32|Menyerah

5.9K 634 3.5K
                                    

_______________

“Warna merah? Tidak buruk.”
~Ester R Pattinson~

“Aku harap kamu bahagia. Aku menyerah Ester, kau menang.”
~Mollyara Lovara Bratadikara~
_______________

|32|

Di Zurich Swiss, waktu setempat

   Hujan lebat disertai petir mengguyur kota Zurich. Wanita berbadan dua yang sedang merawat putri bungsunya tampak panik ketika demam sang anak tak kunjung reda. Dia tak lain Rekia yang sedang merawat Lea. Lea tiba-tiba saja demam tinggi dengan terus menggumamkan kata ‘papa.’ Mungkinkah dia merindukan sang ayah?

   “Mama, dokter Lin bilang akan datang terlambat. Katanya dia harus menangani wanita melahirkan.” Ucap Ressa sambil berjalan mendekati Rekia.

   “Kalau pun tidak menangani pasien, pasti akan datang terlambat. Hujan sangat lebat,” gumam Rekia.

   Rekia menghela napas berat. Wajahnya cemas dan terus menghusap-usap puncak kepala Lea yang panas dan berkeringat cukup banyak. Ressa duduk disebelah kiri adiknya. Sama seperti sang ibu, Ressa juga tampak khawatir pada Lea. Rekia menatap ponselnya. Sudah berpuluhan kali dia menelefon Arsetha namun tak satupun diangkat. Meskipun mustahil Arsetha akan datang ke Swiss tetapi Rekia berharap setidaknya suara Arsetha bisa menenangkan putrinya. Iya, Rekia hanya berharap.

   Kenapa daritadi hanya memanggil? Apa mungkin Ars memblokir nomorku? Batin Rekia sambil mengirimkan pesan pada Arsetha. Meskipun itu percuma. Karena Arsetha sudah memblokir nomornya.

   “Papa... Papa...” rintih Lea dengan mata terpejam.

   “Lea...” lirih Ressa menatap kasihan sang adik. Dia menggenggam tangan mungil itu.

   “Mama, apa papa sudah mengangkat teleponnya?” tanya Ressa.

   “Be-belum... Mungkin papa masih sibuk, kan waktu disana dan disini berbeda nak.” Jawab Rekia sehalus mungkin. Dia tak ingin putrinya curiga.

   “Apa pekerjaannya lebih penting daripada Lea?” gumam Ressa yang terdengar oleh Rekia. Dia yang mendengar hal itu hanya bisa diam.

   Bagaimana ini?? Demamnya tak turun, kapan dokter Lin akan datang? Batin Rekia menahan tangis. Dia lelah. Sangat lelah karena menahan segalanya sendiri. Melihat bagaimana keadaan Lea membuat Rekia merasa kesal pada Arsetha.

   Ting! Tong!

   “Biar Ressa yang buka pintu ya ma,” ucap Ressa dan diangguki oleh Rekia. Dia kembali menghusap puncak kepala Lea.

   “Papa... Lea mau papa... Papa...”

   Lea maafin mama ya nak. Mama nggak bisa pertahanin papa dan buat kamu sakit. Maafin mama, batin Rekia lalu mencium kening Lea sambil menangis.

   “Lea!” pekik Lofan. Dia langsung berlari kecil menghampiri keponakannya. Terlihat wajah cemas dan napas tak beraturan menandakan jika pria itu lari sebelumnya. Lofan langsung menyentuh kening Lea.

   “Astaga! Panas sekali, kita harus membawanya ke rumah sakit. Kakak ipar, mana kak Ars?” tanya Lofan.

   “Na-nanti aku jelaskan. Tetapi, bagaimana bisa kau kemari?? Bagaimana dengan istrimu?”

   “Dia menunggu di rumah sakit. Tadi aku sedang menemaninya USG dan Ressa menelepon. Tadinya dia ingin ikut kemari karena mencemaskan Lea juga tetapi karena hujan lebat aku melarang dan meminta dia menunggu disana. Maka dari itu aku cepat-cepat datang kemari menjemputnya. Kakak ipar, tolong pakaian baju tebal untuk Lea. Dan Ressa, bantu uncle siapkan pakaian Lea yang akan kita bawa.” Ucap Lofan. Rekia mengangguk patuh lalu memakaikan pakaian hangat untuk Lea. Dia sangat bersyukur dengan kedatangan Lofan.

MOLLY[End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang