Tegur

419 55 41
                                    

Ia memacu motornya pelan sepanjang jalan menuju kedai. Janjinya pada Chika untuk segera datang kembali, sedikit ia ingkari, namun dia telah memberi kabar kepada gadis itu.

Ada yang mengusik isi kepala dan hatinya. Ada yang membuat perasaannya tiba-tiba tidak tenang. Ini perihal Aldo dan Ashel. Dia merasa telah terlalu jauh ikut campur dengan urusan perasaan mereka berdua. Ia rela memohon-mohon pasa Ashel di chat, demi mengabulkan setiap ajakan Aldo. Ia melakukan itu, sebab ingin Ashel lepas dari bayang-bayangnya dan mulai memedulikan orang perhatian padanya.

Ya Vio tahu, perasaan tak bisa dipaksa. Tapi ia yakin, kalau rasa itu akan hadir karena terbiasa. Sungguh bukan maksud dirinya mengerdilkan perjuangan Aldo, dia hanya ingin mempermudah jalan temannya menuju Ashel.

...

"Kalau bukan lo yang minta, gue nggak bakal mau."

Vio diam, ia mengikuti pandang Ashel ke arah dalam. Di sana, ia melihat Aldo tengah di panggil Bu Dira entah untuk apa. Kemudian, memandang Ashel yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan redaktur. Di ambang pintu, ia bisa mendengar, perempuan itu meminta izin barang sepuluh menit untuk keluar.

Tanpa dia duga, Ashel menarik tangannya menuju pintu keluar. Vio tak berontak, ia ikuti ayunan tungkai Ashel yang berhenti di sisi bangunan kantor yang sepi.

Hal pertama yang perempuan itu lakukan adalah mengedarkan pandang. Seperti memastikan tidak ada orang selain mereka berdua di sana. Setelah selesai memastikan, manik mata hitam samar itu, mengunci tatapnya dalam diam.

Vio diam, membiarkan Ashel mencari apa yang ingin dicari melalu bola mata hitam miliknya itu.

"Lo tahu 'kan? Perasaan nggak bisa dipaksa?"

"Efforts Aldo lebih dari pada gue. Jangan sampai nyesel dua kali, Shel,"

Ashel tersenyum remeh sambil mengalihkan pandang. Ada cebikan bibir yang terdengar hingga telinga Vio. Perempuan itu, terlihat kesal setelah kembali menatap dirinya.

"Tapi gue maunya lo, Vio!" tegas Ashel.

Ashel tidak teriak, namun kalimatnya sangat menekan. Hingga terlihat, jika temannya itu sedang menahan amarah yang mulai naik ke kepala.

"Gue udah ada Chika," ucap Vio santai. Dia sama sekali tidak masuk dalam emosi yang sedang Ashel luapkan.

Lagi-lagi Ashel tersenyum remeh di sana, "Gue juga udah ada lo,"

"Jangan bego, Shel,"

"Lo yang bego! Lo maksa gue buat hargain perasaan teman lo, itu sama aja nyakitin dia! Lo nggak mikir sampai sana, hah!" kali ini Ashel membentaknya. "Itu juga nyakitin gue, Vi,"

Vio bungkam.

"Coba dulu, Shel,"

Giliran Ashel yang diam. Ada lepasan napas berat yang perempuan itu keluarkan dalam tunduk usai membentak dirinya. Seperti tengah berusaha menata kembali emosi yang sempat buyar beberapa detik yang lalu.

"Tapi gue boleh minta satu permintaan?" tanya Ashel pelan.

"Apa?"

KAPASITAS IKAN MIGRASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang