagat Ayumi saat bertemu dengan Hazel sebagai lelaki ia bisa menebak wanita itu mencintai Hazel. Untuk menutupi hatinya ia hanya bisa bersikap dingin dan tidak memperlihatkan kekaguman pada wanita itu. Cukup perasaan ini ia simpan dalam hati. Jika pun tidak berjodoh dengan dokter Ayumi tidak masalah karena sampai saat ini Arvin belum berpikir untuk menikah.

"Oh Ya." tatapan Lila menatap penuh pertanyaan pada sang kakak. "Aku dengar Dokter menolak seseorang. Apa benar? Tadi mereka bergosip wanita itu sampai keluar dari rumah sakit karena ulah dokter Arvin."

Kening Arvin mengerut. "Kamu tau dari mana?"

"Dari suster yang tadi mengganti cairan infus."

Arvin menghembuskan napas kesalnya. "Mereka seharusnya tidak bergosip di saat jam kerja."

Kini suara Mama Arvin yang terdengar.

"Kamu ini jangan kaku seperti itu. Dengan wajah begitu kamu malah menakuti seorang gadis. Ingat Arvin usiamu sudah pantas menggendong anak seperti Hazel yang baru saja menjadi ayah. Jangan terlalu judes sama perempuan yang menyukai kita. Gimana kalau jodoh. Kamu bisa apa kan? Nanti malah jatohnya nelan ludah sendiri."

Kedua bola mata Arvin berputar malas. "Aku tidak mungkin berjodoh dengan wanita seperti itu. Dia memang pantas mendapatkannya. Masih bagus dia mengundurkan diri dengan suka rela tidak di tendang keluar secara memalukan."

"Memangnya apa sih yang dia lalukan sampai kamu semarah ini?"

Arvin tidak mau memberitahu Najwa dengan detail. Sangat memalukan. Bisa-bisa ia di tertawakan jika berkata jujur karena wanita itu mengajaknya untuk tidur bersama. Arvin memilih mengalihkan pembicaraan.

"Aku harus pergi. Ada jadwal pemeriksaan. Nanti aku kembali."

Belum sempat ibunya mengeluarkan suara. Arvin terlebih dulu keluar dari ruangan Lila tidak mau lagi mendengar ibunya kembali bertanya hal tak penting yang bisa menyebabkan mulut ibunya memuntahkan kata menyebalkan tentang pernikahan dan tetek bengek lainnya.

Bersambung...

Untuk yang mau baca cepat bisa meluncur ke karyakarsa ya. Sudah update di sana sampai bab 8. Jadi untuk update rutin di karyakarsa.

Stuck With YouDonde viven las historias. Descúbrelo ahora