Bab 62

875 146 23
                                    

Sudah hampir dua jam lamanya November terus berkutat dengan ponsel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah hampir dua jam lamanya November terus berkutat dengan ponsel. Entah apa yang ia lihat. Yang jelas sekarang matanya memerah sebab terlalu lama menatap layar gadget, dan juga karena terlalu banyak menangis. Gadis itu lelah, tetapi ia tak ingin membuang waktu hanya dengan menangisi kondisi Horizon yang kini terbaring diam di ranjang rumah sakit — tepat di hadapannya.

Sudah dua hari Horizon belum sadarkan diri akibat kecelakaan yang menimpanya tempo hari. Keadaannya cukup parah. Dokter menyebut bahwa Horizon mengalami koma. Banyak meninggalkan luka di sekitar wajah dan tangan. Bahkan ada dua tulang rusuk yang patah karena tubuhnya menghantam benda tumpul.

Saat ini, di ruangan putih yang paling November benci, hanya ada ia dan Horizon. Jefri masih berada di kantor, Melly sedang kembali ke rumah untuk mengambil beberapa kebutuhan, dan Agatha masih berada di sekolah. Begitupun dengan teman-teman yang lain.

Dan November menggunakan waktu sunyi ini untuk merenung. Banyak penyesalan yang dimiliki gadis itu. Salah satunya adalah waktu. November menyesal tidak menggunakan waktunya bersama Horizon dengan sebaik mungkin.

"Kak..., kapan lo bangun?" monolog November seraya memainkan jemari Horizon yang berada di genggamannya. "Lo gak capek tidur terus?"

Waktu seolah berjalan dengan sangat lambat. Di saat seperti ini, November merasa sangat tidak berguna karena tidak ada yang bisa ia lakukan selain menunggu. Sambil menemani sang kekasih, November menghabiskan waktu dengan membaca atau memainkan ponsel. Sesekali ia akan bernyanyi sambil memetik gitar, berharap Horizon tidak akan merasa kesepian.

November yakin dan percaya, meski Horizon tak sadar, laki-laki itu masih bisa mendengarnya. Sebab November pernah mengalami situasi yang sama ketika dirinya drop dan harus terbaring tak berdaya di rumah sakit.

Tangan November terulur menyisir rambut Horizon. Dan ia baru tahu jika rambut Horizon sangat lembut. Kulit lelaki itu juga terlihat halus, walau sekarang ada beberapa luka yang menghiasi. Ah, November akan memanfaatkan keadaan ini untuk membingkai wajah Horizon dan mengingat semua hal tentang laki-laki itu.

Merasa sepi, November merebahkan kepalanya di pinggir brankar dan mulai mengajak Horizon berbicara. Gadis itu menceritakan masa kecilnya dan juga kehidupannya ketika masih tinggal di London bersama kakek-neneknya.

Tentang masa-masa bahagia dan juga kelamnya. Tentang bagaimana ia berusaha untuk tetap bertahan dari penyakit yang membuatnya menderita.

"Gue tahu ini konyol. Tapi gue sempet bayangin, gimana kalau dari awal gue sama lo ga pernah ketemu? Lo inget first kiss kita, kan, Kak?" November terkekeh pilu. "Waktu itu gue bener-bener ngerasa kesel dan jijik. Gue yang gak pernah ciuman, masa tiba-tiba ciuman sama orang asing? Gue terus gosok bibir gue sampe berdarah buat ngilangin bekasnya."

"Tapi sekarang, gue suka setiap lo cium gue. Gue suka setiap lo sentuh gue, peluk gue. I really like everything about you, Kak."

November menghembuskan nafas dengan keras. Lelah berbicara sendiri. Ia menguap kecil kemudian merebahkan kembali kepalanya, memejamkan mata dengan harapan ketika bangun nanti ia bisa melihat senyuman Horizon.

Goodbye, NovemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang