Kesebelas

1.7K 121 8
                                    

"Bagaimana, ingin lagi?"Dengan tawa lembut, Tin bertanya. Keduanya berbaring di tempat tidur yang sama, keceriaan merebak di wajahnya, meskipun wajahnya terlihat lelah setelah melakukan beberapa urusan cabul mereka di mobil dengan berantakan.

"Kau— sudah menghajarku seperti ini, ingin lagi? sejak kapan bocah ini menjadi monster?" heran Naren menatap jengkel Tin di hadapannya.

"Kenapa? kakak tidak suka aku menjadi monster?"

"Suka, tolong jadi monsterku" goda Naren pada Tin.

"Kak!" Tin terbangun dari tidurnya menatap kesal pada Naren yang menggodanya. "Kau selalu mengucapkan kata-kata nakal, tapi sesaat aku ingin dirimu selalu lari," keluh Tin dihadiahi tawaan oleh Naren.

"Salah sendiri begitu cabul"

Tin yang tidak terima atas perkataan Naren menindih Naren menciumi leher Naren, mengigit-gigitnya perlahan. Hari ini Naren merasakan anak ini terus menerus memakan lehernya

"Kau suka sekali leherku, nak?" Naren menerimanya sambil mengusap lembut surai hitam alami milik Tin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kau suka sekali leherku, nak?" Naren menerimanya sambil mengusap lembut surai hitam alami milik Tin.

"Suka— suka sekali" Tin menelusuri seluruh leher Naren tidak meninggalkan seinci-pun.

Tin mendongak menatap wajah Naren — atau kekasihnya?

"Sekali lagi ya?"

Naren suka hal ini, suka saat bocahnya menjadi cabul untuknya. Dia tersenyum menyetujui permintaan Tin, ia memeluk erat tubuh Tin ketika anak itu mulai mendominasi kembali, anak ini entah darimana mendapat stamina sebesar ini. Kakinya saja sudah gemetar menerima hujaman anak ini yang begitu kencang.

***

Keduanya merasakan kelelahan merayap ke setiap serat tubuh. Meski kamar penuh dengan kesan malam yang telah berlalu, tidak satupun dari memiliki keinginan untuk meninggalkan kenyamanan kasur yang menyelimuti mereka. Pelupuk mata yang terasa berat setelah serangkaian momen yang panjang, tapi pelukan itu menjadi tempat perlindungan.

Kehangatan ciuman yang senyap, mereka saling memeluk erat, seolah ingin menangkap semua detik dan ingatan yang tercipta di dalam malam yang panjang tadi. Cahaya samar-samar lampu malam memberikan sentuhan di sekitar, menciptakan suasana yang seolah berbicara dengan kebersamaan mereka.

Dalam pelukan yang akrab, terdengar suara napas yang beriringan, seperti melodi ketenangan yang melibatkan keduanya dalam relung hati yang dalam. Tak ada kata-kata yang diucapkan, namun kehadiran mereka menciptakan dialog tanpa kata, menggambarkan makna dari malam yang telah mereka lalui bersama.

"Tidak ingin bangun, boy?" Naren pertama kali mengeluarkan suara seraknya setelah membuka mata melihat kekasih kecilnya memandang dirinya penuh puja.

"Selamat pa-"

"Jangan berusaha untuk menjadi romantis, ini siang" lanjut Naren menyela ucapan Tin.

"Hah?!" Tin tersedar langsung membangunkan dirinya melihat jam hal itu membuat Naren mendesis kasar karena benda kekasihnya ini masih berada di dalamnya.

"Childish-Boy" [ PoohPavel ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang