🐻Eps.30🦊

550 48 20
                                    

"Haechan. Maaf, aku tidak jadi menginap di rumahmu. Aku langsung memesan tiket untuk kembali. Maaf sekali baru sempat mengabarimu. Jika ada waktu aku akan ke sana lagi."

Haechan menghela napas pelan. Dia menjawab pelan serupa gumaman sebelum menutup teleponnya.

Y/n menatap punggung suaminya yang masih tampak gelisah.

Dia menutup pintu kamar. Sebelum menghampiri suaminya, memeluk Haechan dari belakang dan menyandarkan kepalanya dipunggung lebar suaminya.

"Dami pasti baik-baik saja. Dia ke sini bersama suaminya, pasti suaminya melindunginya. Mungkin memang ada urusan mendadak yang membuatnya harus segera pulang," ujar Y/n mencoba menenangkan Haechan.

Haechan melepaskan pelukan Y/n dari tubuhnya. Pria itu membalikan tubuh guna mengubah posisi untuk berhadapan dengan Y/n, sebelum kembali menarik istrinya dalam rengkuhannya.

"Dami begitu memikirkanku. Bahkan dia berbohong pada orangtua kami, jika dia tidak menemukan aku. Sepertinya aku adalah orang yang buruk menjadikan keluargaku sendiri tameng."

Y/n mendongak, melihat Haechan yang menatapnya dalam dengan berlatarkan langit malam yang nampak dari jendela besar di kamar mereka.

"Apa kau mulai menyesali perbuatanmu yang membawaku kabur sejauh ini?"

"Kau tahu? Aku merasa, aku jauh lebih buruk berkali-kali lipat, karena merasa tidak bersalah dengan apa yang aku lakukan walau banyak hal yang aku sakiti." Haechan menyelipkan anak rambut Y/n ke belakang telinga wanita itu. "Sebesar itu aku mencintaimu."

Y/n memejamkan matanya sesaat, merasakan debaran jantung Haechan yang menggila ketika memeluknya. Dia juga tahu, meski Haechan tak bilang padanya sekali pun.

"Apa kau tetap mempertahankan aku apa pun yang terjadi nanti kedepannya?"

"Aku akan tetap mempertahanku bahkan jika kedepannya aku harus menghadapi kemungkinan buruk sekali pun. Asalkan bersamamu, aku merasa semuanya baik-baik saja."

Y/n mengulum senyum, dia menangkup wajah Haechan, mengecup sekilas bibir suaminya. "Iya, aku juga percaya semuanya akan baik-baik saja."

"Sudah malam. Ayo kita istirahat."

Haechan merain tangannya, menuntunya ke ranjang mereka. Pria itu mematikan lampu kamar mereka, hanya menyalakan lampu tidur di nakas dan menarik selimut untuk menutupi mereka berdua.

Mungkin pria itu sangat lelah dengan banyak pikiran yang menghantuinya. Haechan lebih dulu memejamkan mata dengan tangan yang setia berada di pinggang istrinya.

Y/n menatap wajah pulas suaminya, mengusapnya dengan hati-hati karena takut nantinya Haechan terbangun.

Pikirannya menerawang pada sosok pria yang harusnya sekarang ini menjadi suaminya.

Bohong jika dia bilang setelah menjadi istri Haechan, dia bisa langsung melupakan Renjun seperti yang Haechan perintahkan padanya. Bukan, bukan berarti dia lebih mencintai Renjun dari pada Haechan.

Setelah menikah dengan Haechan dia sadar, perasaannya pada Renjun hanya fatamorgana sebab di Renjun, dia dapat melihat versi diri Haechan.

Hanya saja memang tidak bisa melupakn sosok orang yang bertahun-tahun dengannya. Terlebih entah kenapa dia merasa, pasti suatu saat dirinya akan bertemu dengan Renjun lagi.

***

Wanita itu sangat cantik dengan gaun putih yang melekat di tubuhnya dan senyum lebar ketika Renjun mencium pipinya di acara pertunangan mereka.

Foto itu selalu disimpan di dompetnya. Membuatnya tersenyum kecil ditengah dirinya yang masih mencari keberadaan calon istrinya.

Renjun menyimpan kembali dompetnya, ketika supirnya berkata mereka telah sampai di perusahaan milik salah satu sahabatnya sejak SMA.

Renjun keluar dari mobil dan meminta supirnya untuk menunggu di parkiran.

Renjun baru sempat menginjakkan kaki di kantor ini karena sahabatnya baru pulang ke Korea setelah ada urusan di China.

Biasa datang ke sini, dan para resepsionis pun juga mengenalnya, mudah bagi Renjun menemui Chenle tanpa membuat janji lebih dulu.

Tidak sengaja dia melihat sekretaris Chenle berada di lobby, dia menghampiri wanita itu.

"Nara," panggilnya.

Wanita yang dipanggil Nara itu menoleh, "ada apa?"

"Chenle ada di ruangannya 'kan?" tanya Renjun kembali.

"Ada kebetulan saya juga mau ke ruangnnya."

"Ah pas sekali. Aku ada urusan dengannya."

"Mari."

Renjun memperhatikan wanita yang lebih kecil darinya itu. Dia sempat melihat postingan Chenle saat berada di China, dan ada wanita itu pula di antara keluarga Chenle. Renjun sangat mengenal Chenle, sahabatnya itu memang sering berganti pasangan, tapi tak ada satupun wanita yang dia bawa menemui keluarganya, termasuk pada sekretarisnya yang notabene adalah wanita juga.

Nara adalah yang pertama.

"Apa kau kekasih Chenle?"

Wanita itu mendelik, terlihat bergidik ketika menjawab, "sampai kapan pun aku tidak mau menjadi kekasihnya."

Renjun menaikan sebelah alisnya. "Bukannya dulu kau pernah jadi kekasihnya?"

Jawaban wanita itu terdengar tergesa di telinga Renjun saat ingin meluruskan ucapannya. "Iya dulu. Tapi sekarang, aku tidak ingin menjadi kekasihnya."

"Kau tidak mencintainya?"

"Sama sekali tidak!"

Jawaban yang tegas dengan mimic wajah yang senada. Terlihat jelas Nara tidak memiliki perasaan apa pun pada Chenle. Yang Renjun tangkap, terdapat kebencian dari wanita itu. Dia bukan seperti Nara yang pernah Renjun kenal.

Sampai di ruangan Chenle. Sahabatnya itu tak langsung melihatnya, malah melihat sekretarisnya dengan senyum kecil, berbanding terbalik dengan Nara yang memasang wajah masam.

Nara pamit setelah memberikan berkas pada Chenle. Saat wanita itu pergi pandangan Chenle baru tertuju padanya.

Tanpa di persilahkan, Renjun duduk di sofa, dan Chenle mengampirinya duduk di sofa bersebrangan dengan Renjun.

"Tidak biasanya kau lama sekali bertemu keluargamu. Padahal ada banyak yang ingin aku bicarakan padamu."

Mulai pada saat ini, Renjun memperhatikan gesture dan pelafalan Chenle baik-baik.

"Ya... ada acara keluarga."

"Padahal aku ingin memberitahumu. Bahwa rekan kerjaku menemukan obat bius di tempat terakhir kali Y/n terlihat."

Chenle belum merespon. Tapi matanya lurus pada Renjun.

"Kau tahu? Di botol obat bius itu terdapat sidik jari dari seorang dokter anestesi yang rekanku kenal."

"Oh ya? Lalu bagaimana?"

"Namanya Lia. Kau masih mengingatnya? Katanya dia salah satu wanita yang mengejarmu?"

Chenle nampak berpikir keras, sebelum dia menjawab. "Ah iya, aku kenal. Tapi terakhir bertemu saat masih kuliah."

"Apa kau bisa cari tahu dia di mana?"

Chenle mengangguk. "Akan aku usahakan."

Renjun berdiri dari sofa.

"Kau sudah mau pulang?" tanya Chenle, memperhatikan Renjun yang melangkah menuju pintu.

"Iya," balasnya. Pria itu menoleh ke Chenle, "Hei," panggilnya tiba-tiba.

"Aku tadi bicara beberapa hal dengan Nara. Aku tidak tahu bagaimana perasaanmu padanya, tapi kuharap saat kau sudah akan bersama dengannya, masa lalu wanita itu tidak akan pernah muncul."

Chenle tertawa. "Tidak mungkin. Dia hanya sekali punya hubungan, dan itu denganku saja. Lagi pula, aku tidak menyukainya."

Renjun mengulum senyum. "Aku hanya memberitahumu saja."

Obsessed » Haechan X You X Renjun✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang