Bab 9

11.5K 601 14
                                    

Aku harus memutar otak untuk mendapatkan pekerjaan. Aku harus bisa memenuhi kebutuhan hidupku dan bayiku bahkan kehidupan keluargaku.

Keuangan keluargaku sangat bergantung pada pemberian Rajendra saat ini. Bapak yang awalnya menjadi tulang punggung keluarga, sekarang sudah tidak bekerja lagi karena Rajendra meminta bapak untuk pensiun.

Sehingga jika sampai hal yang tak aku inginkan seperti perceraian terjadi, aku harus bisa menyuplay keuangan keluargaku, untuk biaya hidup termasuk biaya sekolah kedua adikku.

Meskipun beban berat sudah menghadang di depan mata tetapi aku harus tetap optimis karena pundakku akan menanggung kehidupan banyak orang.

Aku menghubungi Riana untuk meminta tolong agar mencarikanku pekerjaan dari beberapa kenalannya.

Untungnya waktu itu ada stand kosmetik di salah satu mall sedang kosong dan membutuhkan SPG atau  Sales Promotion Girls. Aku mengajukan lamaran dibantu oleh Riana. Untungnya lamaranku diterima karena aku sudah memiliki pengalaman pada pekerjaan yang sudah aku tekuni sejak lulus SMA.

Setelah diterima, aku mempelajari product knowledge tentang kosmetik yang akan aku pasarkan. Banyak yang aku pelajari selama bekerja di perusahaan ini,  terutama cara menghandel konsumen dan mental yang ditempa untuk tidak takut berkomunikasi dengan banyak orang.

Sudah satu bulan ini aku bekerja menjadi SPG dari hari senin sampai jum'at. Aku ingin fokus pada pekerjaanku terlebih dahulu sebelum mengumpulkan bukti-bukti untuk mematahkan tuduhan Rajendra.

Pagi ini seperti biasa aku berangkat bekerja pukul 07.30 pagi. Aku turun ke lantai satu dan tidak mendapati Rajendra ada di sana. Sudah satu bulan ini Rajendra selalu menghindariku.

Ia memang pulang ke rumah tapi selalu berangkat pagi-pagi sekali dan pulang larut malam. Meskipun kami tidak pernah berjumpa, namun deru mesin mobilnya selalu terdengar saat aku baru bangun tidur ataupun sedang nyenyak di alam mimpi.

Aku tidak mempermasalahkan hal itu. Yang terpenting Rajendra tetap pulang ke rumah dan tidur di kamar tamu. Tapi aku juga tak akan membiarkan masalah ini berlarut-larut. Waktuku tinggal dua bulan lagi. Aku harus bisa membuktikan kalau aku tidak selingkuh dan meminta Rajendra untuk membatalkan gugatannya.

Aku berangkat bekerja dengan menaiki bus kota. Naik bus jauh lebih hemat dari pada naik ojek online. Aku bisa menghemat ratusan ribu dengan memangkas uang ongkos untuk pergi dan pulang bekerja.

Sebenarnya aku bisa naik motor. Namun semenjak aku menikah dengan Rajendra, ia tidak mengizinkanku untuk mengendari kendaraan roda dua itu lagi. Takut jatuhlah atau kecelakaan dengan pengendara yang lainlah. Rajendra akan lebih memilih mengantarku ke mana saja dan meninggalkan pekerjaannya dari pada melihatku mengendarai sepeda motor sendirian. Jika Rajendra tidak bisa mengantarku karena urusan pekerjaan yang mendesak, baru dia akan mengizinkanku untuk naik ojek online.

Meskipun aku bisa berhemat karena naik bus kota. Namun jarak rumah milik Rajendra dengan halte bus cukup jauh. Sekitar satu kilometer. Aku harus beberapa kali berhenti dan mengistirahatkan tubuhku agar bayi di dalam kandunganku tidak kelelahan. Aku tidak mau memaksakan diri untuk berjalan, namun aku juga tidak mau datang terlambat, untuk itu aku berangkat 2,5 jam  lebih cepat dari jam buka mall.

Setelah menaiki bus kota selama 1 jam, aku turun di halte yang tepat berada di depan mall. Aku bergegas masuk ke dalam mall dan menuju ke toilet. Aku bersiap-siap mengganti seragamku yang aku bawa di tas ransel dan menggunakan make up cukup tebal. Setelahnya aku membuka stand kosmetik dibantu oleh salah satu karyawan lama bernama Ella.

Hari ini ternyata mall cukup ramai pengunjung karena ada food festival di lantai dasar. Sedangkan stand kosmetikku ada di lantai dua.

Beberapa pengunjung menyerbu stand kosmetik yang aku jaga karena sedang mengadakan diskon yang cukup banyak.

