01. Kesialan di Pagi Hari

223 27 4
                                    

semesta menciptakan pertemuan bukan tanpa alasan.

***

"Abang! Abang Raga ganteng!"

Seorang anak kecil berumur 6 tahun menyerukan nama Raga sesaat Raga baru pulang dari les pertama dengan semburat jingga terpoles rapi di langit Jakarta. Raga belum sempat mematikan motornya, Raniㅡsang adikㅡlebih dulu menarik celana abu-abunya.

Raga melepaskan helm sebelum turun dari motor. "Ada apa, Sayang?" Ternyata ada satu permen lolipop yang digenggam Rani. "Itu permen siapa yang kasih?" Heran, sebab merupakan sebuah pantangan bagi keluarga Alandra untuk mengonsumsi makanan dengan gula berlebih, permen salah satunya.

"Ini yang ngasih Kak Lian!"

Kening Raga menekuk. "Kak Lian siapa?"

"Itu loh, Kakak yang tinggal di depan rumah kita, baru aja tadi pagi dia jadi tetangga kita."

Raga melihat ke arah depan rumahnya. Setahunya di sana cuma ada tiga rumah, dua di antaranya sudah dia kenal sementara yang satu lagi merupakan sebuah indekos elit yang baru saja rampung beberapa minggu lalu. Berarti kemungkinan tetangga yang Rani maksud menempati indekos itu.

Raga mengambil lolipop di tangan Rani kemudian dibuangnya ke tong sampah kecil yang ada di dekat mereka. "Jangan sembarangan terima permen dari orang lain, Rani. Kalau papa tau, pasti kamu akan dihukum."

Sejurus kemudian, Rani menangis. Melihat itu, Raga mengusap wajah, sebab korelasi antara anak kecil dan permen itu sangat lekat. Dia sayang Rani, tapi tentu dia tidak membiarkan siapapun berusaha mencelakai Rani. Walaupun belum ada tendensi Rani akan diracun, tapi bukankah lebih baik sedia payung sebelum hujan?

Rani seketika berlari ke arah luar, terus melewati pagar. Raga mengekori, degup dadanya berpacu lebih cepat karena takut ada kendaraan yang lewat sesaat Rani melintas. Namun, ternyata Rani baik-baik saja bahkan dia telah sampai di halaman indekos.

"Rani, maafin abang. Kalau Rani mau, biar nanti kita beli ke minimarket."

"Nggak mau! Rani maunya lolipop punya Kak Lian!" Rani bete, dia memanggil nama Lian berulangkali sembari memencet bel indekos. Raga hanya bisa pasrah, karena di saat-saat seperti ini Rani tidak bisa diatur.

Tidak butuh waktu yang lama, pintu indekos terbuka, menampakan sesosok cewek dengan wajah yang sangat cantik. Apalagi cewek itu cuma memakai celana jins ketat dengan ukuran di atas lututㅡmembuat Raga tertegun beberapa detik.

"Kak Lian, lihat itu Bang Raga! Masa tadi permen aku dibuang ke tong sampah sih? Katanya aku nggak boleh nerima permen dari Kakak!"

Raga mengerjapkan mata ketika cewek yang bernama Lian itu menatapnya dengan sorot yang begitu indah. Jujur, Raga sedikit salah tingkah ditatap intens seperti itu, apalagi si cewek belum berbicara sesaat mata mereka bertubrukan.

"Raniㅡ"

"Aku bukan orang jahat."

Raga menelan salivanya. Bingung mau berkata apa.

"Lagian aku udah izin ke papa kamu buat ngasih permen ke Rani."

Hah? Ini cewek kenal sama Papa?

Raga berdehem, menetralkan kecanggungan. "Apa yang gue lakukan adalah apa yang orang normal lakukan. Itu yang dinamakan standar defensive mode. Nggak ada yang tau apakah permen yang lo kasih baik dimakan atau udah ada kandungan sianida di dalamnya."

Sang cewek berambut panjang menyentuh pinggang itu tertawa kecil. Tanpa diprediksi dia mengambil langkah mendekati Raga. Refleks, Raga melangkah mundur karena tiba-tiba cewek itu mendekatinya.

Uncontrollably ScarsWhere stories live. Discover now