Bab 31

26 7 0
                                    

Fuchsia harus stay di ruang rawat inap Ratna setiap malam

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Fuchsia harus stay di ruang rawat inap Ratna setiap malam. Tidak ada toleransi lagi dari Kiki. Biasanya, jika Hana sudah bicara bahwa Fuchsia tidak bisa tidur kalau di rumah sakit dan besoknya ada kelas, Kiki selalu akan mengalah. Jadi, beberapa kali dia harus terbangun karena merasa tidak nyaman. Dia kembali bangkit dan memilih duduk di kursi single dekat jendela, melihat lampu-lampu jalan di bawah sana. Masih ada segelintir orang yang lewat. Juga beberapa penjual yang masih berjualan.

"Susah tidur?" Pertanyaan lemah Ratna membuat dia menoleh sebentar. Fuchsia mengangguk. Suara itu kembali membuatnya luluh. Dia masih punya rasa peduli. "Udah makan?"

"Udah."

Tidak ada suara lagi dari Ratna. Fuchsia kembali meliriknya. Wanita itu masih sadarkan diri, belum tidur lagi. Hanya itu yang dia lakukan sampai dini hari. Sampai bisa terlelap sebentar di kursi dengan bantalan tangannya sendiri, menghadap tepat ke jendela.

Besoknya. Berhubung dia harus rapat program kerja himpunan mahasiswa divisi lain yang menyangkutkan divisi RnD, maka Fuchsia harus memberi sebuah pesan bahwa dia akan telat karena harus menunggu Hana untuk datang ke rumah sakit sebagai penggantinya dan harus menunggu Robin pulang sekolah. Lalu, akan dititipkan ke rumah saudara Hana yang cukup jauh dari rumah, dekat kampusnya.

Namun, menit berikutnya, alih-alih Hana yang datang, justru Kiki yang menampakkan diri sambil membawa buah-buahan. Sepertinya titipan dari tetangga lagi.

"Ayo sarapan bareng. Biar Mama yang jaga di sini," ajak Kiki santai. "Robin udah dititip ke Tante Hani."

Fuchsia mengangguk. Keduanya berjalan bersama memasuki lift, lalu Kiki membawanya pada tempat makan di sekitaran sana. Ada banyak meja berjejer di luar yang masih kosong. Kiki mengambil duduk paling ujung. Mereka duduk berhadapan. Setelah memesan bubur, Kiki sempat bertanya, "Bapak sudah berjanji untuk ceritakan kisah Bunda Ratna ke kamu."

Fuchsia tidak berani menatap Kiki sekarang. Dia hanya menunduk dan memainkan satu lembar tisu yang baru diambilnya di meja kayu di depannya itu.

"Kami terlahir jadi anak broken home. Seperti yang kamu tahu, ibu Tante Irana adalah ibu tiri kami, tapi kamu kisah di baliknya?" tanya Kiki pelan.

Fuchsia mengangguk.

"Ibu Tante Irana merebut kakek. Makanya Bunda Ratna gak pernah membiarkan aku panggil beliau Nenek." Dia mengambil napas sejenak. "Lalu, Bunda Ratna menjadikan aku bahan—robot—balas dendam untuk menunjukkan bahwa hidupnya lebih baik daripada Tante Irana dengan menjadikan aku sebagai orang yang terlihat sempurna."

"Bunda Ratna juga mengalami hal itu." Fuchsia mulai berani mendongak. Menatap Kiki yang berlanjut bercerita, "Dia harus menekan dirinya sendiri di umur 19 tahun untuk terlihat baik-baik aja. Kami ditinggal, ditelantarkan di rumah berdua. Dan di umur segitu, beliau harus cari uang untuk bapak sekolah."

"Dia tumbuh sebagai orang yang mementingkan uang karena tahu rasanya susah mencari," lanjut Kiki. Beliau mengambil sodoran semangkuk bubur terlebih dulu yang baru dibawakan penjual tadi. Begitu juga dengan Fuchsia. "Sampai menikahi laki-laki karena uangnya. Agar terlihat lebih baik dari Tante Irana."

Switch-CaseWhere stories live. Discover now