𖧷 28. Berteman 𖧷

9.8K 982 90
                                    

Jendra:

Gue tertampar omongannya Tara. Dia bener tentang gue. Gue tolol! Gue merusak masa depan seorang bocah karena keegoisan gue sendiri.

Aksa bukan bocah biasa yang tau merengek manja doang. Dia sudah punya apa yang harus diperjuangkan. Adalah salah ketika gue berani mencampuri impiannya. Gue sok menawarkan perlindungan, padahal gue sendiri yang menggadaikan impiannya demi keserakahan gue akan cemaranya keluarga.

Gue bukan gak cinta sama Aksa. Gue sayang banget sama dia. Cinta pun gue rasa iya. Tapi gue gak yakin apa gue bisa bareng dia selamanya? Gue takut, gue justru akan berakhir lebih melukainya.

Keluarga gue hancur, gue cuma punya mimpi ingin bahagia dengan keluarga kecil yang akan gue bangun nanti.

Aksa?

Kenapa justru dia sekarang yang menguasai perasaan gue?

♡♥︎


Gue pulang bawa medali perak. Dari tiga nomor yang gue ikuti, gue cuma dapet ini. Yah, itupun sudah bahagia pake banget. Lumayan lah ya, buat pemula kayak gue. Gue janji akan coba yang terbaik lagi di event selanjutnya.

Sampai rumah udah malam. Hujan, makanya gue naik Gocar. Pas nyampe depan rumah, gue lihat ada mobilnya abang, jadi gue semangat banget. Turun tanpa nungguin bapak Gocar-nya ambilin payung.

"Abaaang.... Bang Jendra..." gue nyariin dia begitu buka pintu. "Abang mana Mak?" tanya ke mamak. Mamak baru keluar kamar setelah mendengar teriakan gue.

"Lho kok hujan-hujan tho Le?" mamak ngusap-usap rambut gue. Emang basah, dikit doang.

"Dari depan doang kok mak," jelas gue soal kehujanan. "Abang mana? Di kamar ya? Gumil mau pamer medali, Mak." gue lari ke tangga, mau nyamperin abang di kamarnya.

"Masmu kan ke Bogor, pulangnya besok." terang mamak.

Gue langsung berhenti. "Kan, semalem baru pulang. Kok udah pergi lagi?" kecewa, sekali lagi. Gue tau abang tadi mau pergi, tapi gak tau mau nginep lagi.

"Kan pulang cuma sebentar. Setelah kamu berangkat tadi, masmu juga berangkat. Ke Bogor. Pamit sama Mamak sih nginep."

"Mobilnya ada." kata gue lirih, sedikit membela diri kenapa berfikir abang di rumah.

"Dijemput temennya."

"Ooh,"

"Memangnya gak ngabarin kamu?"

Gue menggeleng. Gue memang gak terlalu bersahabat sama HP. Terakhir gue cek, abang gak ada chat ataupun call. Dari sejak pisah tadi, cuma ada chat: Fighting! Gue bales, gak dibales lagi. Ini pun gue cek, tetap sama.

"Telpon saja. Masmu pasti seneng kamu menang. Dia cuma lagi sibuk."

"Iya Mak, nanti ditelpon kok." ucap gue sambil nerusin jalan naik tangga.

Sesibuk itukah abang? Katanya kangen, tapi sekarang macam amnesia.

Marah kah? Karena gue kiss tadi pagi? Masa iya?

Hari Minggu gue biasa aja. Masih nunggu abang yang belum pulang.

Satu chat doang yang  gue terima tadi malem:

Gimana lombanya?

Dan gue gak bales. Dia gak ngejar. Kayaknya kita masih di kondisi yang merenggang. Pelukan kemarin gak ada artinya sama sekali. Fuck kata gue mah!

Gue biasanya bukan bocah gabut di akhir pekan. Gue selalu rajin, entah itu baking, atau cuma sekedar buka video kiriman dari sekolah gue di Singapore.

RAKSA (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang