Chapter 9 - Ryo

9 2 0
                                    

Sepanjang perjalanan pulang ke indekos aku enggan bicara. Bahkan, ketika sampai aku segera mengambil motorku dan pergi lagi tanpa berpamitan. Aku tahu teman-teman pasti akan membicarakanku di belakang, tapi aku tidak peduli. Malam ini akan terasa panjang karena aku tidak punya tujuan.

Aku menjauh dari area kampus, berhenti di minimarket untuk membeli kopi kaleng dan duduk di bangku yang tersedia di teras toko. Baru sepuluh menit aku sudah bingung mau apa. Sebuah motor sport berwarna merah berhenti tepat di depanku dengan lampunya yang menyala terang. Sialan! Banyak sekali perkara hari ini.

Sampai dia berhenti pun, si pemilik motor masih saja menyalakan lampunya. Benar-benar tidak beradab. "Mas, itu lampu bisa dimatiin, kan? Enggak sopan banget!" sungutku kesal. Si pemilik motor tertawa. Bisa-bisanya dia tertawa, hah!

"Lo ngapain di sini, Jav?"

Aku menyatukan alis heran. "Ryo?" Aku mengenal suaranya. Tidak salah lagi.

Ryo melepas helm yang dia gunakan, lalu meletakkannya di salah satu spion. "Sendirian? Atau sama June?"

"Sendiri." Aku menyeruput kopi kalengku lagi.

"June kenapa enggak ikut lo?"

"Udah, deh. Lo lihat, kan, kalau gue sendirian. Enggak perlu nanyain yang enggak ada," decakku sebal.

"Ih, gitu aja ngambek." Ryo menarik kursi di seberangku, lalu duduk di sana.

"Lo juga ngapain tiba-tiba duduk di sini?"

"Gue mau pulang, malah nyokap telepon minta dibeliin minyak goreng sama gula sekilo."

Mau tidak mau aku tertawa. "Serius?"

"Ini masih mending, dulu pernah udah cakep mau berangkat kuliah malah disuruh beli terasi!"

Aku makin terbahak-bahak. "Nyokap lo ngerjain lo kali, Yo."

"Iya, kayaknya." Tiba-tiba Ryo mengeluarkan ponselnya dari saku celana karena bergetar. "Panjang umur, Nyonya telepon gue," ucapnya sambil memperlihatkan layar ponselnya padaku, bertuliskan 'Nyonya'.

"Iya, Nya? Mang Ryo masih di minimarkeeet ...." jawab Ryo sambil cengengesan.

Aku tertawa lagi gara-gara mendengarkan obrolan Ryo dengan ibunya. Dari cara Ryo berbicara, sepertinya laki-laki itu dekat dengan sang ibu. Selesai menjawab telepon singkat dengan diikuti beberapa kali tawa, Ryo menyimpan ponselnya lagi. lalu dengan seenaknya mengambil kopi kaleng di meja dan menenggaknya hingga tandas.

"Ryo! Itu, kan, punya gue!"

"Sumpah, tinggal dikit, Jav. Cuma tiga teguk doang."

"Ih, lo tuh, ya. Kebiasaan banget ngambil makanan atau minuman gue." Aku mencubit lengan Ryo karena terlalu kesal.

"Sakit, woi!" seru Ryo sambil mengusap lengannya.

"Beliin gue kopi! Buruan!"

"Tiga teguk lho, kenapa jadi sekaleng full?"

"Bodo amat."

Ryo beranjak dari duduk. "Dari tadi ngamuk-ngamuk melulu."

Aku hanya meliriknya di tengah memainkan ponsel. Tak lama, Ryo keluar dengan menjinjing tas kain berwarna cokelat, sepertinya dia membawanya dari rumah karena tas supermarket yang kulihat hanya warna merah dan biru. Kemudian menyodorkan Magnum Almond padaku. "Kok es krim?"

Titip SalamDonde viven las historias. Descúbrelo ahora