Tidak Sesuai Ekspektasi

38 11 0
                                    

Vita segera turun dari taksi daring yang ia tumpangi begitu kendaraan berhenti di depan kafe tempatnya membuat janji temu dengan Ais Alfarizi.

Gadis itu begitu bersemangat, hingga rela membeli dress khusus setelah pulang kuliah untuk dikenakan dalam momen pertemuan pertamanya dengan sang calon suami.

Tak tanggung-tanggung, Vita sengaja memilih gaun dengan potongan yang cukup berani untuk bisa memamerkan bentuk kakinya yang panjang dan ramping, juga bagian dada yang sedikit anjlok demi sedikit mengekspose bagian tubuhnya yang konon amat diminati oleh para kaum Adam tersebut.

"Mas Ais?" teriak Vita sambil melambaikan tangan gemulai begitu menemukan target yang dicari. 

Ais sudah menunggu sedari setengah jam lalu di salah satu sudut kafe, mendongak lalu tersenyum hangat ketika mendengar panggilan Vita, dan refleks balas mengangkat tangan kanan sebagai tanda bahwa itu memang benar dirinya. 

Vita pun gegas mendekat dengan gaya berjalan dibuat semenarik mungkin supaya pria idaman itu terpesona akan keindahan ragawi yang ia punya. Dan Vita merasa bangga saat sekilas mendapati Ais menggigit bibir sebelum akhirnya menunduk tersipu. 

Batin Vita, dokter gigi tampan itu pastilah klepek-klepek pada pesonanya yang seksi aduhai. 

"Mas Ais sudah lama nunggu? Maaf ya, telat. Tadi dosennya nyebelin bingits main nambah jam 'kencan' seenaknya. Jadi pulangnya diundur deh," celoteh Vita sok akrab beralasan, padahal tadi dia terlambat karena harus mampir ke butik dan memilih baju tempur untuk menghadiri pertemuan ini. "Oh, ya. Kenalin, Mas. Aku Vita Iraya. Mahasiswi semester akhir jurusan farmasi. Calon penerus perusahaan farmasi Riswa Pharma."

Ais menerima uluran tangan itu dengan senyum masih menghiasi wajah dan balas menjabat tangan Vita. "Ais Alfarizi. Dokter gigi yang dicoret dari daftar calon penerus rumah sakit Alfarizi. Silakan duduk, Vita."

Sempat tertegun sejenak dengan gaya balasan perkenalan Ais, Vita akhirnya mengerjap dan tertawa sumbang sembari duduk. "Mas Ais ini humoris ternyata. Kirain penuh wibawa, nggak tahunya suka bercanda juga."

"Saya nggak bercanda soal dicoret dari daftar calon penerus. Itu fakta." Ais menanggapi serius namun tetap dengan kesan santai. 

"Oh, masa? Padahal saya lihat, Mas keren banget, lho."

"Makasih, pujiannya. Sayangnya, saya nggak bisa memenangkan hati kakek dan para pemegang saham lainnya. Masih kalah jauh dibandingkan Bang Wildan, kakak sepupu saya." 

"Oh, gitu...." Senyuman Vita kendur. 

Ini tidak seperti harapan keluarganya.

Dipikiran Riswan, Ais sudah pasti akan menjadi penerus rumah sakit milik keluarga besar Alfarizi itu sebab Wicaksono adalah pemilik saham terbesar rumah sakit dan ibunya kini tengah menjabat sebagai direktur di sana. 

Mengapa mereka bisa melewatkan soal Wildan, kakak sepupu Ais yang selama ini jarang terekspose? Sehebat apa dia sampai bisa mengalahkan anak pemilik saham terbesar? 

"Kamu mau makan apa, Vit? Maaf cuma bisa ngajak makan di dekat sini karena saya masih ada jam dinas sore. Nggak bisa lama-lama keluar, jadi milih tempat terdekat dari klinik." 

"Oh, jadi artinya nanti, Mas nggak bisa ikut makan malam di rumah, ya?" Semangat Vita kian mengendur saja. 

Sudah kemungkinan salah menargetkan incaran, sekarang terancam gagal mengajak Ais pulang ke rumah segala. 

"Gimana kalau akhir pekan? Hari ini sampai Jumat sore, jadwal saya penuh. Pagi sampai siang di rumah sakit, sore sampai malam di klinik. Dan saya sudah ada janji temu dengan beberapa pasien di klinik yang nggak bisa dibatalkan."

Cinta untuk si BisuWhere stories live. Discover now