Bab 1: Diet

380 51 6
                                    

Aku merapatkan kardigan bergaris hitam putih yang kukenakan sebagai baju luaran. Mata kuliah hari ini adalah sejarah desain. Biasanya aku menyukai cerita sejarah, tapi cuaca yang dingin di luar ditambah lagi pendingin ruangan, membuat kantuk datang.

"Heh, Farla Kaian! Jangan tidur, Lo!" bisik laki-laki dengan potongan rambut fade di sampingku.

Aku tidak menanggapi ucapan itu dan memilih untuk bersiap untuk tidur. Rasanya mata ini sudah tidak bisa berkompromi lagi. Baru saja akan memejamkan mata, dosen justru menyelesaikan materi.

"Baiklah! Materi cukup sampai di sini saja. Saya mau minggu depan kita membahas studi kasus mengenai reformasi merek fashion. Pelajari studi kasusnya pada file yang akan saya kirim siang ini ke dalam platform kampus. Satu lagi, pastikan kalian mendengar pengumuman menarik siang ini." Setelah mengucapkan kata-kata itu, sang dosen pun keluar ruangan meninggalkan dengung para mahasiswa.

Laki-laki di sebelahku mengeluh sambil menopangkan wajahnya ke meja. Niscala Amosa, laki-laki yang terbilang cukup tampan dengan minat yang besar tentang fashion, tetapi paling malas kalau harus membahas studi kasus. Katanya, kegiatan itu membuang waktu karena pada akhirnya tidak ada jawaban yang pasti.

"Gue paling sebel sama studi kasus. Nggak jelas!" gerutu Niscala pelan, lalu berdiri.

"Ikut nggak, Lo? Gue mau beli minuman di vending machine depan," ajak laki-laki itu.

Aku menghela napas. Mungkin membeli kopi panas akan membantu melawan dingin dan materi-materi kuliah. Aku pun bergegas membereskan barang bawaannya. Seperti biasa, ponselku entah berada di mana. Niscala bersidekap dengan gaya tidak sabar.

"Angkat pantat besar Lo buruan. Gue haus! Eh, gue duluan aja, ya?" Tanpa menunggu jawaban, Niscala meninggalkanku.

Suasana siang itu cukup ramai. Aku merapikan kardigan kemudian bergegas menuju vending machine. Di depan mesin itu yang terletak di ujung lorong, aku bisa melihat Niscala yang sedang sibuk memilih minuman ditemani seorang perempuan bertubuh langsing dengan wajah cantik.

Aku mengenal sekali perempuan itu. Felicia Rania, influencer yang juga anak pengusaha terkenal di Indonesia. Gadis itu menoleh ketika merasakan aku mendekat, lalu tersenyum manis. Melihat sikap Felicia, semua orang pasti mengira kalau hubungan kami cukup dekat.

"Hai, Far! Lama banget nggak ketemu. Lo mau beli kopi?" Felicia agak menyingkir ketika aku mengangguk.

"Ada baiknya lo minum espresso atau americano saja. Nggak usah pakai gula. Kayanya makin lama, lo makin seger gitu," ucap Felicia.

Niscala melirik untuk melihat reaksiku. Dia tahu betul aku sangat benci kalimat semanis madu, tetapi mengandung racun sindiran. Harus kuakui, dengan tinggi 170 sentimeter dan berat hampir 80 kilogram, aku termasuk besar.

"Sebagai seorang calon desainer, kita harus tetap menjaga badan, Farla. Kan, nggak lucu kalau nanti kita difoto di antara model dan terlihat seperti Matryoshka." Felicia berkata lagi sambil melambai dan melangkah menjauh.

"Kapan-kapan, gue mau bengkokin badan kurus keringnya," gumamku sambil memilih espresso panas. Bukan karena omongan Felicia, tetapi aku butuh minuman yang bisa membuatku tetap terjaga dan waras di sisa hari ini.

"Oh, wow! Gue harus nonton, tuh, pas lo bengkokin badan dia. By the way, Matryoshka itu apa?" Niscala bertanya dengan raut wajah polos sampai aku bisa mengira dia benar-benar tidak tahu.

"Boneka dari Rusia yang bisa numpuk-numpuk gitu, deh," sahutku asal. Sahabat di sampingku ini hanya mengangguk ragu. Mungkin dia benar-benar bingung.

"Ada pengumuman apa, ya?" Niscala mengalihkan pandangan pada layar televisi yang terletak di sudut-sudut lorong.

Body, Mind & SoulWhere stories live. Discover now