04. Segenggam Kesakitan

167 20 4
                                    

ㅡsetiap manusia memiliki mimpi, tapi bukan berarti berhak menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya.

***

Raga ingin menegaskan satu hal, bahwa Kai tidak boleh menjadikan Berlian sebagai target operasinya.

Selepas sekolah, dia memberanikan diri untuk pergi ke gedung A, tepat ke kelas Kai. Kemungkinan Raga akan banyak memakan waktu dan mengakibatkan dia telat untuk bergabung ke kelas debat yang biasa dihadiri hari ini. Namun, Raga hanya merasa punya peran untuk melindungi Berlianㅡkarena Mama dan Papa telah memberi kepercayaan untuk melindungi cewek itu. Kalau urusan amanah, Raga akan mati-matian untuk mewujudkannya.

Raga sekarang tahu apa yang Adrian inginkan dari Berlian. Cewek itu jenius. Raga iseng mencari nama serta sekolah lama Berlian di google, dan hasil pencarian kebanyakan berita tentang prestasi yang cewek itu dapatkan, baik regional maupun internasional.

Koridor sepi. Gedung A memang nyaris dipenuhi dengan murid ambisius. Jika Raga memiliki tiga les sepulang sekolah, kemungkinan murid IPA memiliki 5-6 les. Bahkan Raga pernah mendengar kabar ada yang les sampai subuh. Ini memang sudah menjadi kebiasaan bagi murid SMA Arwana, sebab memang jika mereka mendapatkan rata-rata nilai 9 di rapor, uang sekolah akan dipotong sebanyak 50%.

"Ada apa lo nyari Kai?" Adalah pertanyaan yang meluncur dari bibir salah satu murid sekelas dengan Kai dan Berlian. "Kata yang lain sih dia sama si jalang ituㅡ"

"Apa maksud lo panggil dia dengan sebutan itu?" Raga hanya penasaran, walau dadanya mulai dirambati panas.

"Well, sebagai murid yang pertama kali kenal sama Berlian ternyata lo nggak begitu mengenal dia. Eh, atau jangan-jangan lo belum baca grup angkatan?"

Raga berdecak. Dia memang jarang sekali buka ponsel, tapi karena Kala juga memberitahu, Raga mau tidak mau merogoh saku celananya, mengecek ponselnya sekarang juga.

Dia terlibat skandal sama gurunya sendiri?!

Oh my gosh, itu video beneran punya dia?

Walaupun cuma 20 detik, tapi jelas banget itu mukanya!

Apa-apaan ini, kenapa sekolah kita jadi tempat penampungan anjing betina yang liar?!

Raga memutar video yang mereka maksud. Rahangnya seketika bergemelatuk. Ternyata Berlian memang punya masalah dari sekolahnya dulu. Jika benar adanya, itu tidak memungkiri bahwa impresi Raga terhadap Berlian tidak salah.

Grup angkatan ramai sekali sehingga Raga hanya scrolling ke atas hingga dia berada di satu bubble chat, milik Kai.

Besok hari pertama eksekusi. Gue harap kalian pasif terhadap apa yang gue lakukan.

"Gimana? Udah tau wajah di balik topeng lugu itu? Gue akuin dia jenius, tapi please deh. Dia nggak banget buat sekolah ini. Dia cuma sampah yang bakal mencemari kita semua." Cewek di hadapannya maju selangkah. "Ga, gue mohon, jangan tambah musuh lagi. Apa lo nggak merasa kalau dia juga membahayakan posisi lo?"

"Pintar nggak bisa diukur dari prestasi. Lo nggak bisa menyalahkan orang lain di samping usaha lo yang nggak ada kemajuan." Raga mengecek arloji, kembali memasukkan ponsel ke saku celananya. Dia harus bertemu Kai sekarang juga. "Setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Gue harap lo bisa berkompetisi secara adil di sekolah ini."

Untuk akhir percakapan, Raga memberikan sebuah senyum yang membuat hati cewek itu menghangat.

***

"Kalau mau semua rahasia lo aman, gue punya satu syarat."

Uncontrollably ScarsWhere stories live. Discover now