14

1.4K 96 12
                                    

"bangsat, apa kau sudah mati?" Mark mendorong bahu Gemini untuk menyadarkan pria itu, tanpa nafsu sama sekali sahabatnya hanya mengangguk tak bermaksud membalas makian darinya. "Kau kenapa? Hah?"

"Maag ku kambuh..." Jawab Gemini singkat, bahkan makanan di piring ia singkirkan sedikit lebih jauh "aku akan pulang ke asrama duluan"

"Baiklah, Istirahat..." Kata Mark.

Akhirnya dia pergi, tanpa niat untuk berbalik lagi. Jika dipikir-pikir alasan dari diamnya adalah kekecewaan, namun siapakah yang pantas kecewa? Bukankah dari awal ia yang keras kepala, dadanya nyeri luar biasa.

Kenapa dia tak mampu berkutik jika itu menyangkut perasaannya, mengapa selalu tak bisa? Apa yang mendasari keraguan ini?

Rasa malu mungkin, sumpah serapah dan makian jijik yang pernah keluar dari mulutnya. Tak hanya Mark dan Winny, bahkan seluruh teman kelas di fakultasnya sudah tau dia membenci hubungan sesama lelaki.

Apa ini semacam karma? Untuk membuatnya menjilat ludah sendiri? Sialan... Jalan hidup macam apa ini?

Ribuan pertanyaan tak akan berhenti, berputar-putar di otak gemini. Kakinya menghentak kesal sepanjang trotoar jalan kampus, mendekati gedung asramanya. Lantas, dia melihat sosok manis berlari-lari kecil menenteng karton kosong hendak memasuki gedung mendahuluinya, dia memacu langkah lebih cepat agar bisa berpapasan dengan sosok itu.

"Fourth..." Gemini mengatupkan bibir saat Fourth yang berdiri di depan pintu kamar berbalik menatap wajahnya, sial... Dia masih mencari-cari kata yang tepat untuk memulai pembicaraan. "Kenapa kau ada disini?"

Tak menjawab sepatah katapun, Fourth menyelonong memasuki ruangan itu. Kebetulan disana ada Winny, pria baik yang menyambutnya dengan senyum riang.

"Selamat datang kembali, Fourth..." Winny berujar antusias, pemuda itu nampak sibuk menyusun beberapa pakaian dalam lemarinya.

"Ayolah, terlalu tolol untuk mengucapkan selamat datang kembali pada orang yang sudah tak berniat ada di tempat ini" kalimat Gemini mengambang di udara, berganti dengan tatapan tajam terus mengawasi Fourth.

"Ckk... Fourth bahkan tak mengusik mu, benar-benar aneh..."

"Sial..." Gemini duduk di atas ranjang, memandangi pria manis itu mengumpulkan sisa-sisa barang kecil miliknya.

"Bagaimana rasanya tinggal dengan kekasihmu Fourth?"

"Itu menyenangkan..."

Winny terkekeh "tentu saja, bangun tidur menatap wajah cantiknya. Kemudian tidur saat lelah di temani suara menggemaskannya, kau benar-benar luar biasa kawan..."

"Itu hanya sebagian kecil" Fourth meletakkan kardus kotak di atas meja dan menatap Winny sangat serius "aku bahkan tak pernah menyangka, bahwa Prim memperlakukanku jauh lebih berharga dibanding dirinya sendiri. Caranya membuatku mengerti, hingga melindungi hati dan perasaanku"

Gemini tak bergerak dari posisinya, dengan wajah tertunduk dia mencoba menyimak.

"Aku akan betah disana, untuk waktu yang sangat lama..."

Bagaimana memposisikan pria manis itu dalam hidupnya? Fourth bukanlah kesenangan tapi kebutuhan yang kadang tak pantas ia khawatirkan. Saat mencuri-curi waktu untuk menatap wajah manis pria itu, dia hanya bisa menatap dengan penuh kerinduan yang tersembunyi rapat.

Dia masih berpegang teguh, terlindas di bawah harga diri dan egonya. Beginilah cara untuk tetap di posisi yang aman, tak menanggung malu bahkan di cap sebagai kaum lemah dan menjijikkan.

"Apa masih ada yang tertinggal?" Cicit Gemini mencoba membuat pria manis itu beralih memperhatikannya.

"Tidak ada..."

"Yasudah, silahkan pergi. Jangan pernah menginjakkan kaki disini lagi, jika kau ingin bertemu dengan Winny ataupun Mark. Lakukan di luar, aku tidak sudi melihat wajahmu lagi"

Winny mendelik, wajah Gemini nampak datar penuh penekanan "hey.. hey... Kau kenapa?"

"Aku hanya tidak suka dengan kehadiran nya disini, apalagi mengingat kau hanya gay yang berusaha mengencani wanita. Ckk... Miris, benar-benar kasihan..."

"Gem—

—tidak masalah Winny, apa kau lupa bahwa aku sudah biasa mendengar makian semacam itu darinya?" Fourth berjalan mendekat, memeluk kardus kotaknya percaya diri "aku berharap kau bisa lebih kuat menjaga perkataan buruk mu, karena itu tak akan sesakit hatimu saat tau bahwa hubunganku dan Prim akan berhasil"

"Kau?" Gemini menyidik, menatap intens sosok manis itu dengan angkuh "kau hanya memainkan perasaanmu, dan kau tak akan pernah mendapat situasi cinta yang nyata"

.
.
.
.
.

Bagaimana cara agar dirinya tak pernah menatap wajah lelaki itu lagi? Serasa dia baru saja menghabiskan kepercayaan, tidak dengan cara menghindar dari Gemini, dia bukan orang lemah hanya karena perasaannya.

"Fourth? Kenapa?"

Belaian lembut di punggungnya bahkan tak memperbaiki keadaan. "Aku baik-baik saja Prim..."

"Benarkah? Wajahmu sangat lelah..."

"Sekarang lebih baik saat kau ada di dekatku" lanjutnya dengan leluasa menjatuhkan kepala dan berbaring di paha gadis manis itu "menurutmu, apa aku membawa kebahagiaan, atau justru sebaliknya?"

"Fourth benar-benar membawa kebahagiaan, aku serius..."

Berhenti sejenak, dia memandangi Prim dari bawah dengan rasa ingin tahu sekaligus gugup. "Apa kau mencintaiku Prim? Seberapa besar cinta itu?"

"Sebesar..." Prim berpikir sejenak, kemudian tertawa riang "sebesar semesta..."

Fourth menyentuh lengan gadis itu, menarik cepat hingga bibir mereka saling menyentuh. Tak ada yang melumat, hanya terpaan nafas hangat yang terjadi. Bahkan Prim menutup mata, menunggunya untuk memberi tuntunan.

Dengan ujung jari, Fourth menekan pipi gadis itu mendorong agar jarak mereka semakin jauh. "Apa aku boleh mencium mu?"

"Tentu saja..."

Sahutan manis, Fourth memberanikan diri. Mereka kembali menempelkan bibir dan saling melumat, jauh lebih lembut dengan apa yang ia rasa sebelumnya. Entah mengapa, aroma manis feminim bukan hal yang memabukkan. Entah bagaimana, dia kini lebih merindukan Aroma akuatik maskulin dari keringat Gemini malam itu, saat dimana ia merasakan energi dan penyegaran yang menegangkan.

Fourth merasakan dadanya naik turun, dia mendorong Prim hingga gadis muda itu terlentang di atas ranjang. Wajah Fourth berusaha optimis, dia sempat menelan Saliva Nya penuh kegugupan. Bahkan peluh sudah membanjir pelipisnya, dan yang menganggu pikirannya hanya Pria brengsek sialan itu. "Sial..."

Prim terkejut, mengusap bahu kekasihnya dan menatap penuh pengertian "apa Fourth baru pertama melakukannya?"

"Iya..."

"Jangan memaksakan diri..." Cicit gadis itu, dia mencoba membuat Fourth nyaman. Bahkan kini dia yang mendorong pria itu untuk bangkit, mereka saling bertatapan dengan rasa gundah.

"Prim... Maaf..."

"Ihh, tidak masalah. Aku juga tidak terbiasa dengan hal semalam itu, jangan merasa bersalah..."

Keheningan berputar di antara mereka, lima detik, sepuluh detik hingga Fourth beranjak memasuki kamar mandi.

Dan prim masih duduk disana, mengingat-ingat hal yang kiranya membuat sang kekasih enggan melanjutkan pergulatan panas mereka. Apa aroma tubuhnya mengganggu? Atau ada sesuatu yang membuat lelakinya itu tak senang?

Jika memang itu adalah yang pertama bagi Fourth, mengapa dia harus merasa ganjil? Seolah-olah pria itu memang tak menunjukkan ketertarikan berarti padanya. Apa dia punya kesalahan? Atau memang, kekasihnya tak pernah benar-benar tertarik pada tubuhnya?

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Jangan lupa follow dan ninggalin jejak 💜💜💜🙏🏻😭

Unspoken For Love [Geminifourth]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang