Bab 12

45 8 0
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.





Satu tahun yang lalu.

"Kenapa aku gak bisa apa-apa!?"

Fuchsia mengetikkan paragraf terakhir di Word. Alih-alih menyelesaikan naskahnya yang sudah disuruh tamat segera, gadis itu menulis kembali cerita baru. Hanya draft. Hanya untuk menuliskan resahnya yang tidak bisa disampaikan pada orang lain. Lidahnya seolah-olah menjadi kelu. Bukan, bukan itu sebenarnya.

Dia ... malu. Fuchsia tidak punya muka untuk cerita pada siapapun. Orang yang akan mendengarkannya ada, beberapa dari mereka mengirim pesan singkat. Hanya saja ... iya, dia terlalu malu.

Malu mengakui kegagalan. Malu mengakui kekalahan. Malu karena ... merasa bodoh, tidak bisa melakukan apa-apa.

Fuchsia merentangkan tangannya ke meja, lalu menjatuhkan kepalanya di sana. Hanya itu yang terus dia lakukan selama sehari penuh. Internetnya dia matikan, semua sosial media dihapus karena terus melihat IG Story teman-temannya yang lolos, hanya WA yang tidak dia hapus.

Energinya menghilang. Bahkan, untuk menonton drama yang dia suka pun, rasanya enggan. Dia hanya ingin diam, melamun. Lalu menghela napas berat. Terus-menerus berpikir, bahwa usahanya masih kurang. Banyak andai yang muncul. Galaunya anak kelas 12 sekali, bukan?

"Cia?" Hana mengetuk pintu. "Sini. Keluar dulu. Ada Bunda Ratna."

Lagi. Fuchsia menghela napas berat. Apakah tidak bisa, hidupnya dijeda dulu? Tombol pause sebelah mana, ya?

"Ciaaa!"

"Iyaaa," jawabnya sedikit keras. Gadis itu membenarkan tatanan rambutnya yang sudah berantakan. Baru membuka pintu kamar dan sudah mendapati Ratna dengan H, Kiki, di ruang tamu.

Sidang lagi!? Mau menyalahkannya lagi!? Atau apa lagiii!?

Jadi, takut kalau Ratna marah-marah, Fuchsia duduk berjauhan dengan mereka. Memilih duduk di sofa paling ujung bersama Hana. Sementara Robin sudah keluar rumah bersama satu teman perempuannya begitu Fuchsia keluar.

"Gak keterima lagi?" tanya Ratna pelan. "Coba cek lagi. Kali aja ada perubahan, kan? Itu, temen kamu yang sering nyontek ke kamu aja lolos."

Hana berbisik. "Turutin dulu."

Fuchsia hanya mengangguk kecil, mengambil ponselnya kembali ke kamar dan membuka web-nya lagi. Dia mendesah lelah saat masih mendapati kata Semangat di sana. "Nggak berubah."

Ratna menghela napas. Terlihat lelah untuk kembali bicara. Iya, kan? Dia mengecewakan keluarganya, kan? Fuchsia semakin maluuu. Hidungnya sudah memerah, matanya semakin perih. Sampai Hana berbisik, "Nggak pa-pa. Saingannya, kan, banyak. Bukan berarti kamu gagal."

Tangisnya malah pecah.

"Kenapa nangis?" tanya Kiki lembut. "Udah, gak pa-pa. Masih banyak jalur lain."

Switch-CaseWhere stories live. Discover now