Bab 8: Agha, aku mencintaimu!

73 23 28
                                    

🍒🍓

"Jika masa lalu terus menerus di salahkan. Lantas, kapan keutuhan itu akan datang?"

_Agha

‧₊˚ ☁️⋅♡𓂃 ࣪ ִֶָ☾.

Cuaca panas sudah hampir mereka rasakan setiap hari. Ya karena memang sedang musim kemarau. Tapi panas Jogja sangatlah berbeda, iya! Sangat panas. Bahkan kalian bisa memasak telur di atas teflon mengunakan panas matahari dalam waktu kurang dari satu menit. Sudah begitu, air mati.

Saking panasnya, sampai ada lho yang membeli banyak es batu dan dibuat mandi di toilet sekolah. Aneh kan, tapi itu hal yang wajar, baginya.

"Panas banget aaaaaa... Nggak kuat," Lyn terus merengek karena derasan keringat sudah membanjiri seragamnya.

"Iya panas banget," sahut Lili yang duduk tak jauh darinya. Lili berdiri dari tempat duduknya lalu menarik paksa Lyn. Hampir saja gadis itu terjungkal kalo tak segera meraih kursi. Ish, Lili.

"Mau kemana sih?" tanya Lyn di sela sela langkahnya, ia terus menatap sahabatnya itu. Namun karena kesal tak diberi respon ia membuang mukanya ke sembarang arah.

Tapi ia dibuat terkejut dengan apa yang ia lihat. Bisa tebak gak Lyn lihat apa? Kalo kalian mikir itu Agha, ya benar! Itu Agha. Tapi lelaki itu sedang berbicara dengan seorang gadis yang berkepang dua. Tak terasa, tautan tangannya terlepas begitu saja. Hingga Lili terpaksa harus berhenti dan kembali menyusul Lyn yang justru membeku di tempatnya.

Sekarang ia tahu mengapa Lyn berhenti. Lyn menatap Agha yang masih bersenda gurau bersama gadis itu. Pasti Lyn mikir yang enggak enggak, walaupun sebenarnya iya.

"Gapapa." Lili berusaha menenangkan gadis itu. Lili tahu bahwa Lyn sangat menyukai Agha sejak pertemanan mereka di SMP. Namun selama itu juga ia tak berani mengungkapkannya. Selama ini Lyn terus mengelak dan tak ingin orang tau akan perasaannya. Meskipun akhirnya ia kalah.

"Salah nggak ya aku suka sama dia?" tanya Lyn pada sahabatnya, Lili.

"Enggak Lyn. Tapi Agha juga berhak milih perempuan yang dia mau. Lagian kalo pun Agha sama perempuan itu kan kalian berdua masih bisa sahabatan," jelas Lili.

Tidak, Lyn menggelengkan kepalanya pertanda bahwa ia tak setuju dengan hal yang sahabatnya itu ucapkan.

"Nggak. Kalo Agha udah sama perempuan yang dia mau aku nggak bisa lagi sahabatan sama dia. Aku perempuan, dia juga perempuan. Aku rasa itu gak enak buat di lihat, bagaimana kalo perempuan itu nggak terima dan sakit hati? Kan aku juga yang kena karmanya." Lyn menghembuskan nafas berat. Ia lalu tersenyum dengan manis seolah tak terjadi apa-apa.

Lili tahu bahwa gadis itu tengah menutupi rasa sakit hatinya. Maka dari itu ia membiarkan Lyn untuk melupakan kejadian tadi, setidaknya sampai gadis itu bisa menerima.

Mereka kembali berjalan ke arah lapangan. Siang itu lapangan sangatlah panas. Mereka menutupi wajah mereka dengan jas sekolah dan berjalan dengan mata yang tertutup. Jangan tanya bagaimana cara mereka menentukan arah tentu saja melalui insting. Sejak jaman nenek moyang belum lahir juga perempuan sangat terkenal dengan instingnya yang sangat tajam.

"Ahh...." Lili meringis sambil memegangi kakinya yang terhantam batu sehingga ia terjatuh.

"Gapapa kan? Makanya hati-hati," omel Lyn. Dengan mata tertutup gadis itu berusaha menggapai tangan Lili dan membantunya berdiri.

"Aku gak tau! Lagian suruh siapa batunya ada disini, bikin orang sakit aja!" Nah, perempuan adalah makhluk yang tidak pernah salah. Kakinya terkena batu, batunya yang di salahin. Bukannya minta maaf karena sudah menginjak batu itu justru Lili menendangnya hingga terpental jauh. Sungguh, malang sekali nasib batu itu bertemu Lili.

AGHARENZA [ On Going! ]Where stories live. Discover now