Bab 3: Penenang

101 32 77
                                    

—gharenzha

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


gharenzha

☆ ★ ✮ ★ ☆

Di mulai dengan pembelajaran yang sedang berlangsung. Saat ini adalah kelas seni. Yang mana masing-masing kelas 12 akan menampilkan sebuah drama di depan adik kelas mereka. Ini juga menjadi salah satu syarat kelulusan nantinya. Maka dari itu para peran harus disiapkan mulai dari sekarang.

"Harusnya Lyn yang ngambil peran, atau nggak jadi apa kek gitu. Masa cuma karena telat di kasih peran pemulung," protes Lili pada Bu Jess. Seperti yang kalian tau sebelumnya bahwa Lyn dan Agha telat datang ke sekolah. Hal itu menyebabkan Lyn gagal menjadi salah seorang peran utama dari drama teater yang akan di selenggarakan beberapa hari lagi.

"Ya salah sendiri suruh siapa telat. Giliran gak dapet peran yang di mau malah marah." Meera membuka suaranya. Tampak wajah kepuasan karena berhasil merebut peran utama. Bagus, abis ini gue bakal mainin peran sama Agha. Haha, lagian gajah kayak lo gak mungkin di pilih.

"Lagian cewek gendut bin jelek kayak lo emang gak pantes dapet peran utama. Lo nyadar kan?" Kini Salma yang menyahuti. Sikap dan kepribadian kedua gadis itu sangat mirip. Sama-sama gak ada saringan kalo ngomong.

Lyn hanya menatap dengan tatapan biasa. Walaupun begitu hatinya cukup terkoyak dengan ucapan-ucapan tak berhati itu. Namun, sebisa mungkin ia harus tetap diam, dan sadar diri.

"Bu saya mau protes!" Agha mulai membuka suaranya. Matanya melotot tak percaya melihat bahwa namanya dan nama cegil itu disandingkan sebagai peran utama. Tapi hal yang buat matanya memerah adalah Lyn yang mendapatkan peran pemulung. Sungguh, ingin sekali ia memporak-porandakan seisi kelas.

"Mau protes apa lagi, Gha? Itu semua sudah Ibu pertimbangan matang-matang. Jadi apapun yang tertulis disitu ya itu kenyataannya. Nggak bisa di ganggu gugat, Ibu gak suka!"

"Masih banyak peran Bu yang kosong. Terus kenapa nama Lyn yang jadi pemulungnya? Kayak gak ada nama lain aja yang pantes," sindir Agha sambil melirik Meera yang kini melototinya.

Meera berjalan mendekati bu Jess lalu mengubah mimik wajahnya menjadi sedih. "Ibu apa yang ibu bilang bener kok. Cuma Agha mungkin butuh waktu."

Lyn menatap tak percaya dengan sikap lembut Meera. Apalagi bu Jess dengan mudah mengiyakan padahal seantero sekolah juga tau watak cegil satu itu. Matanya kini beralih kepada Agha yang diam di tempat duduknya. Meskipun diam ia tahu betul bahwasanya lelaki itu sangat marah. Terlihat garis putih pada kukunya, dan juga gertakan pada gigi yang membuat rahang lelaki itu semakin menegas. Dia bukan Agha! Karena Agha yang ia kenal berwajah manis, bukan sepertinya yang berwajah seram.

AGHARENZA [ On Going! ]Where stories live. Discover now