Bab 23

15.5K 762 87
                                    

Halo Readers sayang, aku lagi ngadain vote buat ending cerita serpihan hati silahkan dibaca sampai akhir ya 😊😊

Mama terlihat lincah mengolah sisa bahan makanan yang ada di kulkas rumahku. Sisa kubis, wortel, dan juga sedikit daging ayam itu, mama masak menjadi semangkuk paklay sayur yang sarat akan gizi.

Sudah empat bulan ini pola makanku sungguh berantakan. Aku bahkan tidak makan dengan teratur dan lebih menyukai makanan instan yang tersaji di mini maket.

Aku hanya sibuk mencari keberadaan Wilu tanpa memperhatikan kondisi tubuhku. Masa bodoh dengan diriku sendiri yang terpenting sekarang aku harus segera menemukan Wilu.

Mama menyajikan sepiring nasi panas dengan semangkuk paklay di hadapanku "Makanlah! Kamu tetap harus memperhatikan kondisi tubuhmu agar bisa mencari Wilu"

Aku mengangguk lemah lalu menyantap makanan rumahan yang dimasak oleh Mama. Masakan Mama sungguh lezat dengan bumbu yang sangat pas di lidahku. Namun masakan mama juga tidak mampu membangkitkan selera makanku. Aku hanya menghabiskan separuh makanan itu lalu menenggak sebotol air mineral dingin.

Tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya. Aku menoleh ke arah jendela. Melihat tetesan air hujan itu menabrak kaca dengan suara nyaring. Hujan disertai gemuruh petir itu langsung merubah suasana hatiku menjadi semakin sendu.

Aku kepikiran soal Wilu. Bagaimana kondisinya di luar sana? Apakah dia ada tempat tinggal yang layak? Apakah istri dan anakku kedinginan karena  bulan ini sudah masuk musim penghujan?

Aku mengusap ujung mataku dengan jari. Menyeka setetes embun yang berkumpul di sudut  mataku.

"Banyak berdoalah semoga Wilu cepat ketemu" Mama mencoba menenangkan kegalauan hatiku. Beliau tahu betapa hancurnya aku karena kebodohanku menceraikan Wilu. Bahkan beliau mengesampingkan amarahnya kepadaku karena melihatku yang begitu berantakan.

Setelah makan, aku pergi ke kamarku di lantai atas. Aku merebahkan tubuhku sambil memeluk baju milik Wilu untuk mengikis rasa rindu yang mengepung hati. Aku meringkuk seperti bayi yang kedinginan.

"Lu, aku kangen" Lirihku.

Hari ini aku begitu lelah. Sudah dua hari ini aku terjaga dan mengitari beberapa kota hanya untuk menemukan keberadaan Wilu. Aku tidak mau berdiam diri dan hanya menunggu informasi dari orang-orang yang aku suruh menemukan Wilu tapi tak kunjung menemukan titik terang. Sudah empat bulan Wilu menghilang bak ditelan bumi.

Mataku yang terasa berat ingin memejam tiba-tiba saja melebar saat runguku mendengar sebuah notifikasi pesan yang masuk ke dalam ponselku.  Aku bergegas bangun lalu meraih ponsel yang tergeletak di atas nakas.

Aku buru-buru menekan notifikasi pesan dari sahabatku bernama Bara. Tanganku gemetar kala sebuah foto dari pesan itu muncul dan menunjukkan gambar Wilu dengan perut besarnya.

Wilu terlihat begitu cantik dengan perut yang membuncit. Namun wajah pucatnya yang terlihat di layar ponselku membuat rasa khawatir tiba-tiba menyergap di dada.

Aku langsung mendial nomor Bara untuk mencari tahu keberadaan Wilu.

Setelah deringan ketiga Bara menerima panggilanku.

"Bar, dimana istriku?" Tanpa salam, aku langsung menodong Bara dengan sebuah pertanyaan yang selama ini aku nanti-nanti.

"Wilu sekarang ada di Semarang. Di sebuah Rumah Singgah bernama Cemara. Aku akan mengantarmu besok untuk bertemu dengan Gilang- pemilik rumah singgah itu"

"Aku akan ke Semarang sekarang, Bar. Aku ingin bertemu dengan istriku dan memastikan keadaannya. Dimana aku bisa bertemu dengan kamu?"

"Ini sudah terlalu larut Rajendra. Terlalu berbahaya jika kamu mengemudi tengah malam seperti ini" Aku tahu Bara mencoba menasehatiku. Tapi hati kecilku begitu rindu ingin segera melihat Wilu.

Serpihan Hati (END)Where stories live. Discover now