CHAPTER 4 : Bukan hanya luka

1.2K 113 24
                                    

"Kakak dari kecil udah kehilangan sosok seorang ibu. Wajar kalau kakak selalu minta diperhatikan. Bayu udah dewasa, harus ngerti kenapa bunda selalu manjain kakak. Berat lho, Nak jadi kakak."

Bayu menghela napas. Sudah berkali-kali kalimat serupa meluncur dari bibir ibundanya. Namun, tak sekalipun Bayu berhasil mematahkan anggapan tersebut. Jika dulu, Bayu bisa memahami. Sekarang lain lagi. Bayu dan Wil sudah sama-sama dewasa, bisa mengurus diri sendiri. Bundanya tak perlu melibatkan diri terlalu jauh.

"Tolong tugasnya kakak sekalian dikerjain. Enggak susah kok cuma tinggal tulis ulang jawaban Bayu ke buku tulis kakak. Kakak juga kalau lagi sehat pasti ngerjain sendiri, orang peringkatnya aja di atas Bayu."

Padahal, yang sakit kakinya, mengapa jadi Bayu yang harus mengerjakan tugas sang kakak? Justru Bayu yang benar-benar merasa sedang tidak enak badan sekarang.

Kali ini, apa lagi yang Wil inginkan? Tidak puaskah anak itu mengerjainya habis-habisan selama di sekolah tadi? Pertama, Wil menjadi penyebab Bayu dihukum pada jam pelajaran pertama. Kedua, Wil membuat Bayu menghabiskan uang jajannya bulan ini untuk membayar tagihan ibu kantin yang dibebankan padanya. Terakhir, Wil membuatnya melewatkan makan seharian ini.

"Bayu, dengar enggak bunda ngomong?"

"Dengar, Bun. Tapi, aku mau ganti baju dulu, istirahat juga, baru ngerjain tugas. Lagian, tugasnya buat hari Kamis kok. Sekarang baru Selasa."

"Bunda itu cuma mengingatkan, biar Bayu enggak lupa. Kata kakak tadi Bayu dihukum karena enggak ngerjain tugas? Belajar disiplin dong biar bisa masuk tiga besar kayak kakak. Bunda, kan, jadinya bangga kalau Bayu berprestasi juga."

Rasa laparnya langsung menguap begitu saja. Setelah dituduh macam-macam, diceramahi, dibandingkan pula. Kurang menyedihkan apa? Sayangnya, Bayu tidak bisa menyanggah. Memilih menelan bulat-bulat semua yang dituduhkan.

"Iya, Bun. Sekarang langsung aku kerjain tugasnya."

"Nah, gitu dong. Anak baik enggak boleh melawan kalau dibilangin. Bunda begini karena sayang sekali sama kalian berdua. Bunda mau kalian maju dan sukses sama-sama."

Bayu sangsi. Orang asing sekalipun bisa melihat siapa yang lebih disayang sang bunda. Bundanya terus mendorong Wil ke depan, sementara Bayu justru semakin merasa asing dan tertinggal.

"Kalau lapar, makan dulu aja. Bunda udah masak udang goreng saus mentega. Mumpung masih hangat."

"Bun, aku alergi udang."

"Eh, ya ampun. Bunda lupa, Nak. Karena kakak enggak enak badan, bunda masakin makanan kesukaan dia biar makannya enak. Bunda lupa Bayu enggak bisa makan udang," sesal Anggia. "Bayu mau dimasakin apa kalau gitu? Coba Bayu enggak pilih-pilih makanan, kita tinggal makan bareng."

"Bun, aku ada alergi. Bukan pilih-pilih makanan. Bunda enggak usah masak lagi. Aku nanti bikin telur mata sapi aja. Lagi pengin."

"Oke. Nanti bekas masaknya diberesin lagi, ya, Nak. Papa enggak begitu suka kalau rumah berantakan."

Pemuda itu tersenyum masam. Memangnya apa yang ia harapkan? Sang bunda akan memaksa memasak sesuatu untuknya? Tidak akan pernah. "Iya, Bunda tenang aja."

"Bunda tinggal dulu, ya, Nak. Tugasnya jangan lupa."

Sebelum menenggelamkan diri bersama tugas sekolah, Bayu mengambil ponsel, lalu mengetik sesuatu pada direct message instagramnya.

Luckystar
Bunny, cowok sedih itu hina enggak sih?

Littlerabbit
Enggak.
Cewek dan cowok dikasih organ lengkap pada setiap penciptaanya. Kalau cewek punya hati, berarti cowok juga sama. Jadi, cowok sedih itu bukan sesuatu yang hina. Normal untuk mereka yang memiliki hati.

Rumah Untuk Bayu | JJKWhere stories live. Discover now