15. About Feeling

378 13 0
                                    

Sesampainya Grace di rumahnya, ia segera memarkirkan mobilnya di garasi dan naik ke lantai dua menuju kamarnya. Ia lalu membersihkan diri dan menggunakan pakaian santai lalu pergi ke rumah Bryan.

Ketika sampai di halaman rumah Bryan, Grace mendapati Bryan sedang mencuci mobil bersama Archie yang sedang mencuci sepedanya.

Archie Lucian Theodore, adalah putra bungsu keluarga Theodore yang tak lain adalah adik dari Bryan. Archie baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke tujuh bulan lalu. Bryan dan Archie memang terpaut usia yang cukup jauh, yaitu lima belas tahun.

"Kak Cia!" pekik Archie ketika mendapati sosok gadis cantik yang berjalan ke arah mereka.

Sedari kecil Archie memang lebih suka memanggil Grace dengan sebutan Cia, karena waktu itu Archie belum bisa mengucapkan huruf 'R' dan nama Grace cukup sulit diucapkan bocah berumur dua tahun waktu itu.

"Hai, Archie! Kamu rajin banget nyuci sepeda." ujar Grace ketika ia sudah berada di dekat Bryan dan Archie.

"Iya dong. Kata mama, aku harus jadi anak yang mandiri." ucap Archie.

"Wah pinter banget Archie!" sahut Grace dengan mengangkat kedua jempolnya untuk Archie.

"Lo baru balik, Grace?" tanya Bryan setelah mematikan keran air dan menggulung selang.

"Iya. Tadi mampir dulu ke minimarket bentar."

"Oh iya, Archie. Kak Cia punya coklat buat Archie." imbuhnya seraya memberikan coklat kesukaan Archie.

"Wah! Makasih, Kak Cia. Kak Cia memang the best! Nggak kaya abang, pelit!" pekik Archie ketika menerima coklat pemberian Grace.

Archie memang sangat suka meledek kakaknya dan membanding-
bandingkannya dengan Grace. Menurutnya sangat lucu ketika kakaknya itu terlihat kesal.

"Ya udah sana, kamu jadi adiknya Kak Cia aja. Abang juga males punya adik yang bawel kaya kamu." ujar Bryan. Adiknya ini memang benar-benar menyebalkan.

"Udah udah. Kalian ini apa-apaan sih, kok kaya anak kecil rebutan mainan." lerai Grace.

Ia cukup pusing dengan tingkah kakak adik yang satu ini. Selalu saja memiliki akal untuk membuat Grace gemas melihat tingkah keduanya.

"Yaudah, mending sekarang kita masuk. Si bocil juga belum mandi tuh. Masih bau asem." sindir Bryan pada sang adik.

"Kaya abang udah mandi aja." sanggah Archie.

Anak ini memang benar-benar pintar menyanggah perkataan Bryan. Ia seakan memiliki banyak ide untuk membalas sindiran kakaknya.

Mereka bertiga memasuki rumah karena memang sudah sangat sore dan Archie juga belum mandi.

Sesampainya di dalam rumah Grace disambut oleh pekikan nyaring Vanya yang saat itu hendak keluar memanggil Archie untuk mandi.

"Eh, anak cantik mama udah dateng!" pekik Vanya kemudian memeluk Grace.

"Archie, mandi dulu ya? Nanti mama siapin bajunya." pinta Vanya setelah melepas pelukannya.

"Mama tuh kangen banget sama kamu. Rumah deket tapi jarang ketemu." imbuh Vanya sembari menggiring Grace untuk duduk di sofa ruang tamu.

"Mama nggak usah berlebihan deh. Minggu lalu juga Grace habis dari sini." Grace terkekeh karena merasa Vanya sedikit berlebihan. Minggu lalu mereka baru saja menghabiskan waktu bersama untuk membuat kue bolu.

"Mama emang suka lebay, Grace." sambung Bryan sembari mendudukkan diri di single sofa.

"Kamu ini kenapa sih. Ya wajar dong kalo mama kangen, kan Grace emang jarang banget kesini. Dulu waktu kamu kecil aja, tiap hari pasti kesini." ujar Vanya.

"Grace juga punya urusan kali, Ma." Bryan cukup gemas dengan tingkah ibunya ini. Ketika ada Grace ia selalu tersingkirkan.

Ia jadi heran, sebenarnya anaknya itu ia atau Grace? Apa mereka tertukar saat masih bayi dulu?

"Papa belum pulang, Ma?" tanya Grace karena tak melihat sosok Evan dari tadi.

"Papa lagi main golf sama temen-temennya. Nanti paling pulang bentar lagi." sahut Vanya.

"Eh, iya mama sampe kelupaan! Mama siapin bajunya Archie dulu ya. Kamu ngobrol sama Bryan dulu ya." ujar Vanya kemudian meninggalkan mereka berdua.

"Mama sama papa besok pulang 'kan?" tanya Bryan membuka topik.

"Ya kalo jadwalnya gak berubah sih, besok pulangnya. Tapi nggak tau deh." sahut Grace.

"By the way, how's your day?" Bryan hanya ingin memastikan kalau Grace aman dan Jessie tidak macam-macam pada Grace.

"A bit annoying." sahut Grace seadanya.

"Why?" ujar Bryan mengernyitkan dahinya.

"Cewe gila itu nyamperin gue tadi. Terus ya biasalah, dia minta gue buat ngejauhin lo."

"Dia bilang gitu? Terus lo nggak diapa-apain kan sama Jessie?" Bryan sedikit tercengang mendengar perkataan Grace.

"Aman. Gue nggak kenapa-kenapa kok." tentu saja Grace berbohong. Kalau ia mengatakan perlakuan Jessie yang sebenarnya, entah apa yang akan dilakukan Bryan kepadanya.

Ia juga heran dengan perlakuan Bryan. Dia terkadang sangat posesif dan protektif terhadapnya. Tapi di sisi lain Grace juga merasa senang, karena Bryan betul-betul memperhatikannya.

Meskipun dari luar Grace memiliki tampilan seperti gadis mandiri, kuat, dan berani, ia sebenarnya sama saja dengan gadis-gadis di luar sana yang membutuhkan perlindungan dan kasih sayang. Dan itu semua ia dapatkan dari Bryan.

Selama ia bersama Bryan, ia merasa aman dan tidak perlu mengkhawatirkan apapun. Namun bagaimana jika suatu saat Bryan memiliki kekasih? Apa ia akan terbuang begitu saja?

Huh, memikirkannya saja membuatnya sesak. Apa lagi jika hal itu benar-benar terjadi. Grace akan kehilangan sandarannya. Tapi ia juga tidak bisa egois dengan menahan Bryan untuk tetap berada di dekatnya.

"Grace?" panggil Bryan sembari menyentuh punggung tangan Grace namun tak ada sahutan sama sekali.

Grace malah menatapnya dengan lekat, seolah Bryan bisa menghilang kapan saja.

"Grace?" panggil Bryan sekali lagi, namun kali ini ia mengguncang bahu Grace dengan pelan hingga Grace tersadar dari lamunannya.

"Hm?" sahut Grace seperti orang linglung. Ia mengedipkan kedua matanya secara berulang-ulang.

"Lo mikirin apa? Dari tadi gue panggilin lo nggak ngerespon. Wanna tell me something?" Bryan cukup heran dengan tingkah Grace. Tak biasanya Grace menatapnya dengan lekat seperti tadi. Sebenarnya apa yang gadis ini pikiran.

"Gue? Ah, nggak kok. Gue nggak lagi mikirin apa-apa. Santai." Grace menyangkal pertanyaan Bryan. Ia sendiripun juga bingung akan menjawab pertanyaan Bryan seperti apa.

Mana mungkin ia akan mengungkapkan perasaannya kepada lelaki di hadapannya ini. Grace tidak mau Bryan mengetahui perasaannya. Ia tidak mau memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi ketika Bryan mengetahui perasaannya.

Ia memilih untuk tetap berteman dengan Bryan karena hanya dengan cara itulah Grace bisa terus berdekatan dengan Bryan.

"Yakin nggak ada hal lain yang mau lo ceritain ke gue?" tanya Bryan sekali lagi untuk memastikan.

"Yakin, Bry. Gue nggak kenapa-kenapa kok." sahut Grace dengan menampilkan senyum manisnya agar Bryan percaya.

"Kalo ada apa-apa pokoknya lo harus cerita ke gue. Oke?" ujar Bryan memberi peringatan.

"Iyaaa, Bryan." timpal Grace.

Mereka mengakhiri percakapan mereka karena Bryan akan mandi terlebih dahulu. Sedangkan Grace bermain bersama Archie saat ini.

~••••~

GRACIANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang