23. Painful Decision

8 1 0
                                    

"Uwahhh apa ini?! Apa aku tidak salah lihat? Besar sekali!" Mulut Lino terbuka lebar ketika pria itu melihat 'benda' yang ada di hadapannya saat ini.

Erlan memajukan kakinya beberapa langkah kedepan hingga sejajar dengan Lino kemudian menopangkan salah satu lengannya pada bahu pria disebelahnya.

"Ini namanya tenda, apa di Korea tidak ada tenda?"

Bugh!

"Aakh! Kenapa kau memukul ku?!" Teriak Erlan tak terima.

Ya, Lino baru saja memukulnya di bagian perut__atau lebih tepatnya menyikut perutnya dengan cukup keras. Anak-anak lain yang ada di belakang mereka tidak ingin ikut campur, mereka lebih suka memperhatikan keadaan sekitar selagi tidak ada hazard yang mengawasi.

Saat ini semua orang baik itu camaba maupun hazard sedang berada di lapangan belakang. Dan hal yang membuat Lino berdecam kagum barusan adalah, ada belasan tenda yang berukuran super besar berada di lapangan!

Ukurannya jauh lebih besar dari pada tenda pada umumnya. Yah mungkin seukuran dengan tenda milik tentara militer.

"Bukan itu maksud ku! Aku tau ini tenda, tapi coba lihat! Tendanya sangat besar! Ini pasti bisa menampung banyak orang."

Lino berjalan masuk kedalam tenda tersebut, sementara Erlan masih senantiasa menunggu di depan 'pintu'. Tak berselang lama, kepala Lino menyembul keluar dari dalam tenda itu. Ia berkata dengan nada gembira.

"Di dalam sangat luas, mungkin bisa menampung sekitar 45 orang. Dan...."

Ketika Lino menjeda ucapannya, Erlan dengan cepat bertanya karena penasaran. "Dan apa? Cepat beritau Lin!"

Pria bernama Lino itu lantas tersenyum lebar sambil menunjukkan deretan gigi putihnya yang rapi.

"Ada selimut dan bantal guling juga didalam."

Sedetik setelah Lino menyelesaikam ucapannya, beberapa pria berbondong-bondong masuk ke dalam tenda hingga membuat Lino hampir terinjak-injak didalam sana.

Erlan mengelus dadanya sendiri ketika ia berhasil menepi tepat pada waktunya. Ia kemudian berjalan santai menyusul lainnya didalam. Maklum saja, setelah semua yang terjadi hari ini semua orang pasti kelelahan dan butuh istirahat.

Sementara itu didalam tenda lain, sekelompok gadis tengah duduk melingkar sambil memeluk bantal masing-masing. Salah satu dari mereka berkata.

"Jadi setelah kau mengikuti Fighter keatas, kalian bertemu senior bernama Johny disana? Dan kamar kak Johny adalah satu-satunya kamar di lantai 9 yang berpenghuni, begitu?"

Gadis yang duduk didepannya mengangguk pelan.

"Apa kau yakin kamar lainnya kosong, Vi?"

"Yakin sekali. Aku sudah mengecek beberapa kamar sebelum mengetuk pintu kamar Kak Johny Ra, tapi kamar-kamar disana benar-benar tak berpenghuni. Hanya kamar Kak Johny saja yang ada orangnya."

"Ini aneh."

Sementara itu satu orang lainnya ikut bertanya.

"Vivian, apa kau tau apa yang ada didalam tas itu? Atau, apa kau tau kemana Fighter pergi membawa tas itu?" 

Lagi, untuk kedua kalinya Vivian menggengkan kepalanya. Ia benar-benar tidak tau kemana Fighter pergi saat itu. Johny hanya mengatakan jika Fighter harus pergi ke suatu tempat, dan pria itu akan segera kembali. Selebihnya Vivian benar-benar tidak tau.

"Kak Johny menyuruh ku menunggu Fighter di kamarnya, dan kami tidak banyak mengobrol."

Hanya orang sinting yang jika dihadapkan dengan situasi seperti itu akan terlihat tenang. Saat itu jantung Vivian bahkan berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.

HAZARD Where stories live. Discover now