𝑆𝑒𝑠𝑎𝑙

620 69 5
                                    

"INI SALAH KAMU! SEMUANYA SALAH KAMU!" teriak Bunda di malam dingin dengan air hujan yang turun deras.

"Andai kamu nggak mabuk saat itu! Saya nggak akan hamil! Saya nggak akan pernah nikah sama bajingan kayak kamu!"

"BERISIK! BERENTI NGOMONG LO!"

"KAMI NGANCURIN SEGALANYA! BANGSAT!"

"LO MASIH BELUM MAU BERENTI NGOMONG? SINI LO!"

Ayah menampar pipi Bunda dengan keras. Wanita itu tersungkur. Rasa kebas langsung menjalar ke seluruh wajahnya. Dia mendongak menatap sang suami yang masih dalam pengaruh alkohol. Dia muak dengan pria di hadapannya ini.

Acara reuni beberapa tahun silam yang membahagiakan berubah menjadi petaka bagi bunda. Ayah yang mabuk malam itu merebut paksa mahkota milik bunda. Mengahdirkan janin yang tak pernah diinginkan mereka.

Ayah berjalan sempoyongan menuju kamar. Dia membanting pintu lantas menguncinya dari dalam. Bunda pun sama. Dia bangkit lantas masuk ke dalam kamar putranya.

Saga kecil mengerjapkan mata melihat sang bunda yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar. Senyumnya mengembang. Dia pikir sang bunda datang untuk menemaninya bermain. Dia pikir sang bunda datang untuk membacakan dongeng kepadanya.

Senyum Saga mulai luntur ketika sang bunda duduk di pinggir kasur lantas menangis tersedu-sedu. Air mata terus menetes menuruni pipinya.

"Bunda? Bunda! Saga main puzzle! Liat nih!" ucap Saga sambil memperlihatkan puzzle utuhnya dengan bangga. Bunda melirik putranya. Senyum dan wajah itu terlihat sama persis dengan pria sialan yang tinggal serumah dengannya.

"Bunda ini liat bunda! Liat mainan Saga!"

Bunda berdecak sebal lantas menampar pipi gembul putranya. Hal yang sering dia terima dari suaminya. Saga tersentak. Air matanya mengalir. Kedua tangannya bergetar . Dia menatap takut ke arah sang bunda.

Malam itu. Tak pernah lagi dia lihat Saga tertawa kepadanya. Tak pernah lagi dia lihat Saga tersenyum ke arahnya. Malam yang mungkin di sesalinya selamanya.

***

Agahta berlarian di sekitar koridor rumah sakit. Beberapa perawat dan pasien menatap tajam ke arahnya. Seragam sekolah lengkap dengan tas punggung masih terlihat lengkap di tubuhnya. Matanya menjelajah mencari ruang inap Saga. Cewek itu langsung ke rumah sakit ketika mendengar kabar tentang Saga.

Agahta terdiam di depan salah satu ruang inap. Dengan pelan dia membuka pintu ruangan itu. Dia melihat bunda Saga yang tertidur di sofa panjang.

Jantung Agahta berdetak kencang, dia mendekati Saga yang kini terdengar mata terpejam rapat. Cewek itu duduk di samping brankar. Bulir air mulai menetes menuruni pipinya.

"Lo kemana aja?" tanyanya, "Gue kangen tau sama lo!" Agahta tak bohong. Dia benar-benar merindukan cowok dihadapannya ini. Dia ingin mengulang semuanya dari awal. Di saat semuanya masih utuh. Disaat dia, Saga, Rinai dan Rega masih bersama. Dia rindu masa itu.

Dia menunduk menggenggam erat sebelah tangan Saga, "Gue tau lo suka tidur. Tapi ... Jangan tidur terus kayak gini ... Please bangun ... Lo boleh contek semua PR gue! Lo boleh pinjem apapun dari gue!"

Agahta mengusap air matanya, dia melepas tas lalu mengeluarkan sebuah buku dari dalam tasnya itu.

"Gue udah baca novel lo. Indah banget. Makasih udah jadiin gue tokoh utama dalam novel ini. Makasih udah buat gue ngerasa spesial. Makasi udah buat gue merasa dicintai dengan sangat luar biasa."

Dia menatap buku bersampul biru bergambar siluet wanita dan semicolon butterfly di samping judul. Dia sudah membaca keseluruhan isi dari buku itu. Buku yang menceritakan pertemuan pertama mereka sampai sekarang. Dan buku yang menceritakan betapa senangnya Saga bisa mengenal dirinya.

Abadi lah dalam setiap kenangan yang ku tuliskan.
Semoga semesta memberikan kesempatan untuk terus bertahan.

Tulis Saga di akhir novel itu. Air mata Agahta kembali menetes. Se-takut itu dia kepada kehilangan. Dia tak lagi sanggup jika harus berpisah kembali dengan orang yang berarti di hidupnya.

"Gue mau kuliah entar. Kalo lo nggak cepet bangun, lo bakalan jadi adek tingkat gue! Lo mau gue kerjain pas ospek? Ayo bangun, ayo kuliah bareng. Temen-temen yang lain juga kangen sama lo. Mereka pengen ketemu lo. Mereka pengen minta maaf sama lo. Please bangun! Lo nggak mau kan gue katain lemah?"

"Gue bakalan nunggu lo bangun. Gue nggak peduli se-lama apapun itu. Intinya. Lo harus tau. Banyak orang yang nunggu lo bangun. Banyak orang yang kangen sama tingkah aneh lo!"

Saga tetap pada posisinya. Biasanya cowok itu akan langsung tantrum ketika Agatha mengucapakan hal itu. Biasanya, cowok itu akan mengganggu Agahta dengan tingkah usilnya. Tak ada lagi Saga yang cerewet dan banyak tingkah. Cowok itu kini terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

Agahta mendongak menatap bayangan Aksa yang kini tersenyum kecil, "Cintai dengan tulus, seseorang yang sudah memberikan semestanya kepada kamu."

"Aku nggak masalah kalo kamu lupain aku. Suatu hari nanti kita akan bertemu. Semoga dia tidak gagal melindungi senyuman kamu."

"Aku pergi. Kalo kamu udah bener-bener bahagia."

"Di kehidupan selanjutnya. Mari jalani hidup bahagia bersama. Dan aku akan bersaing dengan nya untuk membahagiakan kamu."

"Untuk sekarang. Tolong. Lupain aku. Dan balas cintanya dengan hebat." ucap Aksa dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya.

"Berbahagialah sampai kamu lupa apa itu luka."

Semua ini terasa begitu nyata. Seakan Aksa benar-benar berada di hadapannya. Perlahan. Semuanya menghilang. Berganti senyap yang mulai datang.

Sekali lagi. Air mata Agahta menetes.

***
#weareproudyousaga!
600,3k tweets

Semua orang kini tau apa yang sebenarnya terjadi. Semua orang kini tau siapa yang pantas untuk disalahkan atas kejadian ini. Semua orang kini mengerti se-parah apa takdir mempermainkan Saga.

Kini hanya tinggal penyesalan yang terasa. Teman sekelas Saga, anggota kelas menulis, para guru dan semua orang yang menyalahkan Saga kini hanya bisa pasrah. Berharap Saga kembali dan bisa berkumpul bersama mereka lagi.

Berbagai dukungan terus menerus datang kepada Saga. Tweet tentang Saga terus meningkat. Tak ada lagi hujatan mengerikan yang terlihat.

Begitupun Rega. Cowok itu menyerahkan diri ke pihak kepolisian atas perbuatan yang dilakukannya. Semuanya terasa begitu hancur baginya. Dia kehilangan kepercayaan keluarga, sahabat, Rinai dan impian yang ditata nya dari dulu.

Seandainya mereka mendengarkan kedua belah pihak. Seandainya mereka tidak gegabah. Mungkin semua ini bisa diselesaikan tanpa harus ada yang namanya kehilangan.

Semua orang hanya membela apa yang mereka dengar terlebih dahulu. Tanpa mau mendengar penjelasan yang lain.

Welcome Home, Saga! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang