"Gw berharap ini bukanlah pertemuan kita yang terakhir sa"
-Alexandra Rezians Erlangga-
"Jangan bodohh mencintai seseorang yang bahkan ngelirik lo aja udah ogah!"
-Nathaniel Victor-
"Bodohnya aku menyia - nyiakan seseorang yang mati - matian memperj...
Hallo apa kabar reader's? Semoga kalian sehat selalu. Btw Kangen sama Alex dan kawan"nya tidak? Huhuhu😭 ngerasa bersalah banget dah lama nggak UP.
Maapin yha guys! 🙏 Oke ga perlu banyak basa basi, mari kita lanjut saja baca ceritannya.🦋
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Kunci dia sekarang di gudang sekolah." menunjukkan foto orang tersebut.
"Ni bayaran, dan inget! Jangan sampai lo buka mulut kalau lo berdua suruhan gue, paham!"
"Siap.. Asalkan ada duit mah semuanya gampang" ucap salah satu preman itu dengan melihat isi uang di dalamnya.
"Bagus, cepet sana."
***
Aditya melihat bangku tempat duduk meysa kosong.
"Sssht ssht, woy meysa kemana?" bisiknya kepada Alex karna saat ini pelajaran telah di mulai. Akan tetapi meysa sedari tadi tidak terlihat.
Alex mengedikkan bahunya, pertanda jika ia tidak tahu. Setelah itu matannya pun menuju ke arah Qinanty, berharap Qinanty juga menoleh ke arahnya, sehingga ia dapat bertanya tanpa harus memanggil.
Dan benar saja, Qinanty ternyata punya insting yang kuat, tanpa menunggu waktu lama ia menoleh kearah Alex.
Qinanty menaikkan satu alisnya pertanda jika ia sedang bertanya kenapa.
Alex mengarahkan matannya ke arah kursi depannya. Qinanty pun paham maksud dari Alex, sayangnya Qinanty juga tidak tahu meysa ada di mana.
Qinanty menggelengkan kepalanya, kemudian ia mengarahkan matannya ke arah pintu kelas lalu menganggukkan kepalannya, bermaksud mengode Alex untuk keluar pergi mencari meysa.
Alex yang tau maksud dari qinanty akhirnya mengangkat tangan kanannya.
"Pak, izin ke toilet" ucap Alex.
"Ya silahkan" ucap guru yang ada di depan.
"Pak saya izin ke toilet" ucap vera, kemudian pergi menyusul Alex sebelum ia terlanjur jauh.
"Vera!" kata guru itu di ambang pintu.
Vera pergi begitu saja tanpa ada persetujuan dari gurunnya, pantas saja dia diteriaki. Tapi meskipun suara guru tersebut masih terdengar di telinga Vera, Vera tidak menggubrisnya.