Hampir dua jam aku melayani pengunjung tanpa beristirahat karena saking ramainya. Meskipun aku juga capek, namun aku meminta Ella untuk mengambil istirahat terlebih dahulu karena ia tampak kelelahan meski tak mengeluhkannya kepadaku. Ella sama halnya sepertiku, ia sedang mengandung dengan usia kandungan menginjak tujuh bulan. Meskipun sama-sama lelah, melihat perut Ella yang jauh lebih besar dari perutku membuat aku tidak tega.

Aku melayani pengunjung stand satu persatu sampai habis tak tersisa. Setelah kondisi stand sepi, aku memanfaatkan waktu untuk mengisi ulang beberapa produk yang telah kosong.

"Permisi kak" Belum selesai pekerjaanku rupanya sudah ada konsumen lagi yang menyambangi stand. Aku berbalik badan dan memasang senyum ramah kepada pengunjung standku.

"Iya kak..."

Namun tiba-tiba saja leherku serasa tercekat, badanku membeku dan senyumku memudar.

Aku menelan ludah kasar dengan bola mata yang memanas- siap menumpahkan air mata yang kapan saja siap menjebol pertahanan mataku. Satu kedipan saja aku yakin bisa meloloskan air mata ini keluar dari kantong air mataku.

Ya, aku melihat seorang perempuan menggamit lengan Rajendra dengan sangat mesra.

Aku yakin Rajendra juga sama terkejutnya denganku. Mata Rajendra membola dengan sangat lebar, namun tidak butuh waktu lama ia dapat menetralkan mimik wajahnya kembali tenang.

"Maaf Mas Jendra, aku ga tau kalau mantan istrimu bekerja disini. Kalau kamu ga nyaman kita bisa pergi dari sini" Perempuan di samping Rajendra berucap sambil melepaskan tautan tangannya pada lengan Rajendra.

Dan apa katanya? Mantan Istri? Padahal dia belum menceraikanku secara negara, namun ia dengan cepatnya mencari perempuan untuk menggantikan posisiku.

Jantungku serasa ditikam belati yang tak kasat mata. Aku mencoba menahan tangisku meskipun hal itu membuat dadaku terasa sesak. Aku mengalihkan perhatianku pada mereka berdua dengan menunduk memandangi lantai sambil memilin rok yang aku kenakan untuk tetap membuatku sibuk.

"Tidak apa-apa Ras. Cari yang kamu butuhin terlebih dahulu. Aku akan menunggu di sana" Rajendra melangkahkan kakinya keluar stand tanpa memberi penjelasan apapun kepadaku.

Aku hanya meyakini satu hal. Perempuan yang dipanggil 'Ras' tadi adalah Laras, anak dari salah satu teman budhe Galuh dan ia adalah mantan kekasih Rajendra.

"Maaf, aku ga jadi beli. Permisi" Laras ikut pamit dan menyusul Rajendra yang menunggu perempuan itu di lokasi yang jauh dari stand.

Aku langsung membalik badan dan tangisku luruh tanpa diminta. Hatiku sangat terluka melihat Rajendra dengan mudahnya menggantikan posisiku dengan perempuan lain.

Beberapa menit kemudia Ella datang dan terkejut melihatku menangis sesenggukan dengan hidung yang memerah.

"Lu, ada apa? Kenapa kamu menangis?" Tentu saja Ella panik mengetahui aku yang semula baik-baik saja sebelum ia meninggalkanku istirahat. Namun saat kembali melihatku menangis sesenggukan bahkan sampai membuat maskara yang aku kenakan luntur.

"Ga papa La. Sorry aku ga bisa cerita. Aku ijin ke kamar mandi dan istirahat ya" Pintaku. Bukannya aku tidak mau cerita dengan Ella, hanya saja aku tidak mau mengumbar aib rumah tanggaku. Bahkan aku juga tidak menceritakan permasalahan rumah tanggaku ini pada Djati dan Riana.

"Beneran kamu ga papa? Atau kamu mau ijin? Aku ga papa kok Lu jaga stand sendirian" Ella begitu baik kepadaku membuat hatiku menjadi terharu karena merasa dipedulikan.

"Aku ga papa La. Aku hanya butuh istirahat sebentar. Aku ke toilet dulu" Pamitku pada Ella.

Setelah pulang dari bekerja, aku sampai di rumah terlebih dahulu daripada Rajendra. Aku mandi dan berganti pakaian lalu duduk di ruang tengah menunggu kedatangannya. Aku ingin menuntut penjelasan darinya. Kenapa ia sampai hati menggadeng seorang perempuan padahal kami belum sah bercerai.

Tepat pukul 10 malam Rajendra tiba di rumah. Ia melihatku duduk di sofa namun ia tidak mengacuhkan keberadaanku.

Rajendra memilih memutar handel pintu kamar namun aku bergegas menghamipirinya untuk menahannya memasuki kamar tamu.

"Mas, ada sesuatu yang ingin aku tanyakan. Aku meminta waktumu sebentar saja. Ayo kita bicara"    Pintaku dengan mengiba.

Serpihan Hati (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang