Bab 20

15.7K 747 73
                                    

"Dasar breng***!" Satu bogem mentah aku layangkan ke muka Djati.

Bersamaan dengan rubuhnya tubuh Djati terdengar pekikan dari perempuan yang tadi datang bersama dengan pria itu.

Djati yang tersungkur di permukaan rerumputan langsung ditolong oleh tunangannya. Perempuan yang memiliki potongan rambut sebahu itu langsung menyemburkan sumpah serapahnya kepadaku.

"Apa-apaan kamu mas. Kamu yang breng***. Seenaknya saja langsung memukul tunangan saya tanpa sebab. Emang salah tunangan saya apa sama kamu?" Ia menunjuk-nunjuk ke arahku penuh emosi.

Gelegak amarahku turut bergemuruh. Aku menunjuk muka Djati yang bersembunyi di balik tubuh tunangannya "Kamu ga tau laki-laki yang menjadi tunanganmu itu berselingkuh dengan istri saya"

Bahu perempuan di depanku meluruh. Amarah yang tadi berkobar  besar seketika langsung padam. Berganti dengan helaan nafas perlahan yang menyurutkan niat perempuan itu yang tadinya ingin menabuh genderang perang denganku.

"Jadi karena alasan itu, kamu memukul Djati-tunangan saya?" Tanyanya dengan tenang.

Alisku tertaut. Respon perempuan itu tak seperti yang aku duga. Harusnya ia juga marah kepada Djati sama sepertiku yang marah kepada Wilu.

Aku hanya diam, menanti apa yang akan ia katakan selanjutnya tanpa lagi mengkonfrontasi ucapannya.

"Kamu salah paham. Djati ga mungkin selingkuh sama Wilu. Kamu bisa pegang omonganku"

"Ka... kamu kenal sama Wilu?" Tanyaku terbata. Aku tidak menyangka tunangan Djati mengenal Wilu yang notabene selingkuhan Djati. Apa mereka sedang membodohi tunangan Djati? Tanyaku di dalam hati.

"Kami bertiga berteman kalau kamu ingin tahu? Pure, berteman. Ga ada cerita CLBK antara Wilu dan Djati. Bahkan ga ada cerita mereka berdua main serong di belakangmu"

Aku mengambil gawaiku yang ada di dalam saku celana. Menggulir beberapa foto mencari bukti perselingkuhan mereka berdua. Setelahnya aku menunjukkan foto-foto itu kepada tunangan Djati.

"Mereka selingkuh. Kamu dibodohi" Kataku mencoba meyakinkan perempuan itu. Aku sangat yakin dengan prasangkaku.

Tunangan Djati itu melihat beberapa foto di gawaiku dengan ekspresi yang tenang. Bahkan ia sesekali tersenyum remeh melihat foto-foto itu.

"Dari mana kamu dapat foto-foto ini?" Tanyanya menuntut informasi dariku.

"Kamu tidak perlu tahu aku dapat foto itu dari siapa?" Kataku. Menurutku perempuan ini juga tak ada urusannya dengan orang yang mengambil  bukti foto perselingkuhan Wilu dan Djati.

"Well, orang yang memberikan foto-foto itu ke kamu pasti menginginkan kamu dan Wilu berpisah. Itu memang foto Djati dan Wilu sedang berada di sebuah cafe. Tapi bukan hanya mereka berdua, aku juga ada di situ. Si tukang foto itu hanya mengambil dari sudut Wilu dan Djati saja supaya terlihat intim"

Aku terhenyak dengan penjelasan tunangan Djati. Tapi penjelasannya itu belum bisa mematahkan perselingkuhan Wilu dan Djati. Masih banyak bukti-bukti lainnya yang menunjukkan mereka melakukan perselingkuhan di belakangku.

"Tapi aku melihat mereka bedua masuk ke lingkungan hotel bersama..." aku mengungkapkan fakta yang ke dua kepada perempuan itu.

"Aku yang meminta Wilu untuk menemani Djati mencari gedung pernikahan kami. Waktu itu aku sedang berada di luar kota sehingga aku tidak bisa menemani Djati"

Pernyataan tunangan Djati membuatku terhenyak untuk yang kedua kalinya. Benarkah aku salah menduga jika Wilu sebenarnya tidak berselingkuh?

Aku mengungkapkan fakta ke tiga. Fakta yang meyakinkanku untuk menceraikan Wilu.

"Tapi... Wilu dan Djati pergi bersama selama empat hari. Apakah kamu juga tidak tahu?"

Terdengar helaan nafas berat dari perempuan di depanku ini.

"Wilu waktu itu pendarahan. Dia meneleponku untuk mengantarkannya ke rumah sakit. Aku meminjam mobil Djati karena mobilku masuk bengkel. Dia harus opname karena kandungannya cukup lemah. Apa kamu sama sekali tidak tahu?"

Aku mematung di tempatku. Jantungku serasa mencelos mengetahui fakta yang sebenarnya. Ternyata dugaanku salah. Ternyata Wilu tidak berselingkuh dengan Djati.

Aku terlalu dini menarik kesimpulan dan mengesampingkan penjelasan yang ingin Wilu sampaikan. Aku terlalu percaya pada fakta yang aku lihat dengan mata kepalaku sendiri namun nyatanya itu tidak seperti kenyataannya.

Aku hanya percaya pada foto yang diberikan Lingga tanpa mencari tahu lebih dalam lagi. Termakan omongan Budhe Galuh dan Pak Lik Raharjo yang selalu memojokkan Wilu.

Aku jadi teringat Wilu dengan wajahnya yang pucat pasi pulang ke rumah disambut dengan kenyataan bahwa aku sudah menikahi Laras. Dan bahkan aku menceraikannya dan memulangkannya ke rumah orang tuanya. Bahkan aku masih teringat Wilu yang di tampar oleh bapak padahal ia sedang mengandung anakku.

Akulah pria breng*** itu. Laki-laki yang membuat hidup wanita yang aku cintai menjadi kacau balau karena prasangkaku.

Tubuhku limbung. Aku terduduk di rerumputan karena tidak mampu menopang berat tubuhku sendiri.

Melihat kenyataan jika akulah penyebab rumah tanggaku sendiri hancur membuatku ingin meledak.

Djati membantuku berdiri. Ia memapahku menuju teras rumah diikuti tunangannya yang berjalan di belakang kami. Setelahnya ia mendudukanku pada kursi rotan yang ada di teras.

"Gimana kondisi Wilu dan anakku?" Netraku melihat ke arah tunangan Djati yang baru aku ketahui kalau perempuan itu bernama Riana. Aku meminta Riana untuk menjelaskan kondisi mereka karena pada saat itu Riana, lah yang menemani Wilu saat opname di rumah sakit.

Riana balik menatapku dengan tatapan tidak percaya. "Aku hanya menemani Wilu semalam. Setelah itu aku ada kerjaan ke luar kota selama empat hari. Aku pikir dia memberitahumu jika ia harus diopname. Tapi mendengar pertanyaanmu tadi membuatku yakin jika hubungan kalian lebih runyam dari apa yang aku bayangkan"

Aku hanya mengangguk dengan linangan air mata menyesali kebodohanku "Aku.. menceraikan Wilu...." Suaraku tercekat seperti ada duri yang menancap di tenggorokanku.

Riana yang mendengar ucapanku langsung tekejut. Ia lalu menutup mulutnya yang terbuka menggunakan telepak tangannya.

Tidak berbeda dengan Djati. Mata pria itu membola setelah mendengar ucapanku.

"Ya Tuhan Mas Jendra. Tega sekali kamu menceraikan Wilu. Padahal dia sedang mengandung anakmu saat ini..." Riana sampai menggeleng kecil karena tidak percaya dengan keputusan yang aku ambil.

Djati meninggalkan duduknya. Laki-laki itu bersimpuh di depanku sambil mengangkat tangannya.

"Demi Tuhan, Mas. Aku ga pernah selingkuh sama Wilu, istrimu. Jika aku berbohong, aku rela mati kamu bunuh pakai tanganmu sendiri"

Mendengar sumpah yang diucapan Djati membuat rasa bersalahku pada Wilu semakin menggunung. Aku jadi berandai-andai saat ini. Andaikan aku tak gegabah dan mau mendengarkan penjelasan Wilu pasti rumah tanggaku tidak diujung tanduk seperti ini. Dan andaikan aku mendengarkan mama untuk tak menikahi Laras, pastinya Wilu tidak akan sakit hati karena aku memadunya.

Setelah kepergian Djati dan Riana, aku mendial nomer pengacaraku untuk mencabut gugatan ceraiku dengan Wilu di pengadilan agama.

Aku bergegas ke rumah besar untuk mencari keberadaan Lingga. Lingga adalah orang yang memberiku bukti foto-foto perselingkuhan Wilu. Anak laki-laki Budhe Galuh itu pasti punya maksud dan tujuan tertentu karena merekayasa foto-foto itu. Aku harus mencari tahu motif dibalik Lingga melakukan itu.

Aku memarkirkan mobilku di belakang mobil Pak Lik Raharjo. Rupanya sore ini Pak Lik sedang bertandang ke rumah Eyang Kakung.

Langkahku terhenti tepat di ambang pintu yang tidak tertutup rapat. Tanganku terkepal begitu kuat saat mendengar pembicaraan yang menyebabkan hancurnya rumah tanggaku.

Update lebih cepat di KBM dan Karyakarsa (link ada di bio 🤗)

Serpihan Hati (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang