"SEBELAS…DUA BELAS…TIGA BELAS….EMPAT BELAS….LIMA BELAS….”
Anak-anak itu berhitung dengan sisa-sisa tenaga mereka. Mereka sangat kelahan dan itu jelas terlihat. Tapi sejauh ini tidak ada yang berani mengajukan protes kepada hazard-hazard itu.
Seorang gadis berhenti tiba-tiba. Ia menunduk dan menatap nanar kedua telapak tangannya yang terkena tanah liat. Lapangan ini biasa digunakan untuk bermain sepak bola, jadi tentu saja banyak rumput dan tanah liat disana.
“Ini sakit... Aku tidak kuat...”
Melihat ada yang menangis, Alexa berjalan menghampiri gadis itu. Ia berjongkok tepat didepan gadis itu. “Bangun.” Ucapnya datar.
Gadis itu menatap sosok Alexa dengan tatapan memelas. “T-tapi kak, tangan ku sakit..” Ia sedikit mengecilkan suaranya diakhir.
Alexa berdiri dam menatap gadis dibawahnya yang masih terus menangis. Pria itu sangat membenci seseorang yang cengeng. Maka ia pun berkata. “Berdiri. Kau bisa pergi ke tepi lapangan sekarang."
'YES!!!' Serunya dalam hati. Ia meneriakan kata "Terimakasih kak" saat Alexa berbalik dan meninggalkan gadis bernama Hana itu disana.
“EMPAT PULUH LIMA.... EMPAT PULUH ENAM...."
Fighter melirik sosok gadis disebelahnya lewat ekor matanya saat dirasa sesuatu yang aneh sedang terjadi. Aneh dalam hal ini adalah ia melihat gadis berkucir kuda yang sedang push up disisi kanannya terlihat seperti sedang menahan rasa sakit. Itu terlihat jelas dari caranya melakukan push up yang tidak sempurna. Menanyakan sesuatu hal yang bukan ranahnya sama sekali gaya Fighter. Jadi pria tampan itu hanya diam dan kembali fokus.
Sementara itu persis disebelahnya, Vivian sedang mati-matian untuk tidak menangis saat ini. Bagaimana tidak? Posisi push up perempuan yang seperti ini membuat lutut nya bergesekan dengan tanah beberapa kali hingga rasa nyeri dengan cepat menyebar keseluruh pangkal pahanya.
Berulang kali Fighter mencoba untuk mengabai suara-suara yang ia dengar disebelah telinganya. Akan tetapi suara 'Sshhhh' justtu terdengar semakin keras, membuat Fighter mau tak mau harus berhenti dan menoleh kearah sosok disebelahnya. Gadis itu terlihat tidak baik-baik saja. Wajahnya pucat, rambut depannya basah karena berkeringat, dan tangannya beberapa kali kedapatan menutupi lututnya.
Pangkal tenggorokan Fighter sudah siap untuk mengeluarkan suara, tapi seseorang sudah lebih dulu mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi hingga menarik perhatian Alexa yang sedang berkeliling.
“Interupsi, 1145. Jeff Satur. Teknik Arsitektur izin berbicara.” Ucap orang itu cukup keras. Sontak, semua orang menoleh kearah sumber suara.
Mendengar orang itu melakukan interupsi, Fighter berkata dalam hatinya. ‘Ternyata namanya Jeff, kami bahkan berada di jurusan yang sama, sial!’
Fighter pergi meninggalkan lapangan secara tiba-tiba. Entah kemana pria tampan itu pergi sekarang.
“APA? TIDAK DENGAR?” Teriak Gio yang berada disamping Alexa.
“INTERUPSI, 1145. JEFF SATUR. TEKNIK ARSITEKTUR IZIN BERBICARA.” Kali ini suaranya terdengar dua kali lipat lebih keras dari sebelumnya. Alexa berjalan kearah orang itu.
Para camaba yang tadinya sedang dalam posisi push up kini merubah posisi mereka menjadi duduk. Anggap saja jika ini adalah kesempatan bagi mereka untuk beristirahat sejenak.
Alexa berkata. “Silahkan bicara.”
“Saya rasa semua orang disini kelelahan, setidaknya berikan kami waktu untuk istirahat sebentar."
KAMU SEDANG MEMBACA
HAZARD
Teen FictionMenceritakan tentang sebuah organisasi bernama 'Hazard' dan segala sesuatu yang terjadi di Independent University. "Dewan Hazard itu baik tapi juga jahat disaat yang bersamaan."