Chapter 05 🕊

138 5 0
                                    

Rendra menghela napasnya. “Kenapa kamu tidak mau menikah? Kamu cantik, kaya, dan dari keluarga terpandang. Banyak laki-laki yang akan mengantre untuk kamu.”
“Saya tidak ingin dikurung dalam sebuah pernikahan, Rendra. Saya hanya ingin hidup bebas. Saya tidak mau berurusan dengan cinta yang pada akhirnya akan menyakiti saya,” jawab Khaylila. “Dan sama kamu, saya tidak akan takut dengan cinta karena kamu tidak akan pernah jatuh cinta sama saya.”
“Ya.. Kamu ada benarnya juga. Saya memang tidak akan jatuh cinta sama kamu dan saya harap kamu juga begitu,” ucap Rendra dengan cengiran jahil dan kedipan mata.
Khaylila terkekeh pelan. “Berdoa saja saya tidak akan merebut kamu dari dia.”
Keduanya tertawa pelan. Rendra menyadari bahwa Khaylila adalah gadis yang memiliki frekuensi yang sama dengannya. Sepertinya mereka akan bisa bersama sebagai partner yang baik.
“Kamu tidak ingin mengenalkan dia ke Ibumu?” tanya Khaylila tiba-tiba.
Rendra menggelengkan kepalanya. “Ibu saya cukup konservatif masalah pasangan hidup saya, Khaylila. Tidak mungkin dia akan merestui seseorang yang saya kenal di club malam. Mungkin Ibu saya akan langsung membunuh kami berdua jika dia tahu yang sebenarnya,” jawab Rendra setengah bercanda.
“Yah.. Kita memiliki orangtua yang memiliki sifat tidak jauh berbeda,” gumam Khaylila.
Rendra hanya diam mendengar gumaman Khaylila. Tidak ada yang bisa dia katakan untuk membantah kalimat dari gadis itu. Mereka berdua berada di posisi yang sama-sama melelahkan jika terus bersama keluarga mereka.
“Ah, dan satu lagi, Rendra. Kalau kamu tidak pulang ke rumah, baik itu untuk urusan pekerjaan atau urusan lainnya, tolong beritahu saya agar saya bisa memberikan alasan kalau ditanya oleh keluarga kita. Saya juga akan melakukan hal yang sama ke kamu,” ucap Khaylila.
Rendra menganggukkan kepalanya. “Oke.”
Lelaki itu menandatangani surat kontrak bermaterai yang sudah disetujuinya itu. Setelah selesai, giliran Khaylila yang tandatangan. Terakhir, mereka berjabat tangan sembari tersenyum menandakan bahwa kesepakatan mereka dimulai hari ini.
****
Khaylila menunggu dengan tenang di loby sebuah hotel yang cukup ternama di kotanya. Keluarganya sudah berada di ballroom untuk menghadiri pernikahan Fajar, sepupu Khaylila. Gadis itu mengenakan seragam yang telah dibuat khusus untuk keluarga besar yang berwarna silver dan batik berwarna coklat dengan corak yang menonjolkan kesan mewah dan berkelas.
Dua hari yang lalu Ayah Khaylila memintanya untuk datang bersama dengan salah satu anak rekan kerjanya yang tentu saja langsung ditolak mentah-mentah oleh Khaylila.
“Lila ada temen yang bisa nemenin Lila kondangan ke tempat Bude Ranti, Pa,” jawab Khaylila saat itu.
“Awas aja kalo kamu bohong, La. Mama gak mau malu di depan bude-budemu lagi,” ucap Ibunya mengakhiri perdebatan mereka malam itu.
Dan di sinilah Khaylila, menunggu Rendra datang untuk menemaninya masuk ke dalam ballroom. Setelah penandatangan kontrak beberapa hari yang lalu, Khaylila memberinya sebuah kantong berisi kemeja batik berwarna senada dengan pakaiannya hari ini meski memiliki corak yang berbeda.
Flashback On
“Apa ini Khaylila?” tanya Rendra penasaran dengan isi kantong di tangannya.
“Kamu bisa datang ke hotel Emerald hari Minggu besok? Keluarga saya ada acara di sana,” ucap Khaylila.
“Saya harus datang? Kenapa?”
“Itu jalan pintas paling cepat agar kamu langsung diterima sama keluarga saya. Orangtua saya tidak akan punya alasan untuk menolak kamu kalau saya langsung kenalin kamu ke keluarga besar saya.”
Rendra menganggukkan kepalanya mengerti. “Jam berapa saya harus ke sana?”
“Jam 11. Kamu cuma perlu hadir sebentar. Saya tidak akan mengganggu waktu libur kamu terlalu banyak, Rendra.”
Flashback Off
“Khaylila.”
Panggilan itu membuat Khaylila mendongakkan kepalanya. Rendra berjalan ke arahnya dengan senyum yang terpatri di bibirnya. Lelaki itu benar-benar membuat dirinya tampak seperti pasangan Khaylila. Tidak akan ada yang bisa menebak jika mereka tidak memiliki perasaan satu sama lain.
“Rendra,” ucap Khaylila menyambut Rendra dengan senyuman yang sama.
Keduanya berjalan menuju ballroom tempat acara pernikahan diadakan. Tepat di depan pintu masuk, Khaylila melingkarkan tangannya di lengan Rendra. Lelaki itu menoleh sebentar sebelum menghela napasnya dalam dan kemudian bersikap biasa lagi.
“Jangan kaget dengan keluarga besar saya yang berisik,” bisik Khaylila.
Rendra hanya terkekeh menanggapi ucapan gadis itu. Jika memiliki pilihan, pastinya Rendra tidak akan berdiri di sini dan menjalani sandiwara seperti ini.
“Kak,” ucap Khanza sedikit terkejut melihat kedatangan kakaknya yang menggandeng seorang pria tidak dikenal.
“Ini yang ditungguin daritadi, Kak?” tanya Arka.
Khaylila hanya mengangguk sebagai jawaban. Senyuman tidak pernah lepas dari wajahnya yang telah dirias oleh makeup artist langganan keluarganya.
Rendra mengulurkan tangannya dan disambut oleh Arka. “Rendra,” ucapnya memperkenalkan diri.
“Arka, adik iparnya Kak Lila,” ucap Arka. “Ini istri saya, Khanza.”
Khanza berjabat tangan juga dengan Rendra sembari memperkenalkan diri. Khanza ingin menanyakan banyak hal pada mereka berdua, tapi Khaylila lebih dulu menarik Rendra untuk diperkenalkan pada keluarganya yang lain.
“Lila, dateng sama siapa ini? Aduh, kok Bude gak pernah liat ya?” Salah satu bude Khaylila yang bernama Ningsih langsung bertanya saat melihat kedatangannya.
“Ini temen Lila, Bude Ning,” jawab Khaylila pendek.
Seketika acara pernikahan itu berubah menjadi acara ‘Mari Bertemu Dengan Calon Suami Khaylila.’ Bude-budenya mengerumuninya seperti sedang melihat pertunjukan seru. Para sepupunya pun tidak ingin ketinggalan ingin tahu seperti apa pria yang dibawa Khaylila.
“Namanya siapa?”
“Kenal Lila dimana?”
“Kalian udah pacaran berapa lama?”
“Mas aslinya orang mana?”
“Kamu kerja dimana?”
“Kapan mau lamaran?”
“Kok mau sama Lila, sih?”
“Masnya lulusan mana?”
“Orangtua kamu kerjanya apa?”
Pertanyaan demi pertanyaan terus bergulir tidak ada habisnya membuat Rendra bingung harus menjawab yang mana. Khaylila mengambil alih situasi dengan mengangkat kedua tangannya meminta mereka semua berhenti.
“Namanya Rendra. Kami kenal di rumah sakit,” jawab Khaylila. “Kalo mau nanya ya satu-satu dong. Saya pusing denger kalian semua bicara.”
“Ratna, kamu kok gak ngasih tau kita semua kalo Lila udah punya calon? Gimana sih kamu ini,” protes Bude Ningsih pada Ibu Khaylila.
Ibu Khaylila hanya bisa tersenyum tipis. “Iya, Mbak. Lila belum lama kenalnya. Jadi belum bisa ngasih tau,” jawabnya untuk menutupi ketidaktahuannya akan seorang pria yang tiba-tiba dibawa oleh anaknya ini.
“Mas Rendra kerja dimana?” tanya Fitri, salah satu sepupu Khaylila.
“Saya kerja di perusahaan advertising,” jawab Rendra.
Mereka masih terus menanyakan banyak hal pada Rendra, seolah ingin tahu seperti apa lelaki yang menjadi pilihan seorang Khaylila yang dikenal sangat pemilih ini.
“Ekhem!” dehem Khaylila membuat semua kembali diam. “Boleh biarin Rendra makan dulu? Dia kesini bukan untuk diinterogasi.”

EleftheriaWhere stories live. Discover now