CHAPTER 10 : Mencoba lebih dekat

1.1K 112 9
                                    

"Papa sekarang lebih sayang Bayu?"

Mario menautkan alis mendengar pertanyaan yang meluncur dari bibir putranya. Ia baru saja keluar dari kamar Bayu, dan langsung dihadapkan pada Wil yang sepertinya sengaja menunggu. Lelaki itu mengulurkan tangan mengusap kepala putranya. "Kenapa tanya begitu?"

"Papa perhatian banget, aku enggak suka." Wil masih kesal dengan apa yang terjadi semalam, ditambah pagi ini papanya kepergok merawat Bayu hingga pagi.

"Bayu lagi sakit, Kak. Masa papa enggak boleh perhatian? Lagian dia adik kamu lho, Kak. Kalau Kakak sakit juga Papa sama perhatiannya," terang Mario. Semalaman Mario memang terjaga hanya untuk memantau kondisi Bayu. Mungkin Wil yang melihat jadi salah menerjemahkan.

"Dia bukan adik aku."

Sebelum memberikan jawaban, lelaki itu menghela napas. Sebenarnya, Mario bukan tak menyadari perubahan putra kandungnya karena kehadiran Bayu. Terbiasa dimanja mengingat sejak kecil hidup tanpa pengasuhan mamanya, kemudian Anggia hadir dan melakukan hal yang sama, sedikit banyak memengaruhi bagaimana akhirnya karakter anak itu terbentuk. Manja dan mungkin sedikit egois karena selalu ingin menjadi pusat perhatian. Tidak bisa untuk tidak dominan.

"Kalau Mama Anggia jadi mama kamu, berarti Bayu?"

"Adikku."

Mario tersenyum. "Percaya sama papa, enggak akan ada yang berubah, Kak. Papa sayang kalian berdua. Enggak ada yang dibeda-bedakan. Kalaupun sekarang papa lebih perhatian, itu karena adik kamu lagi sakit. Coba masuk, badan Bayu panas dan enggak mau makan apa-apa dari semalam."

"Dia sengaja biar Papa lebih sayang sama dia daripada sama aku. Tahu gitu aku sakit parah aja sekalian biar Papa enggak sayang sama siapa pun selain sama aku."

"Hush, mulutnya. Bayu enggak seburuk itu, Kak. Mana ada orang sakit disengaja?"

"Ada. Dia buktinya. Dia sakit biar diperhatiin semua orang."

Lelaki itu geleng-geleng. Tanpa mengatakan apa pun ia menarik tangan putranya, mengajak Wil masuk ke kamar Bayu. Mario mendudukkan Wil di tepi tempat tidur, kemudian mengarahkan tangan anak itu menyentuh dahi adik tirinya.

"Panas, 'kan?"

Wil menarik tangannya, kemudian mengangguk. Cukup lama pemuda itu diam, mengamati lamat-lamat wajah adik tirinya. Bayu tidur dengan gelisah. Matanya terpejam, napasnya tak beraturan, keringat pun membanjiri tubuhnya.

"Enggak mau makan?"

"Tuh, makanannya masih utuh. Kakak mau coba bujuk?"

"Enggak mau. Nanti aku telat sekolah. Mama aja."

Mario tak langsung menjawab.

Ditatap seperti itu, Wil jadi gugup. Bergantian ia menatap papa dan adik tirinya, lalu memutuskan. "Ya udah. Sebentar aja. Kalau mau makan, nanti Papa yang terusin."

"Oke."

"Woy!" panggil Wil pelan sembari mengguncang tubuh Bayu.

"Astagfirullah. Kakak, masa gitu banguninnya?"

Bibir pemuda itu mengerucut. "Ya terus gimana, Pa?"

"Bayu, bangun." Mario mencontohkan. "Atau begini lebih enak, Dek bangun."

"Dih, apaan sok manis."

Mario terkekeh.

"Bayu, bangun."

Bayu melenguh, mengerjai beberapa kali sebelum benar-benar membuka mata. "Ka-kak ...."

"Ma-makan, dulu. Katanya lo belum makan dari semalam. Nanti kalau masuk rumah sakit, bikin susah orang."

Rumah Untuk Bayu | JJKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang