chapter 4 - coincidence

342 21 0
                                    

Klik!

Difal menoleh pada Alanda yang diam-diam memotretnya melalui ponsel. Perempuan manis itu tersenyum, memamerkan deretan giginya yang rapi. Mereka sedang berada di Art Gallery of New South Wales, galeri seni pertama yang mereka kunjungi hari ini. Sementara Difal mengagumi karya seni di hadapannya, di sampingnya Alanda justru memandangi wajahnya dan tak lupa mengabadikannya ke dalam ponsel. Dipotret diam-diam memang mengesalkan, tapi kalau Alanda yang melakukannya, Difal hanya bisa pasrah.

Alanda dan ponsel memang tidak bisa dipisahkan. Sebagian pekerjaannya ia lakukan di dalam benda kecil itu. Setelah menikah, ia mulai memperbarui akun Instagram miliknya. Brand-brand besar yang dulu bekerja sama dengannya mulai menghubunginya satu per satu. Selain melakukan promosi untuk mereka, Alanda juga suka membagikan beberapa kegiatannya di sana.

Satu postingan berhasil Alanda unggah di sana. Slide pertama menampilkan wajah Difal dari samping. Foto itu mempertegas garis rahangnya yang tajam. Meski hanya di satu sisi. Sorot matanya yang teduh terpaku pada sebuah lukisan. Tampak serius, juga tampak tampan di mata Alanda. Baginya, wajah tampan suaminya itu adalah karya seni yang tidak bisa dianggurkan begitu saja.

Di slide kedua ia memasukkan foto mereka berdua. Alanda tampak manis dengan floral dress berwarna kuning pucat yang mengembang hingga ke bawah lutut. Sementara Difal yang mengenakan kemeja putih tampak santai berdiri di sampingnya. Bukannya menatap kamera, ia justru tersenyum ke arah Alanda. 

Namun selang beberapa menit, Alanda mengutuki keputusan impulsifnya itu. Ratusan komentar memenuhi postingannya. Semuanya dipenuhi dengan kata-kata pujian yang tertuju pada Difal, yang justru membuat Alanda sebal.

"Ada apa?" Difal bertanya setelah menyadari Alanda sejak tadi menunduk memandangi ponselnya. Ia khawatir jika Alanda tiba-tiba menemukan artikel yang memuat tentang dirinya.

Alanda mendongak, kemudian mengarahkan layar datar ponselnya ke arah Difal. "Mereka suka sama kamu."

Difal tidak mengerti siapa mereka yang Alanda maksud. Ia menggulir ponsel milik Alanda, lalu menggeleng dengan tatapan geli setelah membaca komentar-komentar bernada genit tentang dirinya. "Abaikan aja," ujarnya tak acuh.

"Mana bisa begitu?"

"Yah, kalau begitu dihapus aja, Al. Toh, kamu juga yang memicu mereka untuk mengomentari itu."

"Tapi kan, itu foto kamu!"

"Loh, kenapa jadi salah aku?" Difal berusaha untuk tidak tertawa. "Lagi pula kenapa suaminya harus dipamerin, sih? Aku aja nggak rela kalau kamu dilirik orang lain."

Mendengar itu membuat Alanda cemberut sekaligus senang di saat bersamaan. Ia segera menghapus postingan itu, lalu memasukkan ponselnya ke dalam tas. Hari ini ia tidak akan membagi apa pun ke akun Instagramnya. Apalagi yang berhubungan dengan Difal. Selain itu, ia juga tidak ingin membebani Difal dengan segala tindak-tanduknya hari ini. Entah kenapa sejak Difal tiba kemarin, Alanda merasa ada sesuatu yang berbeda dari suaminya itu. Difal mungkin tidak menunjukkannya dengan sengaja, tapi Alanda bisa merasakannya.

Pria itu mungkin tampak tenang di luar, tapi hanya Tuhan yang tahu apa yang sedang berkecamuk di hatinya.

Alanda jadi teringat setelah malam panas mereka semalam. Malam itu Alanda sulit untuk berpikiran waras saat Difal mulai membaringkannya, lalu menghujaninya dengan ciuman. Setiap sentuhan suaminya itu bagaikan sengatan listrik di tubuhnya. Setelah kamisolnya terlepas begitu saja, Difal memberikan lebih banyak lagi dari yang bisa ia bayangkan. Difal mencumbunya dengan penuh kelembutan, tanpa ketergesaan tapi menuntut lebih banyak, penuh keyakinan. Begitu memujanya.

sweetness & sorrowWhere stories live. Discover now