9. Barang Terlarang

1.3K 330 79
                                    

Malam minggu Pahing, seperti biasa pondok pesantren An Nadwah 1 melaksanakan kegiatan rutin. Secara bersama-sama membaca amaliyah Ratib Al Hadad, kemudian lanjut istighosah dan pengumuman, jika ada.

Seperti biasa, halaman komplek yang paling luas sudah ditata sedemikian rupa agar santri putra dan putri bisa melaksanakan amaliyah secara bersama tapi tidak saling berdempetan. Semuanya berjalan seperti biasa, hanya ada satu hal yang berbeda, namun cukup membuat sebagian manusia berjilbab kasak-kusuk tak tenang.

Faisal—yang malam itu memimpin amaliyah, adalah sumber ketidak tenangan yang terjadi. Bisa dikatakan bahwa mereka cukup terkejut ketika tiba-tiba keponakan guru mereka itu datang dan selanjutnya duduk di depan bersama satu putra bu nyai.

Jangan ditanya bagaimana reaksi Acha, kurang lebih sama dengan teman-temannya yang lain. Hanya saja dia pandai menyembunyikannya dalam hati. Sepanjang amaliyah berlangsung, dia terus memejamkan mata, berusaha untuk sejenak menghilangkan bayangan pria di depan itu agar bisa khusyuk. Namun, semakin terpejam, bayangan itu semakin nyata sehingga dia memilih membuka mata namun menundukkan kepala. Benar-benar tidak berani menatap ke depan, meski hanya punggung pria itu yang terlihat.

Amaliyah selesai, dan kegiatan dilanjutkan dengan beberapa pengumuman dari putra kyai mereka. Bahwa dalam rangka pelaksanaan haul yang akan dilaksanakan tiga hari lagi, malam ini akan diadakan simaan Al quran 30 juz. Untuk itulah kenapa Faisal berada di sana. Pria itu yang akan menjadi salah satu qari' yang disimak bersama tiga lainnya.

"Setidaknya malam minggu sampai minggu besok, seluruh penjuru komplek akan terhiasi oleh suara gus Isal,"

"Betul, nggak cuma denger suara mbak Qomar yang gedor-gedor pintu buat jamaah subuh."

Acha terkekeh sendiri mendnegar percakapan dua temannya yang duduk tepat di sampingnya. Minggu memang hari libur, sehingga terkadang para santri bermalas-malasan untuk bangun subuh tepat waktu. Tapi jangan harap para santri ketertiban akan leha-leha, mereka dengan senang hati akan tetap berkeliling untuk membangunkan yang lain agar tetap sholat tepat waktu.

Baru saja dua santri di samping Acha membicarakan mbak Qomar, dan tiba-tiba wanita itu maju ke depan bersama satu temannya setelah gus Isal dan yang lain meninggalkan panggung mini itu.

"Mbak—" Baru Acha menoleh, ingin mendapat bocoran dari Ulfah yang duduk di depannya, namun gadis itu langsung memposisikan telunjuknya di depan bibir, pertanda agar Acha diam.

Acha kembali duduk di tempatnya dengan sempurna sambil menggerutu pelan, biasanya dia yang penasaran dengan pelanggaran yang terjadi, terobati karena mendapat bocoran dari Ulfah.

"Katanya ada yang ketahuan bawa hp sampai ke kamar, Mbak Acha," Mina—yang duduk di samping Acha berbisik.

"Oh ya?" tanya Acha terkejut.

Di pondok ini, memang dilarang membawa barang elektronik kecuali bagi santri yang memerlukan untuk penunjang pendidikannya. Itupun setelah pulang dari kuliah, hp dan barang elektronik lain harus di titipkan di kantor pengurus. Baru bisa diambil jika akan berangkat lagi. Awal kuliah Acha sempat kesulitan karena sering tertinggal informasi dari teman-teman sekelasnya. Untung sekarang dia punya teman baik yang bisa memahami keadaan Acha, sehingga jika sewaktu-waktu ada tugas mendadak, temannya bisa mem-back up tugas Acha.

"Katanya malam ini, khusus menghancurkan barang-barang terlarang yang ditemukan." imbuh Mina.

Benar apa yang dikatakan Mina. Santri di depan sana mengumumkan bahwa menemukan banyak barang terlarang hasil razia beberapa hari yang lalu. Setidaknya ada enam hp yang ditemukan. Ada novel-novel fiksi, ada majalah, ada foto lawan jenis dan beberapa barang lain yang dianggap melanggar aturan.

Hitam Putih Dunia PesantrenWhere stories live. Discover now