Bab 8: Diet Paleo

69 16 3
                                    

Aku meregangkan tubuh sambil menatap danau yang berkilau dengan sinar matahari sore. Di sampingku, Niscala masih asyik menonton Netflix di laptop sambil tengkurap. Tumben sekali manusia satu ini tidak heboh pakaiannya walaupun sedang piknik.

"Nonton apa, sih?" tanyaku penasaran dan menutup buku sketsa. Aku sudah memindahkan sketsa-sketsa ke dalam laptop dan juga mulai menjahit pakaian yang akan digunakan untuk lomba.

"City Hunter." Niscala hanya menjawab singkat bahkan tanpa melirik.

Aku merebahkan diri berbantalkan tas. Agak keras karena isinya hanya buku-buku. Akhir-akhir ini Niscala memang bersikap lebih dingin. Dia ngambek saat mendengar aku dan Gavin terjebak di hotel selama dua hari akibat banjir.

"Kala, udah dong. Jangan ngambek lagi." Aku mencoba membujuk Niscala.

Sejak dulu Niscala ini memang kalau ngambek dilakukan secara terbuka. Mungkin dia mau dibujuk. Aku tidak keberatan juga dengan sikapnya yang ajaib itu karena sudah terlampau biasa.

"Gue nggak ngambek," ucap Niscala, tetapi tetap tidak mau menatap mataku.

Aku nyaris tertawa melihat kelakuan ajaib manusia satu ini. Sambil berpikir apa yang harus dilakukan untuk meredakan amarah Niscala, mataku melihat penjual es krim yang sedang dikerumuni anak-anak kecil di ujung taman.

"Gue beliin es krim, ya." Aku mencoba meluluhkan hati Niscala sekali lagi.

"Emang gue anak kecil. Cone yang cokelat, ya." Niscala kali ini menatap wajahku sebentar sebelum kembali fokus pada layar laptop.

Kali ini aku tertawa lepas dan menepuk bahu Niscala sebelum keluar dari saung kecil di tepi danau. Aku membeli dua buah es krim cone cokelat dan berjalan kembali ke saung. Niscala tersenyum saat melihatku membawa es krim.

"Murah ya lo sogokannya," godaku.

"Lo mau gue ngambek lagi?" Niscala mengancam dengan mata menyipit.

"Ya, nggaklah. Kenapa?" Aku tertawa dan bertanya saat melihat pandangan heran Niscala.

"Lo makan es krim? Emang udah boleh?"

Pertanyaan Niscala bukan tanpa dasar. Sudah dua minggu ini aku melakukan diet mayo. Berat badanku sudah turun sekitar tujuh kilogram. Wajahku juga terlihat lebih tirus. Namun, beberapa hari lalu aku mengalami mual sampai muntah-muntah hebat.

Mama membawaku ke dokter dan disana keluarlah diagnosis kalau aku menderita hiponatremia, gangguan elektrolit karena rendahnya kadar natrium dalam darah. Lebih sederhananya aku kekurangan garam.

Pada dasarnya aku memang tidak suka makanan dan minuman yang asin, jadi mungkin aku sudah kekurangan natrium dan diperparah dengan diet mayo tanpa pengecekan terlebih dulu. Aku berakhir dengan diceramahi Mama selama dua jam.

"Bolehlah. Gue kan abis sakit," kataku santai sambil memakan es krim, lalu menceritakan kondisi tubuhku.

Niscala menatapku prihatin. "Lo tuh, ya. Udah kenapa, sih perdietan ini. Udah 70 kilogram kan berat lo sekarang?"

"73 kilogram tepatnya. Gue juga mau istirahat dari perdietan ini. Capek gue." Aku mengunyah cone dengan nikmat. Kenapa ya, cone itu enak banget?

"Omong-omong, Aadya kapan balik ke sini? Libur semester, ya?"

Pembicaraan kami beralih pada Aadya. Perempuan itu memang sibuk dengan kegiatan kampus di akhir pekan sampai tidak bisa pulang ke Jakarta. Untungnya teknologi sudah maju sekarang. Jadi aku tidak perlu menunggu surat dari kantor pos lagi untuk mengobrol dengan Aadya.

"Gavin juga udah lama nggak keliatan. Sibuk banget ya, dia?" Niscala menyentuh topik yang sensitif bagiku akhir-akhir ini.

"Iya kali." Aku asal menjawab pertanyaan Niscala.

To już koniec opublikowanych części.

⏰ Ostatnio Aktualizowane: May 25 ⏰

Dodaj to dzieło do Biblioteki, aby dostawać powiadomienia o nowych częściach!

Body, Mind & SoulOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz