Terusir

37 10 2
                                    

"Saya akan mengantarkan kamu pulang."

Tawaran itu seketika digelengi Naina ketika ia baru keluar dari dalam masjid dan melihat Ais sudah berdiri dengan payung yang kembali siap mengayominya dari hujan. 

"Kenapa menolak? Ini sudah malam dan hujan masih sangat lebat. Lagi pula, kakek sendiri tadi yang meminta saya untuk mengantar kamu."

Naina masih bersikeras menggeleng. Dengan kedua tangan yang mulai bergerak membuat bahasa isyarat--yang tentunya kurang bisa dipahami maksudnya oleh Ais, tetapi pemuda itu bisa menangkap kalau alasannya adalah Naina tidak ingin merepotinya.

Jadi sebagai respons, Ais tersenyum lebar sambil menggeleng. "Saya nggak merasa kamu merepotkan. Tolong, tunggu di sini dan jangan ke mana-mana. Saya akan ambil mobil sebentar."

Usai memberikan perintah itu, Ais langsung pergi dan tidak mempedulikan gelagat Naina yang masih ingin menolak.

Hingga kemudian setelah beberapa menit berdiri menunggu di sana, sebuah sedan hitam mewah mendekat dan Ais turun untuk membukakan pintu penumpang bagi Naina yang masih waspada dan menatapnya ragu-ragu.

"Naiklah. Keluarga kamu mungkin akan cemas kalau kamu nggak segera kembali pulang."

Naina pesimis. Karena yang mencemaskannya saat ini paling hanya kedua pembantunya yang setia. Namun, Ais benar soal dirinya harus segera pulang, sebab Lasmi dan Siti bisa saja kena marah dari Rosita kalau sampai membiarkannya keluyuran hingga malam begini.

Apalagi, Riswan sudah mewanti kepada mereka kalau Naina tidak boleh keluar sama sekali tanpa pengawasan orang di rumah.

Alasannya tentu bukan karena Riswan khawatir pada keselamatannya, tetapi karena dia hanya tidak mau jika Naina sampai kabur dan mencari Nina.

Jadilah kemudian, Naina memutuskan untuk masuk ke dalam mobil. Tanpa mengetahui jika diam-diam di belakang punggungnya, Ais mengepal tangan girang karena berhasil membujuk serta menjadikan usahanya untuk memiliki Naina secara utuh serasa selangkah lebih dekat.

"Akhirnya, pucuk dicinta ulampun tiba!" seru Ais dalam hatinya.

Lantas kendaraan mereka pun melaju.

Dengan mulus tanpa hambatan Ais mengantarkan Naina langsung hingga ke depan rumah. Dan hal tersebut baru disadari Naina yang seketika menoleh Ais bingung karena pemuda itu bisa langsung tahu di mana letak tempat tinggalnya padahal Naina semenjak tadi tidak memberinya arahan harus melaju ke arah mana.

Kalau sudah begini, maka tidak salah lagi. 

Ais yang kini ada di depan matanya, pastilah memang Ais yang sama dengan sosok yang akan dijodohkan dengan Vita dan tadi sore sudah menjadi penyebab dia dimarahi tak jelas oleh Rosita.

Karena telah memahami situasinya dan Ais pasti tahu jika dirinya adalah anak pembantu yang bekerja di rumah itu, maka begitu Ais hendak membuka pintu mobil di sisi kemudi, tangan Naina praktis mencekalnya sembari menggeleng kuat sebagai isyarat supaya Ais sebaiknya tidak usah ikut turun saja. Atau bencana besar akan datang menghampiri Naina. 

"Kenapa? Saya hanya ingin memastikan kalau kamu nggak akan dimarahi karena pulang malam. Kamu jadi terlambat pulang karena harus membawa kakek saya ke rumah sakit tadi." Ais bingung dengan tingkah Naina. Tetapi hatinya menghangat saat melihat tangannya dicekal oleh gadis itu.

Padahal, tindakan tersebut bukan sentuhan sayang atau ketertarikan sama sekali. Namun ... ah, mungkin memang begini rasanya kalau berada di dekat pujaan hati. Segala hal kecil pun bisa membuat jantung berdebar semakin kencang. 

Cinta untuk si BisuWhere stories live. Discover now