Part 3

1.2K 83 1
                                    

Pemberitahuan

Cerita ini banyak bahasa nggak bakunya ya, kalau emang ini bukan tipe kalian dengan gaya bahasa yang seperti ini, nggak apa-apa nggak usah dipaksa.

~~ Selamat membaca ~~

___________________

Jadi lu mau beli kado apa buat kak Ela?" tanyaku pada Kaivan yang sedang terdiam seperti orang linglung di tengah-tengah mall besar ini.

"Gue..." Kaivan menggaruk-garuk kepalanya sehingga rambutnya menjadi sedikit berantakan dan menutupi kening juga sebagian matanya, "gue bingung banget seriusan, beliin apa ya?"

Kalian pernah lihat orang-orang cakep garuk-garuk kepala kayak orang bingung? Nah itulah Kai. Kalau kita garuk-garuk kepala kelihatan kayak orang nggak keramas berhari-hari, kalau dia tetep aja kelihatan keren.

Kirain udah dipikirin dari rumah mau beli apa, ternyata udah sampai sini dia masih bingung.

Ya tapi aku nggak bisa menyalahkan Kai juga sih, karena aku sendiri belum tahu mau memberikan apa untuk Kak Ela.

"Dayana, lu nggak ada ide kah?" tanyanya.

"Gue juga nggak tahu, udah kita liat-liat dulu aja ke dalem masukin tokonya satu-satu siapa tahu ketemu yang bagus"

Aku dan Kaivan pun akhirnya mengelilingi mall itu mencari kado yang sekiranya cocok.

Setelah sekitar 2 jam, akhirnya kami baru selesai membeli kado untuk kak Ela. Capek juga ternyata.

"Kai, mau langsung pulang aja nggak? Gue capekk" pintaku pada Kaivan.

"Yaudah ayo"

Kami pun pulang mengendarai motor besar milik Kaivan. Namun, entah kenapa angin sepoi-sepoi di sore hari menjelang malam itu membuatku sangat mengantuk hingga aku tak sengaja menabrakan helm yang kupakai pada helm Kai yang berada di depanku.

Ya helmku terantuk ke depan. Beberapa dari kalian pasti pernah merasakan ini, apalagi kalau lagi naik ojek online dengan abang-abang yang tidak kita kenal secara pribadi, rasanya malu banget. Untung ini Kaivan. Biasanya kalau aku lagi naik ojek, rasanya malu pengen menghilang aja kalau helmnya berbenturan sama helm abangnya.

"Dayana, ngantuk?" tanyanya dengan suara yang cukup kencang agar aku dapat mendengarnya.

"Jangan tidur, bahaya"

Melihat tidak ada respon dariku, Kaivan tiba-tiba menyentuh tanganku yang sedang berpegangan pada pinggangnya.

"Dayana, jangan tidur" ucapnya lagi sambil menepuk-nepuk tanganku.

Aku yang merasakan tepukan di tanganku kembali sadar.

"Iya" jawabku.

"Jangan iya iya aja, bangun, bentar lagi kita nyampe" sekarang Kaivan malah memukul kencang tanganku yang masih berada di pinggangnya.

"IHH KOK DIPUKUL SIH?"

Tapi sepertinya cara Kaivan itu manjur, buktinya setelah aku mengomel, rasa kantukku menghilang.

"Nah udah bisa teriak, berarti udah nggak ngantuk kan?" tanya Kaivan padaku.

"Nggak tau ah"

Tak berapa lama kemudian, kami berdua sampai di depan rumah kami. Sambil membawa kado yang juga telah kubeli untuk kak Ela, aku mengucapkan terima kasih kepada Kaivan dan ia pun melanjutkan perjalanan menuju rumahnya sendiri yang jaraknya cuma 6 rumah dari sini.

DAYANA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang