00. Prolog

489 38 13
                                    

(Raga Adrian)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Raga Adrian)

(Berlian Purnama)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Berlian Purnama)

***

Raga benci ketika melihat cewek tidak menjunjung harga diri mereka, bahkan lebih parahnya malah membiarkan tubuh mereka dipergunakan selayaknya sebuah benda. Singkatnya, Raga benci ketololan.

57 kali adegan, adalah yang Raga lihat dengan mata telanjangnya di belakang sekolah. Ketika Berlian membiarkan para perisak memukul, menendang dan menginjaknya sesuka hati hanya karena satu alasan; cowok-cowok di sekolah kebanyakan naksir Berlian sejak cewek itu jadi murid baru. Alasan konyol, dan Raga semakin dibikin kesal ketika Berlian tidak pernah mengadukan masalah ini ke pihak-pihak guru. Cewek itu selalu diam seakan sakit-sakit di tubuhnya hanyalah sentuhan angin yang berembus ke kulitnya.

"Gue nggak mau tau, badan lo harus kurus kering sampai tepos, biar my honey nggak naksir sama lo lagi!"

"Terus buat seminggu ke depan, lo jangan sekalipun bikin tugas, biar nilai lo jelek semua!"

Tawa-tawa menggema. Raga masih saja asyik menatap tontonan itu dengan satu botol cola di satu tangan, punggung menyender ke tembok sekolah. Separuh hatinya tergerak untuk menolong, tapi separuh lagi menggeleng keras-sebab, untuk apa? Untuk apa dia menolong seseorang yang bahkan tidak punya effort ke tubuhnya sendiri?

Percuma saja R.A Kartini menjunjung emansipasi wanita pada masanya. Percuma saja UUD Perlindungan Perempuan diciptakan. Percuma saja jadi juara kelas kalau tidak bisa menyayangi diri sendiri. Jujur saja, Raga muak.

Di saat orang lain menjunjung tinggi slogan love yourself, kemungkinan berat Berlian menganggap bahwa dirinya bukanlah tipenya alias dia membenci diri sendiri dengan alasan-alasan trivial. Namun, apakah ada manusia sebodoh itu di dunia ini sampai tidak menggunakan akal untuk melawan?

Terkadang, Raga mengharapkan Berlian mengamuk, atau kerasukan sekalipun agar para perisak itu ketakutan.

Satu tarikan tawa remeh meluncur dari bibir Raga. "Diam aja terus lo sampai mampus," katanya dengan takar kebencian pada Berlian menjadi 80%-yang sebelumnya cuma 50%. Wajar Raga membenci cewek seperti itu. Dan, wajar saja Berlian tidak memiliki teman.

"Otak pinter tapi keberanian nol." Raga meremas botol cola yang sudah habis kemudian melempar botol itu ke kerumunan di hadapannya.

Serentak, Anjeli dan kawan-kawan menoleh ke arahnya. Tentu, termasuk Berlian.

"Raga? Sejak kapan lo di situ?"

"Raga, please, jangan aduin ini ke bokap lo!"

"Raga, gue bisa jelasin-"

"Ssst ... gue nggak bakal ember. Cewek kayak dia emang pantas di-bully," ucap Raga dengan senyum miring. "Silakan, lanjutkan mainnya."

Setelah mengatakan itu, Raga berbalik, memilih beranjak kembali ke kelas. Tidak ada gunanya memikirkan orang lain yang tidak memikirkan dirinya sendiri.

[]

Halo. Selamat datang di cerita baruku. Kali ini aku ikut writing challenge dari Penerbit Ponyo. Aku dapat karakter Ragaㅡsi paling cerdas dan ambisius. Semoga saja aku bisa menamatkannya. Maka dari itu, aku butuh vote dan comment.

Terima kasih. <3

Uncontrollably ScarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang