2

457 95 7
                                    

Tatapan Silla terlihat ragu. Menatap sebuah bangunan kecil di depannya. Kontrakan mungil yang selama ini ia tempati dengan ibunya. Di sana terlihat adik Silla tengah bermain, anak perempuan berusia 4 tahun itu tengah bermain boneka lusuh di depan rumah kontrakan. Dari sana Silla merasa jika keputusan yang diambilnya apakah sudah benar?

Mereka dulu tinggal di desa terpencil nekat ngontrak di kota karena Silla mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah sampai akhirnya bisa lulus dengan gelar D3 keperawatan. Tetapi bagi ibunya sudah sangat besar pencapaian itu karena saat ini Silla sudah berhasil mendapat pekerjaan di rumah sakit terkenal di kota tempat mereka bernaung.

Bisa membuktikan pada ayahnya yang telah meninggalkan mereka selama bertahun-tahun, tidak bertanggung jawab pada hidupnya dan hidup adiknya bahwa mereka bisa sukses tanpa jeri payah sang Ayah. Tetapi Silla malah menghancurkan semuanya. Bagaimana ini? Ibunya pasti marah jika tahu saat ini ia sudah keluar dari rumah sakit itu.

Seharusnya kemarin Silla memikirkan ulang tentang ini. Tidak tersulut emosi yang pada akhirnya menghancurkan semuanya.

"Loh kenapa kamu sudah pulang?"

Tiba-tiba Silla terlonjak kaget dari lamunan saat suara seseorang yang sangat di kenalnya menegur dari arah belakang. Silla refleks mengigit bibir bawahnya. Meskipun takut ia tetap harus jujur pada ibunya. Ia kemudian berbalik. Menatap tubuh gempal ibunya yang tengah menjinjing bahan untuk membuat gorengan. Waktu memang sudah siang sepertinya jualan gorengan ibunya kali ini sudah habis terjual hingga beliau berbelanja kebutuhan itu kembali.

Wanita itu mula nya memberikan cengiran tak enak semakin membuat Ibu Silla terlihat tidak sabar atas penjelasan anaknya.

"Kamu ini malah cengar-cengir. Ibu tanya kenapa kamu sudah pulang jam segini?"

"A-anu Bu. Silla memutuskan untuk keluar dari rumah sakit."

"Hah? Maksudmu gimana toh?"

"Silla sudah tidak bekerja di rumah sakit lagi Bu. Silla mengundurkan diri dari sana."

Kedua mata ibu Retno langsung terbelalak lebar. Tanpa pikir panjang wanita gempal itu menggeplak tubuh Putri sulungnya dengan sebuah belanjaan di tangan membuat Silla beberapa kali meringis menghentikan ulah ibunya. Ibu Retno masih tak habis pikir Silla membuang otaknya ke mana? Setelah mendapatkan pekerjaan yang bagus. Dia malah memilih jadi pengangguran.

"Ya Allah kamu ini kenapa toh. Sudah jelas-jelas di sana kamu bisa mendapatkan pekerjaan Bagus. Rumah sakitnya juga terkenal dengan gaji nya yang besar malah nekat mengundurkan diri seperti ini. Mau buat Ibu jantungan hah? Seenaknya membuat keputusan tanpa bertanya dulu pada ibu? Sekarang kamu mau kerja apa? Mau jadi pengangguran? Lalu ijazah mu yang tinggi itu mau di kemanakan mau ibu bakar atau jadi bungkus gorengan?"

Silla tahu ibunya marah. Tetapi ia tidak bisa diam saja. Silla keluar bukan tanpa alasan. Ia di sana selalu menjadi target perundungan, selalu ia yang dijebak mereka untuk mengerjakan sesuatu dan terakhir memalukan nama baiknya di depan seluruh para staff rumah sakit. Bagaimana mungkin Silla hanya diam saja, dan pasrah diperlakukan buruk seperti itu.

"Aku juga melakukan ini karena terpaksa. Aku sudah tidak betah kerja di sana Bu. Mereka memperlakukan aku dengan buruk. Aku tidak punya pilihan lagi selain keluar dari pekerjaan itu. Tapi aku janji akan cari kerja lagi di rumah sakit lain. Ibu jangan khawatir anakmu ini tidak akan jadi pengangguran. Seperti tujuan awal kita akan sukses Bu."

Helaan napas Bu Retno terdengar. "Terserah kamu. Ibu tidak mau tahu setelah ini harus dapat kerja lagi. Jangan sampai orang sekampung tahu kamu kuliah hanya untuk jadi pengangguran. Kalau gitu sudah aja dari dulu tidak usah kuliah bantu ibu dagang gorengan saja. Meskipun biaya kuliah kamu gratis tetapi tetap saja selama ini ibu berjuang untuk kamu agar bisa kuliah dengan nyaman dan keperluan kamu semuanya terpenuhi semua tidak mudah."

"Iya Silla tahu. Maaf ya Bu sudah membuat Ibu kecewa. Silla akan berjuang lagi untuk mendapatkan pekerjaan baru."

"Yasudah sekarang masuk. Lalu makan siang, ajak Liyana juga."

Anggukan Silla mengakhiri percakapan mereka. Silla melangkah mengekori tubuh ibunya sambil menghela napas lega. Meskipun ia mendapatkan geplakan kasar dari tepung terigu yang lumayan sakit mengenai lengannya tetapi itu bisa disyukuri saat ibunya marah malah lebih menyeramkan. Dulu saat SD ia tidak mau sekolah ibunya datang ke kamar menyiramkan air satu ember ke wajahhya sampai Silla langsung terbangun dan mau tidak mau mandi lalu berangkat sekolah secara terpaksa. Tetapi ia tahu sikap ibunya yang keras hanya bertujuan untuk membuat dirinya tidak menjadi wanita lemah. Karena mereka dari dulu tinggal tanpa seorang pemimpin rumah tangga ayahnya pergi meninggalkan mereka tanpa alasan. Jadi Silla di didik untuk menjadi kuat dari kecil.

Tetapi sayangnya hari ini dia kalah. Karena dokter galak sialan itu dia malah menghancurkan karier pekerjaannya sendiri.

***

Sudah dua minggu berlalu Silla tak kunjung mendapatkan panggilan untuk bekerja. Berbagai lamaran sudah ia masukan ke beberapa rumah sakit bahkan sampai klinik tetapi sampai saat ini ia masih belum menemukan pekerjaan. Betul kata Mina. Seharusnya ia memikirkan kembali dengan matang karena mencari kerja di kota besar itu tidak semudah menempel poster iklan di jalan.

Selama ia menganggur Silla membantu berjualan gorengan. Hari ini ia membawa box plastik berisi berbagai gorengan hasil masakan ibunya. Ia menyusuri tiap jalan untuk menjajakan dagangannya. Gorengan ini masih tersisa banyak. Ketika lampu merah, Silla buru-buru masuk ke jalan raya menawarkan apa yang dibawanya.

Tak sedikit yang menolak dan tak sedikit pula pria hidung belang yang melihat kecantikan Silla dengan kulit putih mulusnya terbakar sinar matahari membuat mereka membeli gorengan Silla sembari menanyakan nomor handphone dan apapun lah yang tak penting membuat Silla hanya tersenyum ramah lalu berterima kasih dan bergegas kembali ke trotoar jalan saat lampu berubah kembali menjadi hijau.

"Huh benar kata Ibu. Kenapa kemarin aku bodoh sekali menyianyiakan kesempatan besar di rumah sakit itu. Seharusnya aku bisa kuat dan bertahan. Dan membuktikan pada Dokter Arvin jika itu bukanlah keinginanku. Sialan! Semuanya gara-gara wanita-wanita sok cantik itu. Mereka semua yang membuatku seperti ini."

Silla menendang satu kerikil dengan napas memburu dan kesal. Saking kerasnya tendangan itu sampai mengenai kaca salah satu mobil yang terparkir. Oh Tuhan Silla terbelalak menyadari ada satu goresan pecah di sana bagaimana ini. Mobil itu terlihat sangat mahal. Jika orang pemilik mobil ini tahu kemungkinan ia akan disuruh ganti rugi. Silla tidak mau itu terjadi bahkan uang hasil berjualan gorengan tidak akan bisa menutupi kerugiannya. Lebih baik ia kabur.

Namun belum sempat kakinya lari kocar-kacir sebuah tangan berhasil mencegatnya dan kemudian mata Silla terlonjak kaget saat mendengar suara menyeramkan itu.

"Berani sekali kau kabur setelah merusak kaca mobilku."

Sialan! Silla sangat mengenali suara ini. Suara galak yang berberapa minggu lalu memarahinya dan membuat dirinya digunjing di seluruh rumah sakit.

Bukankah suara itu milik dokter Arvin?

Oh, kesialan apa lagi yang akan terjadi kenapa di bumi yang luas ini ia harus kembali terjebak masalah dengan dokter Arvin.

Bersambung...

Tolong ramaikan dengan vote & komen.

Stuck With YouWhere stories live. Discover now