24

1.2K 86 12
                                    

"tidak ada pertemuan, dan dia akan dipindahkan..."

Mark menghela nafas gusar, bahkan mencoba membuat alasan pun tak berguna. Pagi yang menegangkan, semakin menggila dengan raungan histeris dari pria manis di belakangnya. "Pak tolong, sekali saja sebelum dia dipindahkan..."

"Bertemu dengan terdakwa di lapas berikutnya, sebelum dia di hukum mati menggantikan tersangka lain..."

Okey, sekarang Mark mengerti. Dia mundur beberapa langkah, raut tak percaya bersama dengan isakan keras pria lain mempertegas suasana duka. Senyap kelabu menderu di bentangan air mata, rasa hampa serasa menerkam relung hatinya.

Fourth memeluk erat pada Winny, mencoba mengabaikan deringan ponselnya yang sejak tadi berbunyi. Jelas Prim khawatir parah belakangan ini, namun untuk menjelaskan pun Fourth tak sanggup lagi. Biarlah begini, perasaan akan terus mengambang menyakiti gadis itu. Dia bersalah, dia patut merasa hina.

"Cobalah bicara pada Prim untuk memberikannya pengertian, agar kita lebih leluasa menemui Gemini"

"Aku tidak bisa mengucapkan apapun, bahkan untuk mengingat kejahatan ku padanya. Aku benar-benar jahat..."

Winny menghela nafas panjang, matanya tertuju pada Mark yang sama tragisnya "tenangkan diri dulu, kita bisa menemuinya di lapas lain. Bukankah disana juga ada ayahnya?"

"Bagaimana aku akan melihat wajahnya?" Mark mengoceh, menjatuhkan diri diatas salah satu kursi tunggu "apa aku akan membela pembunuh? Mengasihaninya? Tapi jika menyimak segalanya, aku merasa dia tak salah" begitulah, rasa jijik bercampur dengan simpati kombinasi yang luar biasa "apa ini semacam kebaktian? Menyelamatkan ayahnya dari kematian?"

"Mark... Ayo cepat bergegas, kita harus menemui Gemini di provinsi lain"

Anggukan setuju mempercepat waktu di hari itu, sejak mana Fourth ikut melangkah dalam bayang-bayang ketidakpastian dia menukikkan alis menyambut ribuan rasa tak masuk akal dalam pikiran. Bukan berarti tak pernah mengerti, dia hanya tak tau akan sejauh ini.

Suasana alam di pagi sepanjang perjalanan bagaikan udara pengap baginya, alunan suara radio bagai musik membunuh tiap detiknya. Sejak kapan hujan dimalam hari berubah menjadi abu-abu. "Aku ingin lari, mencari tempat berlindung. Namun bagaimana bisa jika kau lah tempat itu Gem..."

Kesenangan singkat merusak hatinya kian menusuk semakin dalam, kenyataan di pelupuk matanya bagai kegembiraan semu yang mengerikan. Sejak saat dimana dia menatap mata tipis dingin milik seseorang, hatinya mulai sadar bahwa ini sudah tak berjalan semestinya. Dia memendam perasaan, bertimbunkan luka karena kata. Dia meraung, di tiap malam kelam menantikan sentuhan yang sebenarnya ia rindukan.

Gila memang, setidaknormal itu ia mengakui keinginannya. Bahwa sentuhan hangat penuh cinta yang Gemini bawakan, jauh melampaui ribuan mimpi yang telah ia lewatkan. Fourth mengenduskan nafas pelan, menyandarkan kepala di tepi jendela dengan raut terluka. "Jika kau memutuskan untuk pergi selamanya, berjanjilah untuk bahagia..."

.
.
.
.
.

"Dia tidak melakukan dua pembunuhan" seorang pria tegap menjatuhkan beberapa lembar kertas di atas meja, mata tajamnya menukik.

"Kasus yang rumit, melibatkan perasaan pribadi"

"Dia menembak lelaki itu, selang beberapa detik saat penusukan di tempat kejadian perkara terjadi" di sudut meja, dua tangan kekar bertumpu "dia akan dihukum untuk kepemilikan senjata ilegal"

"Tapi ketua tim, Bagiamana tentang dakwaan untuk ayahnya?"

"Apa mungkin dia ingin mati menggantikan ayahnya? Itu masih membutuhkan bukti tentang pembunuhan beberapa tahun yang lalu"

Unspoken For Love [Geminifourth]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang