6

475 107 6
                                    

Benar kata Bu Mirna Dokter Arvin tidak semenyeramkan itu jika ia tidak melakukan kesalahan. Pekerjaanya berjalan lancar. Ditambah dari pagi sampe sore ini telinganya masih aman tidak rusak akibat diteriaki mulut dokter Arvin yang galak. Mungkin mood lelaki ini sedang baik atau pekerjaan Silla yang Bagus sehingga membuat dokter Arvin puas dan tidak marah-marah.

Di balik sifat tempramental dan galaknya Silla menemukan sisi lain dari diri dokter Arvin. Lelaki itu cukup terkenal di kalangan ibu-ibu.

Beberapa kali Silla menangkap orang tua pasien yang berharap bisa menjodohkan Putri mereka dengan dokter Arvin, Silla kira hal itu terjadi hanya pada dokter Hazel saja yang sudah terkenal dengan ketampanannya yang banyak membuat ibu-ibu menginginkan menantu seperti dokter Hazel. Tetapi ternyata Dokter Arvin juga memiliki penggemar ibu-ibu yang banyak.

Padahal jika mereka tahu watak dokter Arvin sebenarnya Silla yakin mereka pasti tidak akan mungkin mau memberikan Putri kesayangan mereka untuk dinikahi pria dingin seperti dokter Arvin. Bisa jadi Putri mereka berakhir frustasi karena setiap hari selalu di marahi tiap melakukan kesalahan.

Tetapi apa mungkin ya Dokter Arvin bisa berprilaku sebaliknya pada isterinya nanti. Karena Silla suka membaca novel jika pria berhati dingin akan kalah jika sudah jatuh Cinta. Bucinnya akan melebihi pria biasa. Hanya saja itu hanya dalam novel kan, di dunia nyata mana ada pria seperti itu.

Apa lagi dokter Arvin yang galak tidak mungkin lah dia berubah jadi bucin. Ia bahkan tidak pernah memikirkan Cinta dan pernikahan dalam otaknya hanya ada kerja, kerja dan kerja. Silla rasa hal itu sangat mustahil terjadi pada dokter Arvin.

“Dokter, bagaimana mau berkenalan dengan anak saya?”

Pertanyaan seorang wanita paruh baya masih terdengar di telinga Silla, ia gemas sendiri jadinya, karena sedari tadi dokter Arvin hanya diam tanpa niat menimpali ucapan wanita tua yang terbaring di atas ranjang rumah sakit. Apa salahnya bersikap ramah sedikit, berikan seulas senyum lalu jawab dengan nada baik. Tetapi Dokter Arvin terlihat tidak berniat meladeni ia lebih fokus memeriksa bekas jahitan di bagian perut ibu tersebut.

“Dokter kenapa tidak jawab? Dokter tidak mau dengan anak saya? Anak saya cantik loh. Lulusan sarjana kedokteran juga. Cuman dia kerja jadi dokter spesialis anak. Akan sangat cocok jika bersanding dengan dokter Arvin.”

“Maaf. Saya tidak tertarik.”

Begitulah akhir dari percakapan tersebut. Sehingga Silla memberikan senyum tidak enak pada ibu tadi yang langsung menatap Dokter Arvin tengah berlalu setelah menyelesaikan pekerjaannya dengan raut tak ramah tidak seperti sebelumnya yang banyak tersenyum dan menatap kagum dokter Arvin. Silla buru-buru mengejar sang dokter, mereka berjalan beriringan menuju ruangan dokter Arvin. Pekerjaan terakhir mereka sudah selesai. Akhirnya Silla bisa pulang dan mengistirahatkan tubuhnya dengan nyaman.

Selagi kakinya melangkah. Kedua mata Silla melirik Dokter Arvin yang sedang menerima panggilan telepon sepertinya dari ibunya karena Silla mendengar jelas panggilan Mama yang di sebut dokter Arvin.

“Halo Ma?”

“Halo Nak. Besok malam mau kan pergi menemui anak teman Mama?”

Kening Arvin refleks mengerut. “Menemui anak temen Mama, siapa?”

“Itu Dini, yang dulu pernah main ke rumah.”

Arvin menghela napas berat. Ia tahu maksud dari ucapan ibu nya. Mempertemukan ia dengan Dini, wanita cantik yang pernah teman ibunya bawa ke rumah dulu. Pasti di suruh untuk berkenalan dan jika mereka cocok bisa berlanjut menjadi hubungan yang serius. Padahal Arvin sudah bilang beberapa kali pada ibunya untuk tidak menjodohkan dirinya pada seseorang. Ia bisa mencari calon pendamping nya sendiri. Dan untuk sekarang ia belum siap menikah apalagi menjalin hubungan dengan wanita.

“Untuk apa Mama melakukan itu? Sudah kubilang kan aku bisa cari sendiri. Jadi stop menjodohkan aku dengan wanita lagi.”

“Mama hanya khawatir, kamu belum pernah mengenalkan seseorang pada Mama. Mama takut kamu malah gak tertarik sama perempuan. Mama sama Ayah ingin juga punya cucu dari kamu.”

“Bukan kah sekarang kalian sudah punya cucu. Untuk apa masih mengharapkan cucu dariku.”

Silla mengigit bibir bawahnya. Gawat, dari nada bicara nya dokter Arvin seolah tengah kesal. Sebenarnya ia tidak berniat menguping namun percakapan itu sedikit terdengar jelas di telinga Silla karena tubuh Silla yang cukup dekat dengan posisi dokter Arvin. Untung saja pekerjaannya kali ini sudah selesai, entah jika masih lama sangat menyeramkan harus bekerja di bawah mood lelaki ini yang sedang buruk.

“Mama tidak perlu menjodohkanku dengan seseorang. Lihat saja nanti. Aku pasti akan membawa seseorang untuk ku kenal kan. Mama sabar sedikit.”

“Arvin Mama harap kamu mengerti mengapa Mama melakukan ini. Mama terlalu khawatir.”

“Iya aku tau. Mama tidak perlu khawatir. Kalau begitu aku tutup telepon nya. Nanti aku hubungi lagi.”

Arvin dengan cepat menutup panggilan ibunya. Kesal kenapa ibu nya harus melakukan itu. Sudah Arvin bilang jika saat ini ia belum siap menikah atau menjalin hubungan dengan wanita lain. Memang ada wanita yang ia kagumi, yang ingin ia gapai dan menjadikan miliknya seorang tapi nanti, Arvin perlu banyak waktu untuk mempersiapkan strategi agar bisa mendapatkan nya. Karena cukup sulit, wanita yang ia cintai masih terikat hati dengan pria lain. Maka nya sampai saat ini Arvin diam dan tidak terlalu peduli terhadap percintaan. Karena ia sedang menunggu dokter Ayumi bisa melupakan Hazel dan menerima dirinya sebagai pria baru yang akan menetap di hatinya nanti. Setelah itu terjadi baru ia akan membawanya pada keluarga besar, memperkenalkan Ayumi sebagai calon istrinya.

Hanya satu yang perlu ibunya lakukan sekarang. Sabar, agar kelak ia bisa memberikan menantu terbaik untuk ayah dan ibu nya.

Kedua bola mata Arvin tak sengaja melirik wanita di sampingnya yang tengah menatap Arvin. Kening Arvin langsung mengerut, sedari tadi ia tidak sadar jika Silla ada di samping tubuhnya berjalan beriringan dengannya. Apa wanita ini menguping semua percakapan ia dengan ibunya?

“Kamu menguping?” tanya Arvin marah.

Refleks Silla langsung menggeleng sambil mengibaskan kedua tangannya.

“E-enggak kok Dok. Saya gak denger apa-apa. Kalau begitu saya duluan ya Dok. Saya harus segera pulang takutnya ketinggalan Bis.”

Belum sempat Arvin kembali membuka mulut secepat kilat Silla sudah berlari kocar-kacir memasuki ruangan milik nya lalu kembali keluar dengan tas yang sudah tersampir di bahu. Wanita itu sempat membungkuk sopan ke arahnya sambil berpamitan dan Arvin hanya bisa menatap punggung sempit Silla yang sudah berjalan menjauh menuju pintu lobby rumah sakit.

Bersambung...

Stuck With YouOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz