04 BIRAWA

289 50 12
                                    

Langkah nya terkesan tegas dengan rahang yang mengeras dia membuka kasar pintu ruang kerja papa nya.

Matanya seperti burung elang yang sedang mencari mangsa nya.

"Dimana sopan santun mu?" Datar Arya menatap pada putra pertama nya.

"Bajingan." Desis nya.

"Birawa!" Tegur Carissa yang berdiri di belakang putra nya.

Dengan perlahan dia memegang lengan putra nya dan menatap dengan lembut, "Kenapa sayang? Kau baru pulang tapi penuh dengan emosi, apakah ada masalah?" Tanya nya lembut.

Birawa menyentak tangan mama nya dan menatap wanita itu dengan tajam.

"Bira jangan kasar pada istriku." Peringat Arya pada putra nya. Anak nya yang satu ini sangat mirip dengan nya yang selalu bersikap penuh emosi dalam menghadapi apapun.

Birawa terkekeh kecil dengan wajah yang pongah dia menatap pada Arya, papa nya.

"Berhenti memukuli adik ku! Kau membuat nya di ambang kematian, aku muak sekali dengan kemunafikan kalian." Tekan Birawa. Dia yang sedang bekerja diluar kota mendapatkan kabar tentang adik kedua nya yang sedang berjuang antara hidup dan mati karna perlakuan kasar papa nya.

"Bira--"

"Kau adalah mama nya kenapa tidak bisa menghentikan sikap bajingan suami mu? Dimana peran mu untuk Biru?" Potong Birawa. Hatinya nyeri sekali melihat keadaan sang adik, Birawa selalu berucap maaf pada Biru. Dia melihat semuanya tapi tidak bisa berbuat apapun, kenapa dunia sejahat itu untuk adik nya.

Jika memang harus ada yang menderita tolong berikan derita itu untuk nya, Birawa tidak sanggup, dia tidak sanggup harus melihat Biru merintih kesakitan setiap harinya.

Demi tuhan dia akan dengan tangan terbuka menyambut penderitaan itu jika memang Biru bisa hidup dengan bahagia.

Dunia ini terlalu keras pada Biru yang tidak memiliki siapapun untuk bersandar.

Birawa menundukkan kepalanya dan tertawa miris saat bayangan Biru yang terbaring di ranjang rumah sakit kembali berputar.

"Adikku sudah cukup menderita, dia sudah menerima banyak luka kenapa harus kalian torehkan luka baru? Adik ku... " Tenggorokan nya tercekat seakan ada benda tak kasat mata sedang menimpa tenggorokan nya. Hatinya di remas tak berbentuk oleh tangan tak kasat mata.

"Kalian orang tua nya kenapa dengan tega membuat nya berada di ambang kematian? Jika memang membutuhkan pelampiasan amarah ada aku, aku akan dengan senang hati memberikan badan ku untuk kalian penuhi dengan luka, tolong... Tolong berhenti menyiksa adik ku... " Rintih Birawa, pria dewasa yang begitu angkuh dan dingin itu terlihat sangat rapuh, emosi yang tadinya meluap digantikan dengan rintihan pilu.

Suaranya datar nya di ganti dengan tangisan yang memilukan, tatapan tajam nya digantikan dengan kehancuran, ini semua hanya karna sesosok manusia yang sedari kecil tidak mendapatkan perlakuan baik dari orang tua nya dan tidak mendapatkan keadilan di dunia.

Takdir tidak pernah berpihak pada Biru.

Tuhan seakan enggan membuat Biru merasakan secercah kebahagiaan, padahal Biru hanya ingin merasakan mempunyai rumah dengan penuh cinta dan kasih sayang, apakah itu sangat susah? Biru hanya ingin luka nya memudar, apakah tidak bisa? Biru hanya ingin pelukan dan ucapan sayang dari orang tua nya, sesusah itu kah?

Biru hanya menginginkan sang papa menatap nya dengan penuh kasih sayang dan kebanggaan walaupun mendapatkan nilai yang buruk, tuhan kenapa sejahat itu?

Pundak Biru sudah sangat rapuh, pundak itu hanya menunggu waktu yang tepat untuk beristirahat selama nya.

Carissa menatap ke arah lain dia tidak sanggup lagi mendengar semuanya, terlalu menyesakkan dan menghancurkan hatinya. Dia terlalu ketakutan akan dendam masa lalu sampai membuat putra nya menderita, apakah masih pantas dia di sebut mama? Padahal Biru hanya meminta kasih sayang nya tapi kenapa dia se gagal itu memenuhi keinginan anak kedua nya?

ABOUT MEWhere stories live. Discover now